Hari ini, Senin (1/5/2023), KNPB memperingati hari aneksasi West Papua ke dalam bingkai NKRI. (Ardi Byage -SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Bertempat di salah satu asrama mahasiswa di kota Jayapura, Senin (1/5/2023) siang, Badan Pengurus Pusat (BPP) Komite Nasional Papua Barat (KNPB) memperingati 1 Mei sebagai hari aneksasi West Papua ke pangkuan Indonesia.

“Kami punya tema besar hari ini adalah 60 tahun pendudukan ilegal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di West Papua sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang. Indonesia selaku mandataris atau perwalian PPB agar segera menggelar referendum yang damai dan demokratis di bawah pengawasan PBB,” ujar Warpo Wetipo sebelum membacakan pernyataan sikap KNPB.

Ketua 1 KNPB ini menyatakan, tanggal 1 Mei 1963 adalah dimana rakyat Papua dipaksakan untuk bergabung, bukan orang Papua yang memilih bergabung.

“Klaim Indonesia bahwa 1 Mei adalah hari integrasi itu tidak benar. Rakyat bangsa Papua tidak pernah bergabung dengan Indonesia. Itu hasil pemaksaan. Pencaplokan. Aneksasi. Maka, pada hari ini, kami pengurus KNPB 23 wilayah dan dua konsulat luar negeri terutama Indonesia dengan Timor Leste menegaskan bahwa Indonesia ada di atas tanah Papua adalah ilegal. Dan kami menyerukan agar ada solusi damai,” tegasnya.

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Sementara itu, Weko Kogeya, pengurus KNPB Numbay, menyatakan, fakta tragis masa lalu sejak 1962 dengan paksa Indonesia mencaplok seluruh West Papua yang membuat hingga hari ini tidak pernah aman dan darah terus mengalir. Apalagi di beberapa daerah masih terjadi konflik bersenjata dengan menelan korban warga sipil.

ads

“Indonesia maksudkan hari integrasi itu menurut bangsa Papua ilegal. Akibat dari itulah yang membuat rakyat Papua terus menerus mengalami malapetaka sangat besar. Pencaplokan Papua dilanjutkan dengan PEPERA 1963 merupakan upaya paksa dibawah tekanan militer Indonesia. Tanggal 1 Mei adalah hari aneksasi, bukan hari integrasi,” ujar Weko tegas.

Sikap KNPB

Dalam rangka hari aneksasi Papua, KNPB menyampaikan beberapa pernyataan tegas:

West Papua masih merupakan wilayah tidak berpemerintahan sendiri (Non-Self Governing Territory), sehingga Indonesia tidak memiliki hak hukum ataupun moral untuk mengklaim kedaulatan atas West Papua.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

1 Mei 1963, Indonesia menerima mandat PBB untuk mewujudkan hak penentuan nasib sendiri bagi Papua yang telah terdaftar dalam dekolonisasi PBB. Bukan hari transfer kedaulatan ataupun hari integrasi. Ini suatu pembodohan dan penipuan yang diulang-ulang Indonesia untuk menduduki dan melanjutkan penjajahan di West Papua.

Fakta membuktikan bahwa Indonesia gagal melaksanakan mandat PBB karena rekayasa PEPERA tahun 1969. Hanya 1.025 orang Papua (0,02% penduduk) dipaksa dibawah todongan senjata untuk memilih integrasi. Sementara suara 900.000 orang Papua saat itu dipasung tidak memilih. Indonesia beralasan geografis dan penduduk Papua paling primitif dan terbelakang di dunia.

KNPB menegaskan bahwa alasan primitif sudah dilarang dalam Resolusi 1514 (XV) alinea ketiga yang menyebutkan soal ketidaksiapan politik, ekonomi, sosial dan pendidikan tidak bisa digunakan sebagai alasan untuk menunda kemerdekaan suatu bangsa. Alasan Indonesia justru melanggar deklarasi itu, untuk yang menjadi bukti PEPERA 1969 cacat demokrasi, hukum, dan HAM universal.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Akibatnya, genap 60 tahun rakyat bangsa Papua eksis berjuang melawan pendudukan ilegal Indonesia di tanah air Papua. Bangsa Papua telah konsisten menolak tawaran Otonomi Khusus (Otsus), pemekaran wilayah, eksploitasi SDA, pemukiman pendatang (settler colonialism) dan militerisme yang menyebabkan genosida, etnosida dan ekosida secara masif.

Upaya menutupi status ilegalitas dengan invasi militer besar-besaran selama puluhan tahun hingga kini merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran hukum internasional. Maka, kami menyerukan agar hentikan semua aktivitas kolonial, kapitalis dan militer. Segera menempuh jalan negosiasi damai demi memenuhi mandat PBB bagi terpenuhinya hak penentuan nasib sendiri bagi West Papua.

Dengan dasar hukum internasional, KNPB konsisten menawarkan Indonesia selaku mandataris atau perwalian PBB menggelar referendum yang damai dan demokratis di bawah pengawasan PBB. Untuk itu, PBB harus bertanggungjawab atas pengabaian proses dekolonisasi West Papua.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaPemerintah Indonesia Tidak Punya Komitmen Lindungi Buruh di Papua
Artikel berikutnyaHari Buruh Momentum Melihat Kejahatan Ketenagakerjaan PT Freeport