19.426 Hektar Hutan Papua Hilang Untuk Kebun Sawit

0
1163
Contoh kebun sawit milik perusahaan PT Permata Putra Mandiri di Kais, kabupaten Sorong Selatan. (Maria Baru - SP)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Yayasan Pusaka Bentala Rakyat merilis fakta terbaru, hutan Papua kehilangan 413 hektar hanya dalam dua bulan saja, Januari hingga Februari 2023. Ini diduga kuat akibat kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Proyek sawit turut berkontribusi besar dalam penggundulan hutan Papua. Selain aktivitas bisnis pembalakan kayu yang masif selama ini.

Berdasarkan data lapangan, diketahui tiga perusahaan sawit: PT Inti Kebun Sejahtera dan PT Inti Kebun Sawit di kabupaten Sorong, serta PT Subur Karunia Raya di kabupaten Teluk Bintuni, telah melakukan deforestasi mengerikan. Mirisnya, tiga perusahan itu izin konsesinya telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), tetapi masih tetap beraktivitas hingga kini.

“Sesuai dengan catatan akhir tahun kami pada tahun 2022, terpantau deforestasi di Papua seluas 19.426 hektar. Itu seluruhnya berasal dari aktivitas bisnis pembalakan kayu dan perkebunan kelapa sawit,” kata Franky Samperante, direktur eksekutif Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, melalui press release ke suarapapua.com, Selasa (21/3/2023).

Siaran pers dibuat sebagai catatan khusus pada Hari Hutan Sedunia, 21 Maret 2023.

ads
Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

Dibeberkan, hingga hari ini terus terjadi pengrusakan dan penggundulan hutan di Indonesia, termasuk di Tanah Papua, oleh karena kepentingan bisnis komersial hasil hutan kayu dan lahan usaha perkebunan.

“Deforestasi di Papua berpotensi bertambah luas seiring dengan adanya rencana pemberian izin baru, perluasan areal usaha perkebunan kelapa sawit, serta hutan tanaman industri, penegakan hukum yang lemah dan kebijakan pengembangan daerah otonom baru,” jelasnya.

Keberadaan hutan bukan hanya kayu dan sumber lahan untuk komoditi komersial saja, melainkan memiliki keragaman fungsi ekologi, sosial budaya, ekonomi, dan sebagainya, yang seharusnya ditata dan dikelola secara lengkap memadai.

“Masyarakat adat Papua yang hidup di sekitar dan dalam kawasan hutan mempunyai kemampuan pengalaman, norma dan pengetahuan yang diwariskan untuk mengelola dan memanfaatkan hutan adat.”

Karena itu, Franky berharap, pemerintah harusnya mengakui, menghormati dan melindungi keberadaan pengetahuan dan hak-hak masyarakat adat untuk menguasai, mengatur, mengelola dan memanfaatkan hutan adat, dengan menghasilkan dan menjalankan kebijakan peraturan dan program bagi masyarakat adat dan pengelolaan hutan adat yang adil dan berkelanjutan.

Baca Juga:  Aksi di Dua Tempat, Pleno Suara Kabupaten Tambrauw Sempat Ricuh

“Pemerintah diminta segera melakukan penertiban dan upaya penegakan hukum secara sungguh-sungguh dan kuat atas izin-izin perusahaan yang telah dicabut izin konsesi di kawasan hutan,” ujarnya.

Hal tersebut seturut kebijakan pemerintah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai perubahan iklim dan persetujuan Paris yang diantaranya mewajibkan negara mengambil upaya-upaya pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah atau meminimalisir penyebab perubahan iklim dan mitigasi dampak buruk yang dihasilkan dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

Selain itu, Menteri LHK telah menetapkan keputusan dengan nomor SK.168/MENLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang rencana operasi Indonesia’s Forest and Other Land Use Net Carbon Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim. Hal itu bertujuan mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan.

Yayasan Pusaka mencatat faktanya justru berbeda. Paradigma dan praktik pembangunan pemanfaatan hasil hutan sebagai komoditi komersial telah menghancurkan dan menghilangkan hutan dalam skala luas, menimbulkan bencana ekologi, perubahan iklim, serta menyingkirkan masyarakat adat yang berdiam di sekitar kawasan hutan atas sumber kehidupannya.

Baca Juga:  Ruang Panggung HAM Harus Dihidupkan di Wilayah Sorong Raya

“Bahkan hingga terjadi konflik kekerasan dan pelanggaran HAM.”

Dalam lampiran putusan SK Menteri LHK nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdaftar 48 perusahaan konsesi kehutanan yang dilakukan pencabutan izin dengan luas konsesi 1.063.100 hektar.

Menurut Pusaka, sejauh ini belum ada informasi yang disampaikan tentang evaluasi, penegakan hukum maupun pemberian sanksi atas perusahaan-perusahaan itu.

“Justru ditemukan adanya upaya pemberian izin baru dalam kasus PT Sorong Global Lestari di kabupaten Sorong, dan aktivitas penggundulan hutan untuk perluasan areal perkebunan kelapa sawit,” kata Franky.

Di hari penting ini, Pusaka mendesak negara dan korporasi untuk menghormati sekaligus melindungi keberadaan dan aktivitas pembela HAM lingkungan, mereka yang berjuang di akar rumput dan di garis depan penjaga hutan, maupun aktivis yang membela dan memperjuangkan HAM dan lingkungan.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaPolda Papua Tambah Personel ke Dekai, Begini Harapan Bupati Yahukimo
Artikel berikutnyaWamena Kami Telah Banyak Berubah (1)