BeritaTitus Pekei Pertanyakan Penangkapan Tiga Penjual Noken Papua

Titus Pekei Pertanyakan Penangkapan Tiga Penjual Noken Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Titus Pekei, penggagas Noken Papua ke UNESCO, mempertanyakan tindakan oknum polisi menangkap tiga orang penjual noken Papua di tepi Jalan Yos Sudarso, Timika, kabupaten Mimika, Sabtu (7/5/2022).

Ketiga orang yang diamankan ke kantor Polsek Mimika Baru (Miru) itu diketahui berasal dari kabupaten Deiyai. Masing-masing Mince Pakage, Ance Badokapa, dan Yemina Douw.

Dari informasi yang diperoleh, lima oknum polisi mengangkut tiga orang yang sedang jual noken buatan sendiri itu sekira Pukul 13.20 WIT. Noken yang dijual itu bercorak warna bendera Bintang Kejora.

“Noken Papua sudah diakui dunia. Tanggal 4 Desember 2012, UNESCO tetapkan sebagai warisan budaya tak benda asal Papua. Tetapi, polisi belum paham bahwa Noken telah diakui oleh komunitas kebudayaan dunia. Lalu, apa alasannya hingga tiga mama Papua ditangkap dan dibawa ke kantor Polsek Mimika Baru? Kejadian ini pihak Kepolisian harus jelaskan kepada publik,” ujar Titus, Senin (9/5/2022).

Pengakuan penjual noken, semua noken berwarna-warni dikumpulkan dan diangkut dengan mobil polisi. Lebih dari tiga jam mereka berada di kantor Polsek Miru.

“Semua noken berwarna-warni dikumpulkan dan dibawa, tiga penjual diminta ikut ke kantor polisi. Dari sana diperlukan apa, lalu dibebaskan. Itu tindakan tidak terpuji dari polisi sebagai pengayom masyarakat,” tegasnya.

Sejak Noken disahkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda asal Tanah Papua, kata Titus, sekaligus telah diakui bahwa tujuh wilayah adat masuk dalam peta konservasi UNESCO.

Baca Juga:  Dua Jurnalis Muda Australia Berjanji Kampanyekan Papua Merdeka

“Mereka jual noken buatan sendiri. Noken biasa dibuat oleh perempuan, ibu, mama Papua. Mereka perajin noken. Pembuat dan penjual noken itu biasa disapa mama Noken. Mereka dijamin oleh hukum internasional Konvensi 2003 tentang perlindungan warisan budaya tak benda, Undang-undang Pemajuan Kebudayaan, dan Undang-undang Otsus Papua. Kejadian yang dialami tiga mama Papua itu tidak dapat dibenarkan,” tandasnya.

Ketiga mama itu kata Pekei, sedang menjajakan hasil kerajinan tangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Dengan alasan apa sampai mereka ditangkap dan dibawa ke kantor polisi? Walaupun mereka kemudian dilepaskan, cara dari oknum polisi itu satu tindakan tidak terpuji dan berlebihan. Ini sama saja tidak menghargai hasil kreativitas mama Noken. Tidak hargai noken warisan budaya Papua. Polisi merendahkan nilai noken warisan budaya dunia dari Tanah Papua,” paparnya.

Oknum polisi tersebut dinilai tidak menyadari diri sebagai insan budaya yang mestinya menghargai tanpa mengganggu mental mama-mama pengrajin dan penjual Noken Papua.

“Noken salah satu sumber pendapatan seorang ibu rumah tangga. Sejak UNESCO tetapkan, sudah menjadi mata pencaharian mama-mama Papua.”

 Titus berharap, tindakan penangkapan tersebut harus dijelaskan ke publik terutama alasannya melihat noken berwarna-warni itu.

“Tangkap karena apa mohon jelaskan kepada publik mengapa Noken warna-warni, warna biru, merah dan putih. Saya yakin itu hasil kemahiran perajin noken Papua.”

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Makassar Mendesak Aparat Bebaskan Dua Massa Aksi dan Pendamping Hukum

Setelah melewati perjuangan panjang selama beberapa tahun, Noken Papua akhirnya diakui UNESCO pada tanggal 4 Desember 2012. Sejak saat itu resmi terdaftar sebagai warisan budaya dunia yang memerlukan perlindungan mendesak. Hal itu karena warisan budaya noken Papua sedang punah lantaran tidak pertahankan hasil kemahiran, kreativitas, dan talenta mama-mama Papua.

Menanggapi kejadian yang menimpa tiga orang penjual Noken di Timika, Titus menyampaikan beberapa hal agar menjadi perhatian bersama sebagai insan budaya di nusantara terutama di Tanah Papua.

Pertama, Mama-mama pengrajin Noken Papua adalah pekerja warisan budaya Papua. Sejak tanggal 4 Desember 2012, hasil keringat mereka diakui komunitas kebudayaan dunia/UNESCO.

Kedua, Pembuat Noken Papua telah mempertahankan warisan budaya dunia di Tanah Papua.

Ketiga, Noken terdaftar sebagai warisan budaya dunia bukan tujuan sesat, tetapi demi menyelamatkan kaum tak berdaya di Tanah Papua.

Keempat, Noken yang disebut warisan budaya tak benda atau warisan budaya dunia adalah semua noken yang dibuat perempuan, ibu, mama Papua dan dijual, dibawa dan dikoleksi sebagai benda budaya di tujuh wilayah adat Papua.

Kelima, Noken Papua dalam Peta Konservasi UNESCO 7 wilayah adat Papua sebagai warisan budaya dunia dan UNESCO menjamin noken identitas bangsa Papua sesuai karya budaya manusia noken di Tanah Papua.

Baca Juga:  Freeport Raih Tamasya Award 2024 Atas Komitmen Terhadap Pendidikan Berkualitas di Papua

Keenam, Noken sudah diakui UNESCO tanggal 4 Desember 2012, maka kalau negara Indonesia mengganggu pengrajin noken mama Papua sama artinya anggota UNESCO mengganggu jaminan hukum internasional Konvensi 2003 tentang perlindungan warisan budaya tak benda.

Sementara itu, Frengki Warer, ketua Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP), menyoroti tindakan dari oknum polisi kepada tiga mama yang sedang berjualan noken di Timika.

“Mama-mama bekerja demi pemenuhan ekonomi rumah tangga serta biaya pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak memiliki hubungan atau ikatan apapun dengan motivasi lain dalam menjual noken,” ujar Frengki sembari mendesak Kapolda Papua dan Kapolres Mimika melepaskan tiga mama dari Polsek Miru.

Senada, Petrus Badokapa, ketua DPRD kabupaten Deiyai, menyayangkan larangan mama-mama berjualan noken karya mereka.

“Tiga mama itu jual noken untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau larang jualan, berarti lebih baik negara tanggung seluruh kebutuhan sehari-hari mereka. Itu saja, supaya mereka tidak boleh jualan lagi,” tuturnya.

Dari kiriman foto tiga mama penjual noken saat ada di ruang Polsek, Petrus mengaku kesal melihat anak kecil dibawa bersama mamanya.

 “Anak juga dibawa ke kantor polisi itu akal sehatnya taruh dimana?,” heran Badokapa.

Selain noken, kabarnya polisi turut mengamankan sejumlah barang jualan lain seperti gelang dan tempat isi handphone yang dibuat bermotif bendera Bintang Kejora.

 

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.