Aparat Penegak Hukum Represi Warga Negara yang Gunakan Haknya untuk Bersuara

Demokrasi Mati saat polisi cuma jadi centeng oligarki

0
832

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Yayasan Kurawal dalam dalam menanggapi Penjemputan Paksa Terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menegaskan bahwa demokrasi mati saat polisi hanya menjadi centeng oligarki.

Pernyataan ini dikeluarkan Yayasan Kurawal, sebuah lembaga non profit yang bekerja untuk memperkuat praktik, lembaga dan nilai-nilai emokrasi di Indonesia dan Asia Tenggara yang dalam kerja-kerjanya mendorong persemian ide baru dan eksperimentasi bagi terwujudnya tatanan demokrasi yang bermartabat dan bermaslahat bagi warga negara.

Dalam pernyataan sikapnya, Yayasan Kurawal menjelaskan, upaya penjemputan paksa yang dilakukan rombongan penyidik Polda Metro Jaya terhadap Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti pada tanggal 18 Januari 2022 sebagai saksi kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merupakan bentuk tindakan represi aparat penegak hukum terhadap warga negara yang menggunakan haknya untuk bersuara.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

“Tindakan ini adalah cerminan dari meluasnya politisasi POLRI di bawah pemerintahan Jokowi dengan modus pengerahan aparat penegak hukum untuk membungkam kritik,” tulis Kurawal, 19 Januari 2022.

Dijelaskan, penggunaan dalih bahwa kedua saksi tersebut “dua kali tidak hadir dengan alasan yang tidak patut dan wajar, dan sesuai mekanisme pada KUHAP” adalah bersifat subyektif, sewenang-wenang, dan berseberangan dengan prinsip-prinsip prosedural dan akuntabilitas yang mendasari manajemen penyidikan tindak pidana karena Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak pernah menolak atau menyatakan keberatan untuk memenuhi kewajiban hukum sebagai saksi dalam proses penyidikan yang tengah dilakukan

ads

Selain itu, lanjut Kurawal, ketidakhadiran Haris dan Fatima pada pemanggilan tanggal 23 Desember 2021 dan 6 Januari 2022 telah diinformasikan kepada penyidik dengan keterangan yang jelas.

Baca Juga:  Pembagian Selebaran Aksi di Sentani Dibubarkan

Penggunaan tuduhan berlapis untuk mengkriminalisasi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam proses penyidikan yng dilakukan Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa POLRI telah menyimpang dari tugas pokoknya untuk memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat yang tengah menggunakan haknya sebagai warga negara seperti yang diamanatkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Di saat POLRI lebih memilih untuk menjadi alat represi penguasa dan centeng kepentingan oligarki, sesungguhnya lonceng kematian demokrasi tengah berdentang nyaring di Indonesia. Maka Lawan! Jangan biarkan,” tegas Kurawal dalam pernyataan sikapnya.

Untuk diketahui, Polri telah mendatangi rumah Haris dan Fatiya untuk menjemput mereka secara paksa. Namun kedua pembela HAM ini menolak penjemputan paksa.

Baca Juga:  Jokowi Didesak Pecat Aparat TNI yang Melakukan Penganiayaan Terhadap Warga Papua

Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidianti mendatangi Polda Metro Jaya, Selasa (18/1). Kedua aktivis yang dipolisikan Luhut Pandjaitan ini hadir setelah kediaman mereka didatangi penyidik Polda Metro Jaya pagi ini.

Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan, kedatangan penyidik ke kediaman Haris dan Fatia karena mereka telah dua kali mangkir dari pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

“Penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya telah mendatangi Kantor Harris Azhar dan kediaman rumah Fatia untuk kepentingan penyidikan. saksi HA dan FA dua kali tidak hadir dengan alasan yang tidak patut dan wajar,” ujar Auliansyah dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Selasa (18/1/2022).

REDAKSI

Artikel sebelumnyaPersipura Wajib Hadapi Enam Pertandingan Berat
Artikel berikutnyaEmpat Anggota TNI Ditembak Gerilyawan TPNPB di Maybrat, Satu Tewas