PANIAI, SUARAPAPUA.com — Setelah di Nabire, Wamena, Jayapura, Manokwari, dan Sorong, aksi penolakan pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Tanah Papua berlanjut di kabupaten Paniai.
Dalam aksi damai, Senin (14/3/2022), berbagai komponen masyarakat menyampaikan protes kepada pemerintah Republik Indonesia atas rencana pemekaran beberapa provinsi baru, termasuk provinsi Papua Tengah.
Sikap protes dan penolakan tersebut disuarakan ribuan rakyat Paniai di Enagotadi dan Madi, kabupaten Paniai.
Amos Kayame, juru bicara aksi massa tolak pembentukan DOB Papua di Paniai, menyatakan, sikap rakyat Papua di wilayah adat Meepago jelas tetap tegas menolak kebijakan pemerintah Indonesia mekarkan provinsi baru di seluruh Tanah Papua.
“Suara rakyat adalah suara Tuhan. Segenap rakyat telah menyatakan sikapnya tolak pemekaran DOB,” ujarnya.
Selama ini, kata Amos, rakyat Papua termasuk di kabupaten Paniai tidak pernah tuntut pemekaran daerah di Tanah Papua.
“Pemekaran yang dipaksakan oleh pemerintah Indonesia, didukung oleh beberapa oknum politisi dan birokrat dari Papua. Rakyat tidak pernah minta provinsi baru. Stop pemekaran,” tegasnya.
Karena itu, apapun alasannya, seluruh elemen masyarakat tidak kompromi dengan kebijakan pemekaran.
“Rakyat sudah tolak pemekaran. Jangan datangkan mesin pemusnah rakyat akar rumput,” lanjut Amos.
Amos menegaskan, pemekaran merupakan sumber ancaman sekaligus malapetaka bagi eksistensi kehidupan rakyat dan tanah di negeri emas ini.
“Karena itulah rakyat tolak DOB,” ujarnya.
Yunus Eki Gobai, salah satu orator di hadapan massa aksi, menyatakan, pemerintah tidak bisa memaksakan kehendaknya. Pemerintah harus mendengar suara rakyat, mengutamakan apa mau rakyat Papua.
“Pemaksaan ini menandakan ada yang tidak beres dalam sistem pemerintahan. Negara harus sadar untuk tidak paksakan rakyat Papua,” tandasnya.
Gelombang aksi penolakan dari rakyat, menurut Eki, bukti tidak setuju adanya penambahan provinsi baru di Tanah Papua.
“Indonesia stop menambah masalah di atas masalah. Selesaikan masalah-masalah yang terjadi selama puluhan tahun. Rakyat tidak minta pemekaran, tidak mau menambah masalah baru di Tanah Papua. Pemekaran bukan solusi, tetapi itu sumber persoalan,” ujar Gobai.
Agenda pemekaran menurutnya dihidupkan pemerintah di tengah menguatnya isu Papua di fora internasional. Sementara, Otsus Papua telah berakhir dan strategi pemerintah terkesan memaksa rakyat menerima kebijakan sepihak tanpa menjaring aspirasi rakyat akar rumput.
“Rekomendasi LIPI terkait persoalan Papua tidak pernah mau negara lakukan. Selalu abaikan. Ditambah lagi kegagalan negara menjalankan amanat kunci dari Undang-Undang Otsus. Pemerintah kelabakan karena sudah tidak ada solusi lagi untuk pertahankan Papua,” bebernya.
Aksi massa dimediasi Front Persatuan Rakyat (Fopera) Paniai. Tergabung didalamnya sejumlah organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan.
Aksi tolak DOB di Tanah Papua diawali dari Enagotadi. Sejak pagi massa aksi berkumpul di lapangan Karel Gobai. Melakukan orasi dari berbagai perwakilan sebelum bergerak ke kantor DPRD dan kantor bupati Paniai di Madi.
Massa melakukan long march sepanjang 5 kilometer. Aksi long march dikawal aparat kepolisian dari Polres Paniai.
Menyampaikan orasi selama beberapa saat di halaman kantor DPRD Paniai, massa kemudian menuju kantor bupati Paniai.
Orasi secara bergantian oleh sejumlah perwakilan elemen masyarakat disampaikan dari halaman kantor bupati Paniai.
Sejumlah pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) terlihat menyaksikan jalannya aksi massa.
Aspirasi rakyat setelah dibacakan, akhirnya diserahkan Abet Gobay, koordinator umum Fopera, kepada Sem Nawipa, ketua DPRD Paniai. Disaksikan anggota DPRD dan para pejabat daerah.
Aksi massa berlangsung dengan tertib hingga pulang dalam situasi aman.
Pewarta: Markus You