Berita10 Tahun Pimpin Kota Sorong, Walkot Dinilai Gagal Bangun SDM Masyarakat Kokoda

10 Tahun Pimpin Kota Sorong, Walkot Dinilai Gagal Bangun SDM Masyarakat Kokoda

SORONG, SUARAPAPUA.com— Jhon Adine, salah satu warga masyarakat Kokoda yang menetap dan tinggal lama di kota Sorong mengatakan selama 10 tahun kepemimpinan Wali Kota Sorong tidak memperhatikan Sumber Daya (SDM) Manusia secara baik.

Wali Kota bahkan dinilai tidak serius tangani SDM, terutama mereka yang kurang mampu dalam biaya dan kebutuhan anak dalam menempu pendidikan.

Padahal menurutnya, masyarakat Kokoda merupakan salah satu masyarakat adat orang asli Papua yang perlu diperhatikan. Masyarakat Kokoda di kota Sorong termarginalkan, dan tidak diperdayakan Pemkot.

Katanya, hal tersebut terbukti dengan SDM dari orang tua dari masyarakat Kokoda, termasuk orang tua lain dari masyarakat asli Papua asal Kokoda yang mendiami lama di Kota Sorong.

Suku Kokoda adalah suku lokal yang bermukim di wilayah Provinsi Papua Barat. Pemukiman Suku Kokoda tersebar di dua lokasi besar, yaitu di Kelurahan Klasabi, Distrik Man Kota Sorong dan daerah IMEKO (Inanuatan, Matemani, Kais, dan Kokoda) Sorong Selatan.

John Adine mengatakan, banyak dari mereka yang rata-rata hanya tamatan SD, SMP dan SMA. Bahkan ada yang tidak punya kemampuang membaca, dan menghitung. SDM yang tertinggal ini terus terwariskan ke anak cucu.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

“Saya melihat bahwa masyarakat Kokoda sangat termarginalkan dalam segala aspek pembangunan SDM. Anak-anak, dan cucu-cucunya banyak yang putus sekolah. Itu macam warisan dari generasi ke generasi. Akhirnya, tong [kita] juga tra [tidak] pu [punya] kemampuan dan tidak mampu bersaing dengan orang lain.”

“Belum lagi masalah kesehatan seperti mal gizi dan gizi yang tidak seimbang antar ibu dan anak. Asupan makanan bergizi yang kurang, kurang akses air bersih yang layak, kurang akses rumah yang layak, pemberdayaan ekonomi dan lainnya.”

“Masalah banyak, tapi pemerintah [Pemkot Sorong] kurang serius perhatikan keberadaan kami. Saya bingung pemilihan kepala daerah dari tahun ke tahun. Setiap jam pembangunan fisik maju, tapi kami [masyarakat Kokoda] setiap detik SDM semakin mundur,” kesal Jhon kepada suarapapua.com di Sorong belum lama ini.

Serupaya disampaikan Nur Ali, salah satu anak muda yang sedang mendampingi anak-anak Kokoda yang sedang mengikuti ujian paket di sekolah. Ia mengatakan masyarakat Kokoda yang hidup di tengah kota kurang diperdayakan dan diperhatikan serius oleh pemerintah kota Sorong.

Baca Juga:  Bangun RS Tak Harus Korbankan Warga Sekitar Sakit Akibat Banjir dan Kehilangan Tempat Tinggal

Katanya, tingkat putus sekolah siswa asal Kokoda sangat tinggi. Umur delapan tahun sudah tidak mengenyam pendidikan dan putus sekolah. Ia mengamati bahwa pemberdayaan ekonomi dan pendidikan bagi masyarakat Kokoda belum menjadi perhatian serius pemerintah kota Sorong.

“Jadi bisa dibilang pemerintah kota Sorong melakukan pembiaran. Ada pembunuhan SDM suku Kokoda yang tidak disadari oleh pemerintah dan dinas terkait. Contohnya, kasus nyata yang sering kita lihat setiap sore sampai malam, dimana anak-anak kecil Kokoda suka jaga parkiran dan mengisap lem Aibon dari kilo meter 7 hingga kilo meter 12 Sorong.”

“Anak putus sekolah yang sangat tinggi dari usia productif, sehingga kemampuan literasi baca tulis rendah. Pemerintah kota Sorong fokus pada pembangunan gedung-gedung saja bukan manusia. Mestinya fokuskan dulu pada pembangunan manusia,” pungkas Nur.

Kehidupan Masyarakat Kokoda di Kota Sorong
Sebagaimana laporan Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) untuk wilayah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) di kota Soron pada 2017.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Resmi Tutup Pleno Tingkat Kabupaten

Bahwa banyak warga dari suku Kokoda yang tidak memiliki tanah tempat tinggal tetap di Papua. Hal itu mungkin akibat dari cara hidup masyarakat yang terus nomaden dan prinsip yang menganggap semua yang ada di bumi ini adalah milik Tuhan, membuat mereka berpikir kepemilikan secara pribadi adalah hal yang aneh.

Misalnya saja mereka pernah tinggal di sepanjang bandar udara Domine Eduard Osok, dan akhirnya tergusur oleh perluasan badan bandara. Mengetahui keadaan menyedihkan yang dialami oleh masyarakat Kokoda, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) memberikan bantun kepada masyarakat suku Kokoda.

“MPM Muhammadiyah memberikan bantuan berupa pembebasan lahan tanah seluas 2 hektar untuk ditempati oleh Warga Kokoda. Selain itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan juga turut memberikan bantuan berupa pembangunan rumah permanen sejumlah 55 unit. Wilayah itulah yang kemudian menjadi kampung Warmon Kokoda saat ini,” ujar Bahtiar Dwi Kurniawan, dosen pembimbing lapangan untuk MBN.

 

Pewarta: Maria Baru
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.