PolhukamHAMPelanggaran HAM Terus Meningkat, Indonesia Diminta Segera Cari Solusi

Pelanggaran HAM Terus Meningkat, Indonesia Diminta Segera Cari Solusi

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Indonesia bersama solidaritas rakyat, mahasiswa dan berbagai organisasi gerakan mendesak negara Republik Indonesia segera cari solusi selesaikan konflik West Papua.

Tuntutan tersebut disampaikan saat aksi demonstrasi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Sulawesi Utara, Senin (6/3/2023).

Mahasiswa maupun pengurus dan anggota KNPB Konsulat Indonesia berorasi secara bergantian dalam aksi mendesak penyelesaian semua kasus pelanggaran HAM Papua sejak 1960-an.

Dalam siaran pers yang dikirim ke suarapapua.com disebutkan, para orator menyerukan perhatian pemerintah Indonesia untuk mencari solusi menyelesaikan akar konflik di Tanah Papua untuk mengakhiri segala bentuk pelanggaran HAM yang terus berulang terjadi.

“Saat ini West Papua mengalami krisis kemanusiaan dan darurat hak asasi manusia yang sangat serius karena pemerintah Indonesia tidak mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi rakyat sipil di Papua. Pemerintah juga gagal memberikan rasa keadilan kepada korban berbagai kasus kekerasan oleh aparat keamanan sejak 1961 hingga kemarin terjadi penembakan brutal di Wamena pada tanggal 23 Februari 2023,” ujarnya.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire
Aksi demonstrasi di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Sulawesi Utara, Senin (6/3/2023), mendesak negara segera mencari solusi penyelesaian konflik berdarah di Tanah Papua. (Dok. KNPB Konsulat Indonesia)

Lebih lanjut ditegaskan, selama ini warga sipil baik orang asli Papua maupun non Papua terus menjadi korban akibat kelalaian pemerintah Indonesia.

“Pelanggaran HAM di Papua tidak pernah berakhir sampai dengan saat ini karena pemerintah sendiri tidak serius dengan upaya penyelesaian masalah secara bermartabat.”

Orasi dari KNPB Konsulat mengungkapkan warga sipil terus menjadi korban konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan TNI/Polri yang meluas di sejumlah kabupaten seperti Nduga, Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya dan Yahukimo di provinsi Papua, serta kabupaten Maybrat di provinsi Papua Barat.

Berbagai kasus kekerasan yang dilakukan aparat keamanan di Papua termasuk kasus penembakan demonstran penolak pemekaran Papua di Yahukimo, pembunuhan dan mutilasi warga Nduga di kabupaten Mimika, penembakan warga sipil di Dogiyai oleh anggota polisi, penganiayaan yang menewaskan warga sipil di Mappi serta penembakan warga warga sipil 26 orang luka-luka dan 11 orang lainnya meninggal dunia di Wamena.

Termasuk juga kasus penyerangan terhadap pekerja jalan trans Papua di kabupaten Teluk Bintuni.

“KNPB atas nama kemanusiaan menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas korban warga sipil yang terus berjatuhan di Tanah Papua,” ucapnya.

Baca Juga:  Dewan Pers Membentuk Tim Seleksi Komite Perpres Publisher Rights

Dalam aksi mengemuka penilaian bahwa kekerasan di Tanah Papua terkesan dipelihara oleh negara yang seakan tidak pernah peduli terhadap masalah kemanusiaan hingga hari ini. Padahal korban terus berjatuhan, baik dari pihak rakyat sipil orang asli Papua, non Papua, TNI/Polri, maupun TPNPB.

“Apapun kepentingannya, nilai manusia harus dijunjung tinggi di muka bumi ini,” orasi KNPB.

Aksi demonstrasi di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Sulawesi Utara, Senin (6/3/2023), mendesak negara segera mencari solusi penyelesaian konflik berdarah di Tanah Papua. (Dok. KNPB Konsulat Indonesia)

Selama ini KNPB selalu menyampaikan desakan agar pemerintah menghentikan pengiriman militer, menghentikan kekerasan, dan melakukan gencatan senjata antara TPNPB dengan TNI/Polri di Papua.

“Kami mendorong perundingan politik untuk mencari solusi alternatif. Tetapi sampai saat ini negara tidak merespons, selalu mengabaikan permintaan kami. Padahal itu bukan hanya dari KNPB saja, tetapi semua pihak menyampaikan permintaan yang sama,” tegasnya dalam orasi politik.

Mahasiswa menilai kasus kekerasan di Papua terus terjadi, tetapi negara hanya fokus mengurus pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan politik. Persoalan kemanusiaan terus menerus diabaikan.

Salah satu orator bahkan menyoroti pengiriman militer ke Papua bukanlah solusi tepat. Sebaliknya, hal itu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan, justru akan terus menambah masalah semakin rumit dan berdampak terhadap rakyat sipil.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Sulut Akan Gelar Aksi Damai Peringati Hari Aneksasi

“Korban penembakan di Wamena tanggal 23 Februari kemarin itu juga akibat kesalahan pemerintah Indonesia sendiri yang terus mengirim militer organik dan non organik ke seluruh Papua tanpa mau menyelesaikan akar konflik. Warga sipil dan tenaga kerja di Papua menjadi korban terus menerus. Negara harus bertanggungjawab atas korban sipil yang terus terjadi dari tahun ke tahun,” tandasnya.

Para prinsipnya KNPB terus mendorong dilakukan perundingan politik untuk mengakhiri konflik di Tanah Papua. Perundingan harus melibatkan semua pihak yakni TPNPB, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), juga semua organisasi perjuangan sipil di Papua.

“Pemerintah juga harus segera menarik semua militer dari Papua, dan melakukan gencatan senjata antara TPNPB dan TNI/Polri. Segera buka ruang demokrasi bagi rakyat Papua, dan berikan kebebasan untuk hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua,” ujar David Faluk, penanggungjawab KNPB Konsulat Indonesia.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

0
“Jika kelas jauh ini tidak aktif maka anak-anak harus menyeberang lautan ke distrik Salawati Tengah dengan perahu. Yang jelas tetap kami laporkan masalah ini sehingga anak-anak di kampung Sakarum tidak menjadi korban,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.