PartnersPemerintah PNG Didesak Mengambil Sikap Lebih Kuat Soal Papua Barat

Pemerintah PNG Didesak Mengambil Sikap Lebih Kuat Soal Papua Barat

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemerintah Papua Nugini telah didesak oleh anggota parlemen terkemuka PNG untuk mengembangkan kebijakan yang lebih kuat soal isu Papua Barat.

Pernyataan itu disampaikan Powes Parkop, Gubernur Ibu kota nasional PNG, yang mana dikatakan bahwa pemerintah PNG seharusnya tidak terus mengabaikan krisis yang terjadi di separuh wilayah Papua Nugini yang dikuasai oleh Indonesia.

Dalam serangkaian pertanyaan di parlemen kepada Menteri Luar Negeri, Soroi Eoe, Parkop menggambarkan pemerintah PNG yang tidak berbuat banyak hal untuk meminta pertanggungjawaban Indonesia atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama puluhan tahun di Papua Barat.

“Selalu bersembunyi di bawah kebijakan ‘Friends to All, Enemy to None’. Mungkin baik-baik saja untuk seluruh dunia, tetapi itu adalah penyerahan total terhadap agresi Indonesia dan pendudukan ilegal. Ini lebih merupakan kebijakan tidak melihat kejahatan, berbicara tidak jahat dan mengatakan tidak jahat melawan kejahatan Indonesia,” kata Parkop.

Baca Juga:  PNG Rentan Terhadap Peningkatan Pesat Kejahatan Transnasional

Selain mendukung seruan oleh Forum Kepulauan Pasifik (PIF) kepada Jakarta untuk mengizinkan tim Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengunjungi Papua Barat, tetapi juga terlihat bahwa pemerintah PNG tidak mengkhawatirkan terkait meningkatnya konflik di wilayah Papua Barat, khususnya di dekat perbatasan internasional.

Perjanjian saling Menghargai, bersahabat dan bekerjasama antara PNG dan Indonesia yang telah dilakukan pada 1986 tegas menetapkan kedaulatan Indonesia atas Papua Barat, yang sekarang dibagi menjadi dua provinsi.

Baca Juga:  Prancis Mendukung Aturan Pemilihan Umum Baru Untuk Kaledonia Baru

Perjanjian itu juga memberikan penghormatan timbal balik terhadap integritas teritorial. Namun, konflik politik yang belum terselesaikan selama beberapa dekade di Papua Barat memiliki dampak limpahan yang besar di PNG.

Wilayah perbatasan umum telah dieksploitasi untuk perdagangan narkoba, senjata, selundupan dan tenaga kerja ilegal. Sementara masyarakat adat di kedua belah pihak memiliki hak penyeberangan tradisional, ribuan orang Papua Barat telah melebur ke PNG mencari perlindungan dari ekses militer Indonesia

Banyak orang Papua Nugini merasa simpati atas penderitaan orang Papua Barat, yang tanah airnya bergabung dengan Indonesia pada tahun 1960-an yang juga masih kontroversial dan menjadi penyebab konflik bersenjata yang sedang berlangsung.

Baca Juga:  Ratu Viliame Seruvakula Perjuangkan Keinginan Masyarakat Adat Fiji
Perdana Menteri PNG, James Marape di parlemen PNG, September 2021. (Malum Nalu)

Namun, Parkop mengatakan sikap diam lama pemerintah PNG atas penolakan hak penentuan nasib sendiri orang Papua Barat didasarkan pada ketakutan, dan bukan pendekatan yang benar secara moral.

Perdana Menteri PNG James Marape merespon poin tersebut atas interogasi Parkop, yang mana PM Marape mengatakan, perintah tetap parlemen tidak mengizinkan pertanyaan menantang kebijakan pemerintah dengan membuat kesimpulan dan asumsi.

Eoe mengatakan, pernyataan tentang kebijakan pemerintah akan disampaikan setelah pembahasan di kabinet.

 

Sumber: Radio New Zealand

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.