DOGIYAI, SUARAPAPUA.com — Amnesty International Australia menyoroti aksi protes pada 3 Juni 2022 di Papua yang berujung penangkapan dan tindakan represif terhadap pengunjuk rasa.
“Demonstrasi hari ini dan perlakuan dari polisi hanyalah salah satu dari banyak insiden lainnya yang menunjukkan bagaimana suara dan keprihatinan orang asli Papua tidak didengarkan, apalagi diakomodasi,” kata Direktur Nasional Amnesty International Australia, Sam Klintworth.
Dia juga mendesak otoritas berwenang di Indonesia untuk membebaskan semua yang ditahan hanya karena berunjuk rasa secara damai.
“Polisi juga harus melaksanakan investigasi yang segera, independen, dan tidak berpihak terhadap dugaan penggunaan kekuatan berlebihan dan mengambil langkah untuk memastikan bahwa insiden serupa tidak terulang lagi,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesti International Indonesia, Usman Hamid menyatakan orang asli Papua (OAP) yang mengekspresikan pendapat mereka dalam protes damai mengalami represi, kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan atau eksesif dari polisi.
“Insiden yang berulang ini menunjukkan bahwa negara tidak menghormati suara orang asli Papua,” tegasnya.
Penggunaan kekerasan dan senjata api berdampak langsung pada hak untuk hidup, yang dilindungi oleh Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang wajib dipatuhi Indonesia sebagai negara pihak.
Oleh karena itu, kata Usman, “penggunaan kekuatan harus sesuai dengan perlindungan hak asasi manusia yang ketat sebagaimana diatur dalam Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum (1979) dan Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum (1990).”
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Elisa Sekenyap