Ikatan Mahasiswa Papua (IMP) ) di Sumatera Utara usai memperingati 60 tahun aneksasi West Papua. (Ist)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Indonesia tidak bisa klaim 1 Mei sebagai integrasi Papua. Bersamaan hari buruh, 1 Mei merupakan hari aneksasi, pencaplokan wilayah dan hak kemerdekaan bangsa Papua.

Demikian antara lain pernyataan mahasiswa Papua di rantauan. Ikatan Mahasiswa Papua (IMP) di Sumatera Utara (Sumut) menegaskan, 1 Mei bagi rakyat Papua adalah hari aneksasi Papua ke dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu dibeberkan dalam pernyataan tertulis yang juga dikirim ke suarapapua.com, Rabu (3/5/2023), setelah mahasiswa Papua di Sumut memperingati 60 tahun hari aneksasi West Papua ke dalam NKRI.

“Setiap tahun tanggal 1 Mei tiba selalu menimbulkan kontroversi pandangan rakyat Papua dengan pemerintah Indonesia, menimbulkan dua versi yang bertolak belakang,” kata Arnol Alua, ketua IMP Sumatera Utara.

Ditulisnya, tanggal 1 Mei menurut Indonesia adalah hari integrasi Papua ke NKRI. Sementara orang Papua menganggap 1 Mei adalah hari aneksasi atau pencaplokan West Papua sebagai negara merdeka.

ads

“Tanggal 1 Mei merupakan hari aneksasi Papua, selain hari buruh memperjuangkan haknya. Kami mengingatkan semua pihak harus mengetahui bahwa 1 Mei 1963 merupakan hari Indonesia melakukan aneksasi atau pengambilan dengan paksa wilayah Papua Barat. Dalam momentum ini lebih mengkritisi kebijakan pendekatan militer di Tanah papua,” urainya.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Arnol mengungkapkan selama ini tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM merupakan persoalan karena melibatkan aparat keamanan di Tanah Papua. Sampai sekarang tidak pernah memproses para pelakunya. Karena itu, mahasiswa mendesak penegakkan hukum untuk memutus mata rantai demi mencegah berulangnya kekerasan aparat keamanan terhadap masyarakat sipil di seluruh Papua.

“Pendekatan militeristik di Tanah Papua harus dievaluasi segera. Evaluasinya bisa dilakukan dengan upaya penataan ulang terhadap gelar pasukan bersenjata dalam jumlah besar ke Papua. Selama ini ada indikasi bahwa peningkatan jumlah pasukan yang semakin tidak proporsional terus dijalankan diikuti pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar semakin masif terjadi di Tanah Papua,” kata Alua.

Mahasiswa menilai dari sisi legalitas dan akuntabilitas, pelibatan TNI dalam penanganan Papua memiliki banyak persoalan yang tidak sejalan dengan Undang-Undang (UU) nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Pada Pasal 7 ayat (3) UU TNI menegaskan pelaksanaan operasi militer selain perang  oleh TNI, dalam hal ini penanganan separatisme dan perbantuan terhadap kepolisian, harus didasarkan pada keputusan politik negara atau keputusan yang dikonsultasikan kepada DPR RI.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

“Kami mencatat hingga saat ini pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis terkait dengan pengerahan pasukan TNI ke Papua. Dengan demikian, dari sisi hukum, pelibatan militer tersebut dapat dikatakan ilegal,” tegas Arnol.

Dalam peringatan tersebut, Aprianus Miagoni, koordinator peringatan hari aneksasi West Papua, menyatakan, sekarang Papua ditetapkan sebagai daerah operasi siaga tempur itu buntut dari aksi penyanderaan pilot dan penyerangan oleh TPNPB pimpinan Egianus Kogeya di Ndugama.

“Operasi siaga tempur merupakan kebijakan yang akan terus memproduksi spiral kekerasan. Jika itu pilihan kebijakan yang akan ditempuh, maka kami Ikatan Mahasiswa Sumut (IMP) mendesak agar rencana itu dibatalkan,” kata Aprianus.

Melkius Holago, ketua Komunitas Mahasiswa Papua se-Sumatera menegaskan, genosida perlahan terhadap ratusan ribu warga Papua terjadi pasca West Papua digabungkan dengan Indonesia.

“Bersamaan juga diskriminasi rasial, eksploitasi alam secara masif, pemenjaraan aktivis, penculikan, hingga penghilangan paksa terjadi. Pelakunya tidak lain adalah aparat keamanan bersama aparatus sipil yang mendukung kebijakan politik kolonial yang tidak mungkin bisa bertahan dalam waktu lama tanpa adanya dukungan dari kekuatan modal internasional,” tegasnya.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

Berkenaan dengan itu, berikut tuntutan IMP Sumut kepada pemerintah Indonesia:

1. Mendesak pemerintah Indonesia segera memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri.

2. Pemerintah Indonesia segera menarik personel TNI dan Polri dari seluruh Papua sebagai syarat damai.

3. Meminta pemerintah Indonesia segera membuka lebar dan menjamin kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi, dan berpendapat bagi warga Papua Barat. Dalam hal ini juga membuka akses jurnalis independen ke Papua Barat.

4. Pepera yang dilakukan sepihak oleh Indonesia diminta untuk segera ditinjau kembali dengan wajib melibatkan orang Papua agar mendapatkan mufakat bersama.

5. Menuntut Panglima TNI segera mencabut kembali perintah operasi siaga tempur di Tanah Papua.

6. Mendesak untuk segera tutup PT Freeport Indonesia dari Tanah Papua.

7. Hentikan pengiriman pasukan ke Tanah Papua.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaPengunjung Bhulem Mokho Diajak Jaga Kebersihan, Juga Tidak Miras
Artikel berikutnyaSatu Pasukan Khusus TPNPB Kodap XVI Yahukimo Meninggal Dunia