Tanah PapuaLa PagoLokasi Kantor Gubernur Belum Final, Tiga Aliansi Suku Hubula Minta Dialog Terbuka

Lokasi Kantor Gubernur Belum Final, Tiga Aliansi Suku Hubula Minta Dialog Terbuka

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat tiga aliansi suku Hubula butuh dukungan semua komponen suku di Lapago untuk mendesak pemerintah provinsi Papua Pegunungan agar membuka diri untuk kembali duduk berdialog terbuka dengan seluruh elemen masyarakat tiga aliansi terkait lokasi penempatan kantor gubernur.

Hal tersebut disampaikan Benyamin Lagowan, koordinator Lintas Tiga Aliansi Distrik Wouma, Welesi dan Assolokobal di Jayapura, beberapa waktu lalu.

“Kami butuh dukungan dari seluruh masyarakat suku-suku kerabat di Lapago yang lahir besar dan merupakan saudara kandung kami yaitu kawan-kawan masyarakat adat suku Yali, Lanny, Nduga, Walak, Mek, non Papua, orang barat (Eropa) dan Asia lainnya yang hingga kini berada di Balim Wamena Jayawijaya,” tulis Lagowan.

Karena menurut Lagowan, kenyataannya, hingga saat ini belum ada kejelasan dan sosialisasi dari Pemprov Papua Pegunungan terhadap semua elemen masyarakat adat tiga aliansi dan lainnya terkait status tanah dan batas wilayah yang akan dijadikan area perkantoran.

Baca Juga:  PT Eya Aviation Indonesia Layani Penerbangan Subsidi Wamena-Tolikara

“Namun diam-diam ada kunjungan privat dari otoritas keamanan negara diantaranya Dandim 1702 Wamena dan Kapolres Jayawijaya ke lokasi diikuti juga tim kementerian PUPR, Selasa (4/4/2023), untuk melakukan pengukuran dan pengambilan gambar lokasi penempatan kantor gubernur dan perkantoran lainnya,” kata Lagowan.

Kenyataannya, kata Benyamin, mengenai pemilihan, penyerahan dan keputusan lokasi penempatan kantor gubernur provinsi Papua Pegunungan belum disepakati antar semua elemen anggota kelompok masyarakat tiga aliansi, baik yang ada di Wamena maupun luar Wamena.

“Antara yang tua dan muda, antar seluruh pemangku adat dan intelektual, antar otoritas denominasi gereja dan serluruh umat, antar suku kerabat, petani penggarap dan tuan tanah tidak dilibatkan sama sekali,” bebernya.

Mewakili masyarakat tiga aliansi suku Hubula Welesi, Wouma dan Assolokobal, ia menginginkan semua pihak dihadirkan dan didengar pandangan mereka karena merekalah yang paling tidak, akan terancam kena dampak atas ambisi penempatan lokasi kantor pemerintah itu.

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Yahukimo Dibatalkan KPU Provinsi Karena Masih Bermasalah

“Bukan sekelompok kecil elit yang sudah tidak pernah lagi berkebun, mengolah tanah dan hidup dengan bergantung dari hasil olah tanah itu. Karena mendengar mereka masih terjadi pro dan kontra karena ada perbedaan pandangan tertentu di internal masyarakat tiga aliansi dan sekitarnya. Sehingga pemerintah provinsi Papua Pegunungan mestinya perlu harus kembali mengadakan audiensi ulang mengenai status wilayah itu agar diputuskan secara komprehensif, transparan dan demokratis dalam musyawarah,” tegas Lagowan.

Kata Lagowan, dengan kesadaran kritis bahwa apapun yang akan terjadi di Uelesi, Wouma dan Assolokobal dan masyarakat Hubula umumnya, tentang status atas tanah adat yang akan diputuskan, di kemudian hari tentu akan menjadi patokan (rule model) atau rujukan bagi daerah lain di Lapago.

“Kami memohon dukungan, simpati dan solidaritas dengan keterlibatan aktif dalam aksi-aksi yang akan kami lakukan beberapa waktu ke depan. Harapannya kita dapat menjaga dan melindungi tanah adat yang tersisa, yang adalah mama kita, harta kekayaan warisan leluhur satu-satunya ini,” kata Lagowan.

Baca Juga:  Pj Bupati Lanny Jaya Dituntut Kembalikan Tendien Wenda ke Jabatan Definitif

Sebelumnya, pengesahan lokasi pembangunan di Welesi menuai kritik tokoh masyarakat asal Papua Pegunungan Paskalis Kosay. Ia mempertanyakan apa dasar pertimbangan pemerintah provinsi Papua Pegunungan memilih lokasi Welesi yang masih bersengketa sebagai lokasi pembangunan gedung kantor gubernur Papua Pegunungan.

“Penempatan lokasi pembangunan kantor gubernur Papua Pegunungan tidak strategis. Letaknya (di Welesi) terlalu di bawah kaki gunung, sulit untuk pengembangan kota ke depan,” ujar Paskalis.

Padahal, ujar Paskalis, bila ditinjau dari berbagai aspek daerah Welesi sangat kurang memadai, sempit, dan merupakan lokasi tempat masyarakat lokal berkebun dan sering terjadi sengketa kepemilikan antara masyarakat Welesi dengan masyarakat Wouma.

Pewarta: Agus Pabika

Terkini

Populer Minggu Ini:

61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

0
“Kami mendesak tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua dan hentikan operasi militer di atas tanah Papua. Cabut undang-undang Omnibus law, buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya ke tanah Papua,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.