Baliho dan lilin saat memperingati empat orang korban rasisme 2019 lalu. (Dok. FIM WP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Forum Independen Mahasiswa West Papua (FIM WP) memperingati 4 tahun korban rasisme 2019 di Papua, dengan doa dan aksi pasang lilin, Sabtu (23/9/2023) di Manokwari, Papua Barat.

Aksi perkabungan digelar Komite Pimpinan Kota (KPK) FIM WP Mnukwar.

“Rasisme adalah bibit dari berbagai persoalan pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua.  Dengan prasangka rasisme terhadap orang Papua, kapitalis Amerika mendorong Indonesia merebut wilayah Papua dengan kekuatan dan kekerasan militer dan kejahatan politik melalui Pepera 1969,” ujar Roni Wamu, koordinator aksi pemasangan lilin.

Dibeberkan, rakyat Papua sudah lama mengalami kekerasan dan diskriminasi rasial sejak Indonesia menginjak kaki di Papua tahun 1961, hingga pelaksanaan Pepera 1969, dilanjutkan dengan operasi-operasi militer dalam upaya penumpasan TPNPB OPM pada 1969 sampai 2000, dan di masa Otonomi Khusus Papua tahun 2001-2020, rakyat Papua masih terus distigma dan menjadi korban kekerasan dan kejahatan negara, tanpa memberikan rasa keadilan atas berbagai kasus pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

“Rasisme merupakan pelanggaran hukum, namun di Indonesia, justru didukung oleh negara terutama aparat penegak  hukum. Dalam prakteknya kekerasan di Papua, rasisme selalu mewarnai dalam tindakan dan perkataan terhadap orang Papua. Lebih lagi, ikut menanam dan memupuk beni kekerasan dan rasialisme dengan bentuk milisi-milisi dan ormas untuk diperhadapkan dengan orang Papua,” tuturnya.

ads

Aita Jagani, ketua FIM WP mengatakan, aksi protes rakyat Papua di Jayapura, Manokwari, Sorong dan hampir semua kota di Tanah Papua atas ucapan rasial pada 2019 di Surabaya Jawa Timur, akhirnya melahirkan kekerasan berupa pengeroyokan dan penganiayaan terhadap mahasiswa Papua sebagai puncak dari kekerasan dan diskriminasi rasial terhadap rakyat Papua.

“Dalam aksi protes itu rakyat Papua mengalami kekerasan hingga pembunuhan oleh aparat dan ormas serta milisi-milisi bentukan militer di Papua. Ratusan orang ditangkap dan 57 dipenjarakan, mendapat diskriminasi dan ketidakadilan. Pada 23 September 2019, mahasiswa eksodus dari luar Papua dan mahasiswa Jayapura melakukan aksi menduduki auditorium Uncen Abepura, namun rektor Uncen bersama aparat keamanan memindahkan secara paksa para mahasiswa ke depan museum Ekspo Waena,” katanya.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Ketika tiba di Ekspo, kata Jagani, terjadi bentrokan yang berujung penangkapan, penculikan dan pembunuhan terhadap 1 pelajar dan 3 mahasiswa anti-rasisme.

Adapun yang menjadi korban adalah Oter Wenda (mahasiswa eksodus), Yerri Murib (mahasiswa eksodus), Hermanus Wesarek (pelajar), dan Ason Mujijau (mahasiswa Papua dan aktivis FIM-WP Pusat).

“Mereka empat adalah korban ujaran rasisme, korban nyawa saat melakukan aksi protes terhadap pemerintah Indonesia. Jadi, untuk mengenang jasa mereka yang korban kami melakukan pemasangan lilin ini. Dan merenungkan kembali rasisme yang sudah terjadi dan yang mungkin akan terjadi terhadap orang Papua,” ujar Jagani.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Pernyataan Sikap

  1. Rektor Uncen segera bertanggungjawab atas meninggalnya 1 pelajar dan 3 mahasiswa di Ekpo Waena, Jayapura, Papua.
  2. Pangdam dan Kapolda Papua segera bertanggungjawab atas penembakan terhadap 1 pelajar dan 3 mahasiswa.
  3. Presiden Joko Widodo segera usut tuntas tewasnya 1 pelajar dan 3 mahasiswa.
  4. Presiden RI, DPR dan MA segera menghapus Pasal Makar dan buka ruang demokrasi bagi rakyat Papua serta segera bebaskan seluruh Tahapan Politik (Tapol).
  5. Segera tarik militer organik dan non organik dari seluruh Tanah Papua dan hentikan pengiriman militer ke Tanah Papua.

Pernyataan sikap dibacakan di sela-sela doa perkabungan dan aksi pasang lilin yang digelar FIM WP Mnukwar. []

Artikel sebelumnya1.700 Anak Peringati Hari Aksara dengan Tabuh Tifa dan Bagi Telur
Artikel berikutnyaPimpinan Keuskupan Timika Tegaskan Tak Ada Utusan Agama Katolik di MRPT Periode Pertama