Kuasa hukum pengugat dari marga Woro dan suku Awyu, tampak berdiri di hadapan hakim usai sidang, Kamis (27/7/2023). (Supplied for SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dalam sidang lanjutan tentang izin lingkungan hidup perusahaan sawit dari PT Indo Asiana Lestari (IAL) di Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Kamis (27/7/2023), dibeberkan bahwa prosesnya dari awal tidak melibatkan marga Woro dan suku Awyu.

Diuraikan dalam siaran pers, Jumat (28/7/2023), persidangan gugatan tersebut diajukan pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus ‘Franky’ Woro, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dan telah memasuki tahap mendengar keterangan saksi.

Sejak beberapa waktu sebelumnya, Franky Woro menggugat izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua untuk PT IAL.

Baca Juga:  Bangun RS Tak Harus Korbankan Warga Sekitar Sakit Akibat Banjir dan Kehilangan Tempat Tinggal

Dua orang saksi hadir dalam persidangan kali ini. Yakni Arief Rossi Ramadhan, ahli pemetaan partisipatif dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.

Arif menjelaskan proses pemetaan partisipatif untuk keperluan inventarisasi keanekaragaman hayati, dan untuk pengakuan wilayah adat yang diajukan ke bupati, yang dilakukan marga Woro dan suku Awyu.

ads

Kasimus Abe, saksi berikutnya, perwakilan masyarakat adat suku Awyu, mengaku adanya tekanan pada proses sosialisasi dan mediasi.

“Di persidangan sebelumnya pada tanggal 6 Juli lalu, kuasa hukum masyarakat Awyu mengajukan 50 dokumen dalam sidang pembuktian. Berkas-berkas tersebut membuktikan terjadinya kesalahan pemerintah provinsi Papua dalam menerbitkan izin lingkungan hidup untuk PT IAL yang tidak mengindahkan hak-hak masyarakat adat dan ancaman krisis iklim saat ini,” tulis Greenpeace.

Baca Juga:  Panglima TNI Bentuk Koops Habema Tangani Papua

Dalam persidangan itu pemerintah provinsi Papua dan PT IAL masing-masing mengajukan 29 dan 36 dokumen bukti dan beberapa bukti diantaranya sama pada persidangan sebelumnya.

Emanuel Gobay, kuasa hukum masyarakat Awyu mencatat, sejumlah bukti yang diajukan PT IAL justru menunjukkan bahwa masyarakat marga Woro tak dilibatkan dan menjadi korban dalam proses pengurusan izin lingkungan perusahaan sawit tersebut.

“Misalnya, tanah adat marga Woro disebut sebagai milik marga lain dalam peta marga yang diajukan PT IAL. Selain itu, PT IAL berdalih telah mengumumkan rencana aktivitas perusahaan lewat media cetak Harian Papua. Padahal, distribusi koran tersebut tidak sampai ke tempat marga Woro berdomisili. Terus, kantor media cetak itu juga sudah lama tidak beroperasi dan halaman webnya sudah tidak diperbaharui lagi,” beber Gobay.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

Jalannya persidangan tampak didukung Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Hutan dan Hak Masyarakat Adat (AMPERA MADA) Papua. Aliansi hadir memberikan dukungan dari luar ruang sidang.

Dalam aksi damai turut dibentangkan spanduk bertuliskan “Save Indigenous Papuan’s Forest”, “Cabut semua izin di tanah Awyu”, dan “Segera cabut SK Kepala DPMPTSP Papua nomor 82 tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup”. []

Artikel sebelumnyaMRP Terpilih Belum Dilantik, Begini Sikap Asosiasi Pendeta Indonesia
Artikel berikutnyaAngka Kematian di Yahukimo Meningkat, KNPB: Dalam Tiga Bulan 100 Orang