BeritaIni Penjelasan Direktur RSUD Dekai Tentang Pelayanan Kesehatan

Ini Penjelasan Direktur RSUD Dekai Tentang Pelayanan Kesehatan

DEKAI, SUARAPAPUA.com — Dokter Glent M. Nurtanio, direktur RSUD Dekai, kabupaten Yahukimo, Papua, menegaskan, rumah sakit tidak punya hak mengambil pungutan atau memaksa pasien dirawat di ruang swasta atau ruang khusus. Tetapi biasanya diikuti sesuai permintaan yang bersangkutan dengan membuat surat persetujuan.

Penegasan ini disampaikan menanggapi beredarnya isu tidak benar mengenai dugaan pungutan liar (pungli) di rumah sakit ini. Isu tersebut bahkan ditindaklanjuti DPRD Yahukimo pada Senin (10/10/2022) dengan mendatangi direktur untuk minta klarifikasi dan setelah ada penjelasan ternyata tidak sesuai fakta.

Dokter Glent mengatakan, untuk pelayanan bagi orang asli Papua (OAP) pasti gratis, tetapi sesuai peraturan daerah keikutsertaan kartu BPJS Kesehatan juga berpengaruh dalam pelayanan.

“Kita tidak menutup kemungkinan bahwa ada teman-teman mereka yang saat ini sudah punya kartu BPJS Kesehatan dan setiap tahun ataupun setiap bulan mereka membayar. Hal tersebut mereka harus mendapatkan pelayanan yang diharapkan,” jelas Glent kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (10/10/2022) siang.

Glent mengaku kesal dengan isu yang berkembang tentang adanya pungli di RSUD Dekai. Sedangkan kekeliruan itu sudah diluruskan dengan keluarga pasien pada 4 Oktober 2022.

Baca Juga:  KPU PBD Tetapkan 5 Paslon Gubernur, Termasuk Paslon AFU

“Pada saat itu kami turun ke lapangan dan kami langsung cek. Saya juga sudah koordinasi dengan Dinas Kesehatan supaya orang tua pasien bersama kita duduk berdiskusi. Pada saat itu sudah diluruskan,” kata dokter Glen.

Sesuai Permintaan Keluarga Pasien

Tentang kronologi kejadiannya dijelaskan dr. Imanuel Loi, ketua Komite Medik RSUD Dekai.

Dokter Loi menjelaskan, pasien berinisial LS berusia 4 tahun masuk pada tanggal 3 Oktober 2022 siang dengan keluhan demam disertai batuk dan nafsu makan menurun.

“Saat itu diterima oleh dokter. Sesuai kondisi dari pasien, sudah diberikan obat penurun panas dan rawat di UGD.”

Kata Imanuel, untuk penanganan lebih lanjut diarahkan ke ruang perawatan sambil menunggu hasil pemeriksaan darah. Saat itu kedua orangtua pasien belum memiliki kartu BPJS Kesehatan, maka pihak medis mengedukasi, pasien akan dipindahkan di bangsal sebagaimana pasien mendapatkan perawatan secara umum.

“Pada saat itu ibunya menolak untuk dirawat di antara pasien lain dan minta ruang perawatan khusus,” kata Loi.

Atas permintaan itu, petugas medis menjadi dilema lantaran yang bersangkutan tidak punya kartu BPJS Kesehatan pasti akan tanggung tunjangan biaya pengobatan rawat inap.

Baca Juga:  Roda Pemerintahan di Kabupaten Lanny Jaya Jangan Macet Ulah Satu Dua Orang Berkepentingan

“Nah, dilema kita mengedukasi kalau memang bersedia, maka keluarga diminta persetujuan untuk anak ini dirawat, artinya bayar penuh karena tidak ada bukti keikutsertaan BPJS,” jelasnya.

Atas inisiatif orang tua pasien meminta kepada dokter agar pasien dirawat di ruang khusus dan bersedia bayar biaya perawatan secara penuh.

“Jadi, waktu itu dibuktikan penandatanganan dalam persetujuan. Pasien dipindahkan ke ruang swasta atau khusus.”

Lanjut dokter Loi, keesokan harinya pasien sudah mulai membaik, sehingga petugas negosiasi dengan keluarga pasien untuk melanjutkan perawatan dari rumah mengingat dalam status swasta semakin lama dirawat semakin besar pula biayanya.

“Pasien dirawat satu malam, sudah membaik. Paginya sekitar jam 10, petugas kasir rincikan biaya satu malam karena sebelumnya sudah disetujui keluarga pasien. Setelah dirincikan, biayanya sebesar 535 ribu rupiah. Itu mencakup biaya ruangan, biaya obat-obatan, pelayanan gizi, biaya medis dan perawat, dan lain-lain. Keluarga pasien sanggup bayar 500 ribu, kami menerima dengan baik,” bebernya.

Selang beberapa waktu kemudian, kata Loi, keluarga pasien kembali sambil marah kenapa harus minta biaya pengobatan dengan alasan pasien adalah OAP. Pihak medis menjelaskan, pasien diminta rawat di ruang khusus itu artinya bayar penuh dan sudah menandatangani persetujuan, maka tanggungan biaya pengobatan secara penuh.

Baca Juga:  Pemda Merauke dan Negara Segera Hentikan Aktivitas PSN di Atas Wilayah Adat

“Tidak memiliki BPJS, mau tidak mau keluarga harus mengikuti aturan dan dibuktikan dengan surat persetujuan,” lanjutnya lagi.

Menghindari hal yang tidak diinginkan, imbuh Emanuel, petugas kasir akhirnya kembalikan biaya pengobatan sebesar Rp500.000 itu. Tetapi keluarga tersebut tolak.

Selama ini pihaknya dalam memberikan pelayanan tidak pernah ada pungutan liar. Juga ada unsur paksaan untuk dirawat di ruang swasta, itu murni permintaan keluarga pasien.

“Sama sekali tidak ada paksaan dari rumah sakit. Tetapi itu murni permintaan orang tua pasien karena tidak mau dirawat dengan pasien yang lain,” ujarnya.

Imanuel kesal hal itu dipermasalahkan, sementara petugas rumah sakit menjalankan sesuai peraturan yang ada.

“Dengan respons ini bagi kami kurang menyenangkan, kenapa harus dipermasalahkan? Biaya sekian itu sudah sesuai dengan Perda. Uangnya juga dikembalikan, tidak mau terima,” katanya.

Pihak RSUD Dekai berkeinginan besar untuk bertemu dengan keluarga pasien agar berdiskusi lagi supaya luruskan persoalan yang terjadi beberapa hari lalu itu.

Pewarta: Atamus Kepno
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.