Sejak 2018, Kesehatan dan Pendidikan Pengungsi Nduga Diabaikan

0
889

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Pengungsi Nduga di sejumlah wilayah di Laapago tidak mendapat perhatian serius dari Pemerintah Pusat dan daerah, terutama dari kondisi kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak pengungsi.

“Semenjak 2018 sampai dengan Juli 2022 ini, masyarakat secara kesehatan bahkan pendidikan dengan ekonomi memang tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten Nduga. Termasuk tidak adanya perhatian dari beberapa kabupaten tetangga di wilayah Laapago,”ujar Dorlia Umbruangge, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Ndugama di Wamena pada, Kamis (7/7/2022).

Dorlia mengatakan, bahkan angka kematian sejak 2018 hingga 2022 sangat tinggi. “Kami tidak tahu jumlahnya, karena belum hitung. Tetapi memang di lapangan itu banyak pengungsi yang meninggal,” tukasnya.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Hal itu ia ketahui ketika mengantar tim medis tanpa batas dari Port Numbay bersama MRP Papua ke lokasi pengungsian di Muliama, kampung Sekam, Jayawijaya.

“Ya setelah kami balik kami dengar bahwa Bupati Pj Namia Gwijangge melakukan MOU dengan rumah sakit Wamena dan kami harap pemerintah kabupaten Jayawijaya lebih khusus di dinas kesehatan bisa membantu dan menerima tanpa memilah-milahkan masyarakat. Mereka bisa mendapatkan pelayanan yang layak,”

Selain kesehatan, kondisi anak-anak sekolah juga memprihatinkan. Dorlia mengaku, awalnya para siswa atau anak-anak pengungsi Nduga mendapat pendidikan di samping gedung gerejaWeneroma. Namun sekolah darurat beratapkan tenda dan dinding itu dibongkar oleh orang tidak dikenal pada 2019.

ads
Baca Juga:  Soal Pembentukan Koops Habema, Usman: Pemerintah Perlu Konsisten Pada Ucapan dan Pilihan Kebijakan

“Jadi sejak 2019 sampai 2022 ini, tidak ada sekolah darurat bagi anak-anak dari pengungsi. Mereka sejau ini terlantar, hak sekolah mereka dicuri oleh waktu dan saat ini sebagian besar anak-anak jadi tukang parkir di jalan Irian dan beberapa jalan di kota Wamena,” ujarnya.

“Awalnya, para pengungsi ini berpikir bahwa beberapa daerah lain aman lalu mereka lari ke daerah-daerah tetangga. Namun kondisi beberapa daerah itu juga sama.”

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

Sebelumnya, Theo Hesegen, selaku Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, menyebutkan dalam laporannya, sejak Desember 2018, setidaknya 182 korban meninggal di Nduga.

“Dari jumlah 184 orang korban kemanusiaan terdapat 21 perempuan dewasa meninggal, 69 laki-laki dewasa meninggal, 21 anak perempuan meninggal, 20 anak laki-laki meninggal, 14 balita perempuan meninggal, 12 balita laki-laki meninggal, delapan bayi laki-laki meninggal, 17 bayi perempuan meninggal”, ucapnya

Pewarta: Onoy Lokonal
Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaBenny Ingatkan Kembali Resolusi PIF Tentang Kunjungan PBB ke Tanah Papua
Artikel berikutnyaSaya Menulis Untuk Membangun Kesadaran Rakyat Indonesia Tentang Persoalan Kemanusiaan dan Ketidakadilan di Tanah Papua