BeritaIndonesia Tidak Mampu Jamin Hak Keberlangsungan Hidup Orang Asli Papua

Indonesia Tidak Mampu Jamin Hak Keberlangsungan Hidup Orang Asli Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Kapas Tigi Wanimbo, Ketua KNPB Wilayah Balim Barat mengatakan, negara Indonesia tidak mampu menjamin hak keberlangsungan hidup orang asli Papua di tanah Papua selama pemerintah sementara Indonesia memegang kendali administrasi di tanah Papua.

Hal itu terjadi selama 61 tahun, sejak 1962 PBB amanatkan wilayah tanah Papua berdasarkan perjanjian New York Agreement kepada United Nation Temporary Executive Authority (Untea).

Dimana pada 1 November 1962, administrasi pemerintahan West Papua dari Belanda diserahkan kepada  pemerintahan UNTEA untuk menjalankan administrasi pemerintahan sementara West Papua selama 7 bulan (2 November 1962 – 1 Mei 1963). Selanjutnya, atas desakan Indonesia dan Amerika Serikat, UNTEA menyerahkan administrasi pemerintahan West Papua kepada Indonesia, terutama sesuai dengan perjanjian Roma Agreement pada 30 September 1962.

Oleh sebab itu kata Wanimbo, status Indonesia di tanah Papua adalah sementara, bukan pemerintahan resmi. Keberadaan Indonesia di tanah Papua usai Pepera tahun 1969, tidak ada dasar hukum untuk menguasai wilayah tanah Papua.

Baca Juga:  PGGY Kebumikan Dua Jasad Pasca Ditembak Satgas ODC di Dekai

Akibatnya banyak terjadi operasi militer, terutama sejak 1966 -2000 yang lamanya 34 tahun  terjadi 13 operasi militer. Dampaknya banyak korban dari rakyat sipil yang mengalami pelanggaran HAM.

“Sementara, kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM berat di tanah Papua belum perna diselesaikan secara adil. Terutama kasus Wamena berdarah, Wasior berdarah, Abepura berdarah dan dan kasus Paniai berdarah,” tukas Tigi Wanimbo.

Yang terbaru katanya kasus Paniai berdarah, dimana pengadilan Indonesia telah menunjukkan kepada rakyat Indonesia dan dunia tentang peradilan yang bobrok.

“Kasus terbaru lagi tahun 2022, yang mana kasus pembunuhan dan mutilasi warga Nduga di Timika, kasus penyiksaan di Mappi dan kasus penyiksaan di Keerom yang dilakukan militer Indonesia.”

Baca Juga:  Pilot Selandia Baru Mengaku Terancam Dibom Militer Indonesia

Ia lalu mengatakan, konflik yang terjadi di tanah Papua dijadikan proyek militer untuk mendapatkan keuntungan melalui bisnis senjata, amunisi anggaran atas keamanan di Papua.

Hak-hak orang asli Papua terus dirampas oleh negara, terutama hak tanah masyarakat adat Papua atas nama pembangunan dan kepentingan investasi yang berdampak pada kehidupan orang asli Papua.

Oleh karena itu Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menuntut pemerintah Indonesia bahwa

  1. Meminta Indonesia wajib menghormati dan melindungi kebebasan rakyat  Papua (termasuk KNPB) untuk berkumpul, berserikat, berpendapat dan berekspresi sesuai deklarasi universal HAM PBB, tanggal 10 Desember 1948).
  2. Minta Indonesia hentikan Otsus, pemekaran, pendropan aparat TNI/Polri dan investasi.
  3. Segera buka akses Komisi HAM PBB, Palang Merah Internasional dan Jurnalis asing memantau situasi HAM di Papua, terutama di daerah konflik bersenjata, terutama 6 kabupaten/
  4. Keberlanjutan kolonialisme Indonesia dalam segala bentuk manifestasi adalah kejahatan yang melanggar piagam- piagam PBB dan jaminan kemerdekaan terhadap negeri jajahan serta prinsip hukum internasional sesuai resolusi.
  5. Segera Usut tuntas kasus Mutilasi 4 warga sipil Nduga di Timika dan pelaku segera diadili di pengadilan umum.
  6. Kami KNPB bersama seluruh komponen rakyat Papua menolak pengesahan Rancangan Undang undang hukum pidana RKUHP.
  7. Segera tarik Militer dari tanah Papua, baik militer organik maupun non organik.
  8. Menyampaikan kepada rakyat Papua agar bersatu mewujudkan MSN secara damai sebagai sikap dan tindakan moral untuk mewujudkan hak penentuan nasib sendiri.
Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

 

REDAKS

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa...

0
“Kami coba terus untuk mengedukasi masyarakat, termasuk para konsumen setia SPBU agar mengenal Pertamina, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai alat pembayaran non tunai dalam setiap transaksi BBM,” jelas Edi Mangun.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.