Semiloka Mencari Jejak Gereja Katolik di Tanah Papua

0
826

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Menelusuri sejarah masuknya gereja Katolik di Tanah Papua yang ke 128 tahun, umat Katolik dari Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Jayapura, Keuskupan Manokwari-Sorong, Keuskupan Timika dan Keuskupan Agats gelar seminar dan lokakarya dengan tema ‘kita harus lahir kembali dan meluruskan sejarah kita’.

Panitia yang terlibat dari lima keuskupan itu akhirnya melaksanakan kegiatan seminar dan lokakarya itu di Paroki Kristus Terang Dunia Waena, Kota Jayapura, yang berlangsung dari tanggal 21-24 Maret 2022.

Dalam pelaksanaan kegiatan seminar dan lokakarya itu, panitia mengawali dengan pernyataan atas pekabar injil atau gereja Katolik ke tanah Papua, yang mana mereka meninggalkan kampung halamannya, sanak saudaranya dan negara mereka untuk menerangi kegelapan hidup umat di tanah Papua. Sehingga membuat orang Papua hari ini hidup baik, meskipun penuh dengan dinamika pastoral yang tak kunjung stabil, dan tak disadari kini telah mencapai usia lebih dari satu abad.

“Selama ini kami tidak pernah merayakan secara bersama-sama. Hampir di setiap keuskupan merayakannya sendiri-sendiri, seperti di Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Manokwari-Sorong, umat katolik Lembah Balim, Fakfak, dan Keerom. Perayaan tersebut dirayakan baik dalam perayaan Yubeliun (50 tahun) atau hanya untuk memperingatinya sebagai hari masuknya misi katolik di wilayah setempat,” jelas Soleman Itlay, Sekretaris Panitia kepada suarapapua.com, Senin 21 Maret 2022.

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Oleh karena itu kata Itlay, pada Januari lalu dibentuklah panitia yang melibatkan umat (awam dan imam) katolik dari 5 keuskupan di tanah Papua untuk menggelar kegiatan semina dan lokakarya ini.

ads

Diakon Didimus Temongmere, Katekis dan Tokoh Katolik Fakfak mengatakan, dalam Semiloka ini diharapkan agar informasi (sejarah) yang masih simpang siur dapat diklarifikasi, agar anak cucu dan generasi penerus katolik kelak tidak tanya-tanya, raba-raba dan bingung di masa-masa yang akan datang.

“Apabila sejarah masuknya gereja Katolik di tanah Papua ini jelas, maka mereka berjalan dan tumbuh dengan baik di seluruh tanah Papua,” tukas Diakon Didimus Temongmere.

Ia mengatakan, tujuan seminar ini adalah mengklarifikasi dan merekonstruksi historisitas gereja katolik di tanah Papua, tetapi juga sebagai bentuk untu mengenang dan menghormati jasa perjuangan dan pengorbanan para misionaris. Termasuk membangun kesadaran kepada umat akan pentingnya merawat ingatan dan melawan lupa terhadap sejarah gereja di tanah Papua.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua
Buku Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim (COVER) yang ditulis oleh Alm. Pater Frans Lieshout. (Elisa Sekenyap – SP)

John Gpbai, Ketua Panitia Semiloka berharap supaya melalui iven ini dapat menyatukan multi perspektif hostorisitas gereja katolik di tanah Papua. Dimana masing-masing keuskupan memiliki pendapat yang berbeda dengan keuskupan dan wilayah lain.

“Sehingga sangat diharapkan supaya setelah mendapatkan pencerahan dari para narasumber, bisa membantu tim perumus untuk mengesahkan dan menetapkan oleh para uskup di tanah Papua dan pemerintah daerah,” ujar John.

Katanya, kegiatan ini merupakan pra diskusi dan refleksi bersama menuju tahun 2023, terlebih untuk mengumpulkan data dan informasi awal. Setelah kegiatan ini, tim perumus akan merapikan dokumen, merumuskan dan menetapkan rancangan kerja dan tahapan kerja menuju Mei 2023 di Fakfak, Papua Barat. aaaa

“Diharapkan supaya dengan adanya benang merah yang jelas, ke depan para uskup yang berwenang mengesahkan tanggal masuknya gereja katolik di tanah Papua,” jelasnya.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Hal serupa disampaikan Dr. Adolina Velomena Samosir Lefaan, Akademisi Universitas Cenderawasih dan intelektual Wanita Katolik. Ia berharap dari kegiatan ini membekali dan menyadarkan umat menyangkut sejarahnya. Di samping itu generasi penerus katolik dapat bertumbuh kembang dengan baik, dan gereja katolik di tanah Papua pun kokoh untuk selama- lamanya dalam hati dan jiwa raga, karena berakar dalam sejarah dan budayanya [yang tepat].

“Terutama dalam berternak, bertani, berburu, meramu dan sebagai nelayan,”pungkas Dr. Adolina Somosir.

Kegiatan sendiri dilaksanakan secara offline (tatap muka) dan online (link Zoomnya yang telah dibagikan), dan tentu memperhatikan Prokes. Peserta yang mengikut secara offline kurang lebih 100 orang dan yang secara online lebih dari 500-an orang.

Narasumber dalam kegiatan itu dari Tarekat Jesuit, Kongregasi Hati Kudus, Franasiskan Papua, Ordo Santo Agustinus, Ordo Salib Suci, anak-anak katekis, pastor senior, para uskup, pakar-pakar seperti misiologi, eclesiologi, antropologi, misionaris dan akademisi serta perwakilan pemerintah daerah dari provinsi Papua dan Papua Barat.

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaTimnas Vanuatu Undurkan Diri Dari Piala Dunia, Selandia Baru dan Solomon di Puncak Klasemen
Artikel berikutnyaKNPB Ndugama Nyatakan Tolak Dialog yang Difasilitasi Komnas HAM RI