PRP Serukan Aksi Mimbar Bebas Desak Pembebasan Victor Yeimo

0
923

LAWAN RASISME, BEBASKAN VICTOR YEIMO DAN BERIKAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI WEST PAPUA

Penangkapan Victor Yeimo pada 9 Mei 2021 dengan dalil kasus rasisme 2019 adalah bukti negara Indonesia menghidupkan isu rasial di tengah rakyat Papua dan rakyat Indonesia. Padahal kasus rasisme telah dijalani di hadapan hukum oleh tujuh orang dengan putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan tuntutan Pasal makar yang terjadi di Tanah Papua. Tetapi karena tekanan massa rakyat Papua, tujuh tahanan politik tersebut divonis 8-11 bulan penjara dan jauh dari tuntutan 15-20 tahun dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Proses rasis bermula akibat sikap segelintir rakyat Indonesia dan oknum militer yang melakukan persekusi dan perlakuan rasis dengan label “Usir Monyet” terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya dan Semarang berturut-turut pada tanggal 15-17 Agustus 2019. Akibat aksi rasis tersebut mendorong seluruh rakyat Papua melakukan protes di berbagai wilayah Papua, di 42 kabupaten/kota, 17 kota di Indonesia dan 5 kota di luar negeri dengan tuntutan “Lawan Rasisme dan Berikan Referendum bagi Rakyat Papua”.

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

Perlawanan tersebut mendorong aparat bertindak represif dengan menangkap tujuh orang yang dituduh sebagai dalang penghasutan demonstrasi damai di Papua selama Agustus-September 2019. Mereka ditangkap dan dipenjarakan, bahkan dipindahkan ke Balikpapan dengan alasan keamanan.

Sikap rasis negara dipertegas dengan mengirim 6500 personil Polisi, Brimob dan tentara yang bertugas pada ribuan pos militer dadakan hampir di seluruh Tanah Papua, dengan alasan mengamankan situasi kekacauan skala besar di Papua.

ads

Akibat pola represif militer tersebut, terjadi pemenjaraan sewenang-wenang terhadap 72 rakyat Papua yang divonis makar, penghilangan nyawa terhadap 35 orang Papua, 30 diantaranya ditembak mati, 284 orang terluka, terjadi pengungsian skala besar (22.800 jiwa) di Nduga, eksodus ke Papua dari 6000 pelajar dan mahasiswa Papua yang menimba ilmu di wilayah Indonesia hingga 23 kasus penyerangan terhadap Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua.

Dampak represif tersebut terjadi pada periode Agustus-Desember 2019. Sedangkan aktor-aktor dibalik peristiwa rasis tersebut masih dipelihara oleh negara hingga sekarang, tanpa ada penyelesaian di hadapan hukum sebagai jalan untuk rasa adil terhadap rakyat Papua korban rasial.

Baca Juga:  Koalisi: Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

Menjelang berakhirnya Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua tahun 2021 juga pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021, mendorong negara melakukan berbagai macam pra kondisi untuk mencegah perlawanan rakyat Papua, mulai dari pelabelan Teroris terhadap organisasi perjuangan Pembebasan Papua, pemutusan jaringan internet di Jayapura dan sekitarnya sejak 1 Mei 2021 hingga 7 Juni 2021 serta lockdown lokal yang diperketat dengan berbagai macam administrasi yang mempersempit ruang gerak rakyat Papua hingga Victor Yeimo ditangkap 9 Mei 2021.

Setelah ditangkap dan dipenjara, tindakan maladministrasi terus dilakukan oleh aparat penegak hukum (penyidik), mulai dari penahanan di Rutan Mako Brimob dengan alasan tahanan Polda Papua penuh, pembatasan kunjungan keluarga, rohaniwan, pendamping hukum, dan petugas kesehatan untuk melakukan check-up medis rutin terhadap Victor Yeimo yang memiliki riwayat sakit paru dan maag.

Sikap maladministrasi dan abai terhadap Victor Yeimo makin terlihat jelas setelah foto keadaan terakhirnya tersebar luas di berbagai platform media sosial yang membuat khawatir berbagai kalangan terhadap kesehatannya, juga penanganan perkara hukum yang semakin memberatkan dia yang merupakan korban rangkaian peristiwa rasis.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Melihat situasi dan perkara tersebut, maka atas nama 111 organisasi Petisi Rakyat Papua (PRP) Tolak Otsus Jilid Dua, dengan 714.066 suara rakyat, menyatakan sikap:

  1. Segera bebaskan Victor Yeimo tanpa syarat. Karena Victor Yeimo bukanlah pelaku, melainkan korban rasis terstruktur dan masif yang terjadi terhadap orang asli Papua.
  2. Mendeklarasikan 16 Agustus sebagai hari Rasisme Indonesia terhadap rakyat Papua.
  3. Berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.

Aksi massa akan digelar pada hari Senin (16/8/2021) dengan sasaran kantor Kejaksaan Negeri Jayapura, yang berlokasi di samping Mall Jayapura.

Titik kumpul: Sentani Pos 7, Makam Theys Eluay, Expo, Perumnas 3, Abepura-Kamkey, Kotaraja, Polimak, Hamadi, PTN/PTS, Taman Imbi, dan Dok V.

Atas Nama 111 Organisasi dan 714.066 Suara Rakyat Papua, Petisi Rakyat Papua (PRP) Tolak Otonomi Khusus Jilid Dua

Samuel Awom (Juru Bicara)

Artikel sebelumnyaKNPB Deiyai: Segera Bebaskan Victor Yeimo
Artikel berikutnyaVIDEO: Pemuda Gereja Kingmi Desak Victor Yeimo Dibebaskan