Tanah PapuaDomberaiPesan Pater Mathias Ohoilean Usai Lantik BPH PKJ Sorong Raya

Pesan Pater Mathias Ohoilean Usai Lantik BPH PKJ Sorong Raya

SORONG, SUARAPAPUA.com — Persekutuan Katolik Jayawijaya (PKJ) se-Sorong Raya diharapkan membawa garam dan terang di wilayah Kilometer 10, khususnya stasi Santo Yoseph Freinademetz, kota Sorong, setelah badan pengurus harian (BPH) PKJ dilantik.

Pesan tersebut disampaikan Pater Mathias Alex Ohoilean, SVD, kepada BPH PKJ periode 2023-2025 usai pelantikan dan pengukuhan, Jumat (14/4/2023) lalu. Acara berlangsung sederhana, tetapi meriah.

Pater Mathias mengemukakan pesan itu dalam sambutannya lantaran banyak stigma dari luar bahwa Km 10 masuk wilayah merah yang menakutkan.

Untuk menepis segala bentuk stigma negatif dari luar, Pastor Pembina ini berharap, PKJ menjadi organisasi keagamaan yang bisa bersinergi dan berkolaborasi bersama pemerintah dan masyarakat setempat untuk melakukan hal-hal positif bagi semua kalangan.

“Saya senang dengan adanya PKJ. Tadi telah dikukuhkan dalam berkat Tuhan untuk melayani sesama. Banyak orang di luar yang takut masuk ke sini. Katanya wilayah ini menakutkan dan daerah merah. Saya berharap, teman-teman bisa tumbuh dalam pribadi yang baik untuk melayani sesama dan Tuhan. Bisa membangun sinergitas dan kolaborasi bersama gereja lain, pemerintah dan masyarakat untuk mendorong aktivitas positif agar menepis stigma negatif itu,” tuturnya.

Baca Juga:  Saksi Beda Pendapat, KPU PDB Sahkan Pleno Rekapitulasi KPU Tambrauw

Pastor Paroki Santo Arnoldus Janssen, Malanu, kota Sorong, itu berpesan, misi Yesus harus dinyatakan umatNya melalui wadah PKJ di tengah masyarakat yang heterogen.

“Bawa misi mulia dari Yesus Kristus dan lakukanlah melalui program-program yang dapat dirasakan semua pihak di wilayah ini,” pinta Pater Ohoilean.

Sementara itu, Hery Daby, ketua terpilih, dalam sambutannya, menceritakan cikal bakal terbentuknya PKJ.

Kata Herry Daby, PKJ lahir dari serangkaian diskusi diantara anak-anak muda Jayawijaya yang mengenyam pendidikan di kabupaten dan kota Sorong. Puncaknya, 11 Mei 2020 lahir satu wadah bernama PJK. Sesudahnya belum pernah dikukuhkan.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Setelah pengurus PKJ resmi dilantik 14 April 2023, ia tak ucapkan terimakasih kepada semua dukungan dari berbagai individu dan lembaga, seperti Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, Paroki Gereja Kristus Raja, dan lainnya.

Daby pun menghendaki PKJ menjadi wadah yang mampu membangun kebersamaan diantara orang tua, mahasiswa, anak muda, serta gereja untuk menciptakan relasi harmonis buat sesama umat Tuhan.

“PKJ punya visi, misi, dan landasan. PKJ hadir dari diskusi ke diskusi dan kami merasa penting untuk ada wadah ini, sehingga 11 Mei 2020 diadakan musyawarah dan hari ini dilantik. Walapun tempat kami dicap tempat merah, tetapi kami ada di sini untuk semua orang dan Tanah Papua,” tutur Hery.

Baca Juga:  12 Parpol Desak KPU PBD Tunda Hasil Pemilu Raja Ampat

Sebagai kelompok kategorial, PKJ dalam aktivitas pembinaan rohani dan program kerja nanti menurutnya, akan perjuangkan semaksimal mungkin untuk menepis stigma negatif yang kerapkali melekat dengan kawasan KM 10 kota Sorong.

Dalam rangka itulah PKJ Sorong Raya mengusung motto organisasinya dalam bahasa daerah: “Niniwe Dapukhogon Akorem Dogolik Awene Etnogo Hagari Klagarouwok”. Artinya, sambil berjaga-jaga mewarisi kebaikan dan melakukan firmanNya dalam kebersamaan.

Dalam seluruh perayaan misa hingga puncak pengukuhan dan sesudahnya diwarnai dengan aneka tarian dan lagu-lagu rohani berbahasa daerah dari wilayah Lembah Balim sekitarnya, yakni suku Hubula, Dani, Walak, Lani, dan Ngalum.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.