PartnersDekolonisasi Kaledonia Baru Harus Dilanjutkan

Dekolonisasi Kaledonia Baru Harus Dilanjutkan

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Victor Tutugoro, seorang veteran pejuang kemerdekaan Kaledonia Baru mengatakan proses dekolonisasi wilayah tersebut harus dilanjutkan.

Sebagai salah satu yang ikut menandatangini perjanjian Noumea atau Noumea Accord, Tutugoro menyatakan dekolonisasi dianggap dapat mengembalikan ketenangan dan ketentraman di wilayah tersebut. Tidak boleh dibuang begitu saja.

“Menulis ulang halaman kosong, menghapus semua yang ada di atas meja itu berbahaya. Hal ini akan membawa negara ini ke dalam bencana,” kata Turugoro.

Setelah kekerasan pada tahun 1980-an, kesepakatan antara pihak pro dan anti-kemerdekaan serta pemerintah Prancis memperkuat konsensus untuk pendekatan damai terhadap klaim penentuan nasib sendiri oleh orang Kanak.

Proses emansipasi yang diusulkan selama 20 tahun dari perjanjian ini diakhiri dengan tiga referendum antara tahun 2018 dan 2021, dan menghasilkan tiga kali penolakan untuk kedaulatan penuh.

Namun, pemungutan suara ketiga dan terakhir pada tahun 2021 tidak diterima oleh orang Kanak karena dianggap bahwa Prancis memaksa melakukan pemungutan suara dalam masa Covid-19.

Dengan populasi Kanak yang terpukul oleh pandemi Covid-19, partai-partai pro-kemerdekaan melobi Prancis untuk menunda pemungutan suara, tetapi Paris tetap menolak, yang memicu pemboikotan pemungutan suara tersebut.

Lebih dari 96 persen memilih menentang kemerdekaan tetapi kurang dari setengah pemilih memberikan suara.

Hanya sedikit orang Kanak yang memberikan suara dan sebagai presiden Kongres Kaledonia Baru dan penandatangan Perjanjian Noumea, Roch Wamtyan mencatat bahwa pemungutan suara tersebut meleset dari tujuan yang seharusnya, yaitu mengenai orang-rang Kanak, yang dijajah sejak tahun 1853.

“Ini adalah sebuah parodi. Ini bukan referendum yang menyangkut orang Kanak,” kata Wamtyan.

Partai-partai anti-kemerdekaan memuji kemenangan referendum dan Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyambut baik hasil tersebut, dengan mengatakan “Prancis menjadi lebih indah karena Kaledonia Baru memutuskan untuk tetap menjadi bagian dari Prancis”.

Macron mengatakan bahwa proyek bersama yang baru harus dibangun dengan tetap mengakui dan menghormati martabat setiap orang.

Baca Juga:  Pemimpin Pasifik Menantikan Penguatan Hubungan Dengan AS Setelah Kemenangan Trump

Perjanjian ini menetapkan bahwa dalam kasus tiga suara ‘tidak’, mitra politik akan bertemu untuk memeriksa situasi yang muncul.

Jalan ke depan masih kabur karena kedua belah pihak memiliki posisi yang tidak sejalan.

Ada ketidaksepakatan mengenai apakah proses tersebut telah sampai pada kesimpulannya dan ada ketidaksepakatan mengenai apakah ketentuan-ketentuan Perjanjian Noumea yang sekarang diabadikan dalam konstitusi Prancis untuk tidak dapat diubah.

Seperti yang dicatat oleh profesor hukum Noumea, Mathias Chauchat, tahun lalu dimana, “terdapat kontradiksi antara pembatalan dan ketidakberlakuan Kesepakatan Noumea. Kedua konsep tersebut tidak dapat dibuat untuk hidup berdampingan”.

“Entah Kesepakatan itu batal atau tidak dapat diubah,” tukas Chauchat.

Tutugoro mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Kesepakatan harus terus dilaksanakan.

Ia mengatakan bahwa penyeimbangan kembali di dalam wilayah yang dijelaskan dalam perjanjian tersebut belum selesai. Dimana seseroang di provinsi bagian Utara tidak dapat melakukan apa yang tidak dilakukan dalam 30 tahun yang belum pernah dilakukan selama lebih dari 100 tahun.

“Seharusnya orang-orang Kanak, dan mereka yang telah kami berikan hak dekolonisasi [komunitas Kaledonia Baru lainnya] untuk menjalankan negara saat ini. Tapi kami masih jauh dari itu. Banyak keputusan dibuat di kalangan kementerian atau dalam lingkungan yang tidak dapat diakses,” katanya.

Orang Kaledinoa Baru. (AFP)

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa adalah sebuah kesalahan “untuk mempercayai para penandatangan tertentu. Kesepakatan ini menjadi seperti sekarang ini karena beberapa orang tidak menepati janji mereka dan di sini, kata itu suci.”

Akankah Paris mengubah daftar provinsi?
Sebuah isu yang diperdebatkan yang berasal dari Kesepakatan Noumea adalah susunan daftar yang digunakan dalam pemilihan provinsi, yang memilih majelis provinsi yang pada gilirannya membentuk Kongres.

Atas desakan partai-partai pro-kemerdekaan, disepakati bahwa untuk memenuhi syarat untuk memilih, seseorang haruslah penduduk asli Kanak atau penduduk Kaledonia sejak tahun 1998.

Baca Juga:  Pembicaraan di Jakarta Membuka Pintu Bagi Pembangunan Vanuatu

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menetapkan parameter kewarganegaraan Kaledonia Baru.

Partai-partai anti-kemerdekaan mengatakan bahwa berdasarkan hasil referendum, Kaledonia Baru harus diselaraskan dengan Prancis dan pembatasannya dilonggarkan.

Mereka mengatakan bahwa daftar yang dibatasi sudah tidak dapat dipertahankan dan ingin Prancis membukanya untuk pemilihan umum tahun depan.

Sekitar 40.000 warga negara Prancis tidak dapat mengikuti pemilu provinsi, namun dapat ikut serta dalam pemilu parlemen dan presiden Prancis.

Seorang politisi terkemuka anti-kemerdekaan dan presiden Provinsi Selatan Kaledonia Baru, Sonia Backes, mengatakan bahwa ia akan berhenti dari posisinya di pemerintahan Prancis jika pemerintah Prancis gagal membuka daftar pemilih Kaledonia Baru.

Sebuah organisasi warga negara Prancis yang tidak memiliki hak pilih penuh di Kaledonia Baru menunjukkan bahwa prinsip dasar republik Prancis adalah bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama.

Menyadari kemungkinan implikasi dari Kesepakatan Noumea, pemerintah Prancis mencatat bahwa “pendaftaran pemilih yang terbatas dan tetap akan menimbulkan kesulitan sehubungan dengan komitmen internasional Prancis di bawah Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan di bawah Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia”.

Dua bulan lalu, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan bahwa pemilihan umum provinsi tahun 2024 tidak akan bisa mengikuti pemilihan umum tahun 1998.

Namun, ia belum mengumumkan perubahan apa yang direncanakan pemerintahnya dan bagaimana hal itu akan dilaksanakan.

Partai-partai pro-kemerdekaan yang bersatu di bawah payung FLNKS, terus menolak setiap saran perubahan.

Delegasi mereka di komite dekolonisasi PBB, Dimitri Qenegei mengatakan bahwa tahun lalu niat Prancis untuk membuka daftar pemilih merupakan senjata pamungkas untuk menenggelamkan orang-orang Kanak dan menjajah kembali Kaledonia Baru.

Orang Kanak, katanya, akan dibuat menghilang dari Kaledonia dan hal itu tidak akan diterima, yang pasti akan menimbulkan konflik.

Gilbert Tyuienon dari Caledonian Union mengatakan kepada La Premiere Kaledonia Baru pada akhir pekan lalu bahwa mendapatkan daftar terbatas itu adalah “ibu dari semua pertempuran” bagi suku Kanak dalam proses mencapai Kesepakatan Noumea 1998.

Baca Juga:  Paris Mengalihkan Perhatian Ke Kaledonia Baru Setelah Konflik yang Terjadi Belum Lama Ini

Bulan lalu, presiden Uni Daniel Goa memperingatkan bahwa jika Prancis mengubah daftar pemilih untuk pemilihan provinsi, akan ada risiko tidak akan pernah ada pemilihan.

Dia menambahkan bahwa kelangsungan hidup Kanak bergantung pada masalah ini.

Sebagai tanggapan, koalisi anti-kemerdekaan yang dipimpin oleh Backes, mengajukan pengaduan kepada jaksa penuntut Prancis atas dugaan penghasutan untuk melakukan kekerasan dan penghasutan.

Dalam membela Goa, Tyuienon mengatakan bahwa ia hanya  mengakui apa yang dipikirkan oleh para anggota partai.

Dia memperingatkan bahwa dialog [dengan Prancis] akan ditangguhkan jika Goa dibawa ke pengadilan.

Sejak referendum 2021 yang disengketakan, Uni Kaledonia tetap bersikeras bahwa diskusi apa pun haruslah diskusi bilateral antara penjajah dan rakyat yang dijajah.

Mereka bersikeras bahwa jadwal yang akan disajikan untuk pemulihan kedaulatan yang diambil pada tahun 1853.

Hanya setelah itu, katanya, mereka akan siap untuk mengadakan pembicaraan trilateral yang melibatkan pihak-pihak anti-kemerdekaan.

Pada minggu setelah referendum 2021, Paris mempresentasikan jadwal untuk proses pasca-referendum yang dimaksudkan untuk mencapai puncaknya pada referendum baru tentang undang-undang baru untuk wilayah tersebut pada bulan Juni tahun ini.

Akan tetapi, partai-partai pro-kemerdekaan, bagaimanapun juga telah menghilangkan momentum dari rencana Prancis tersebut.

Baru bulan lalu partai-partai pro-kemerdekaan menerima kontak tingkat atas dengan pemerintah Prancis untuk pertama kalinya sejak pemungutan suara tahun 2021.

Tidak ada kemajuan nyata menuju undang-undang baru apa pun, selain kesepakatan untuk melanjutkan pembicaraan pada bulan Juni ketika Menteri Dalam Negeri Prancis Darmanin akan kembali ke Noumea untuk kedua kalinya dalam tiga bulan.

Pemilu provinsi dijadwalkan pada Mei tahun depan, tetapi belum ada kepastian seperti apa hasilnya.

 

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.