PolhukamDemokrasiKomitmen Selamatkan Kehidupan, Masyarakat Moi Salkma Tolak 5 Perusahaan

Komitmen Selamatkan Kehidupan, Masyarakat Moi Salkma Tolak 5 Perusahaan

SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat Moi sub suku Moi Salkma yang mendiami distrik Sayosa, Sayosa Timur, kabupaten Sorong dan distrik Wemak, Salkma, Foukor, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, menolak dengan tegas seluruh investasi di atas wilayah adat sub suku Moi Salkma.

Adapun perusahaan yang berencana akan beroperasi dan mendapatkan penolakan dari masyarakat adat Moi sub suku Moi Salkma yakni PT Mancaraya Agro Mandiri, PT Hutan Hijau Papua Barat (HHPB), PT Silinwangi, PT Sumber Rimba Abadi Unit II, PT Alas Tirta Kencana.

Menurut masyarakat adat Moi sub suku Salkma, kehadiran investasi di atas wilayah adat Salkma merupakan ancaman serius bagi kehidupan sosial dan berdampak pada hilangnya hutan serta sumber kehidupan.

“Kami menolak PT HHPB, PT Mancaraya Agro Mandiri, PT Silinwangi, PT Sumber Rimba Abadi Unit II, dan PT Alas Tirta Kencana untuk beroperasi di atas tanah adat kami sub suku Moi Salkma. Hutan di wilayah adat kami sub suku Salkma merupakan hutan terakhir bagi masyarakat adat suku Moi,” tegas Yordan Malamuk, pemuda adat dari distrik Sayosa, saat ditemui suarapapua.com di kampung Klamit, Senin (13/11/2023).

Yordan menjelaskan, dalam pertemuan yang berlangsung Minggu (12/11/2023) di kampung Klamit distrik Salkma antara pihak PT Sumber Rimba Abadi Unit II dan masyarakat adat untuk mendapatkan rekomendasi dari masyarakat yang akan dilanjutkan ke gubernur Papua Barat Daya selanjutnya akan diteruskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pihak perusahaan telah melakukan pembohongan publik.

Baca Juga:  12 Parpol Desak KPU PBD Tunda Hasil Pemilu Raja Ampat

“Dalam pertemuan itu pihak perusahaan hanya satu yang hadir yaitu PT Sumber Rimba Abadi Unit II  dan menjelaskan tujuan mereka. Sementara masyarakat diminta mengisi daftar hadir dua perusahaan yaitu PT Sumber Rimba Abadi Unit II dan PT Alas Tirta Kencana. Kami masyarakat adat Moi Salkma sudah tegas menolak semua investasi di tanah Salkma. Daftar hadir kami robek dan buang, perusahaan kami usir keluar,” ujarnya.

Pertemuan antara PT Sumber Rimba Abdadi Unit II dan masyarakat adat Moi Salkma di kantor kampung Klamit, Minggu (12/11/2023). (12/11/2023 (Reiner Brabar – Suara Papua)

Berdasarkan peraturan daerah kabupaten Sorong nomor 10 tahun 2017 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Moi di kabupaten Sorong dan peraturan daerah kabupaten Sorong Selatan nomor 03 tahun 2022, kata Yordan, masyarakat adat sub suku Moi Salkma berhak untuk menerima ataupun menolak setiap investasi ataupun program pemerintah yang masuk.

“Jika perusahaan terus dibiarkan masuk dan beroperasi, maka kami masyarakat adat sub suku Moi Salkma yang ada di dua wilayah pemerintahan ini akan kehilangan mata pencarian dan sumber pangan lokal, bahkan obat-obatan tradisional, karena hutan ini merupakan sumber kehidupan bagi kami masyarakat adat. Kami tegas menolak seluruh perusahaan yang sudah dan yang baru rencana beroperasi di tanah adat sub suku Moi Salkma,” tegas Yordan.

Malamuk menyatakan, masyarakat adat Moi sub suku Moi Salkma meminta pemerintah pusat, provinsi, daerah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT HHPB seluas 92.148 hektare dan PT Mancaraya Agro Mandiri seluas 97.529 hektare di wilayah pemerintahan kabupaten Sorong dan Sorong Selatan. Katanya, pemerintah keluarkan izin buat perusahaan melakukan penebangan hutan terus pemerintah sekarang akan berikan PBPH multi usaha kehutanan.

Baca Juga:  Velix Vernando Wanggai Pimpin Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua

“PT HHPB, PT Mancaraya Agro Mandiri dan PT Silinwangi itu tebang kayu, sementara PT Sumber Rimba Abadi Unit II dan PT Alas Tirta Kencana merupakan perusahaan baru yang akan melakukan penghijauan dan perdagangan karbon. Pengalaman kami, PT Mancaraya Agro Mandiri beroperasi di wilayah adat kami masyarakat adat tidak merasakan dampak positif dari kehadiran perusahaan ini, sehingga kami tegas menolak semua perusahaan yang masuk,” ujar Yordan.

Ham Kilmi, pemuda adat dari distrik Wemak, mengaku sangat kecewa dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia karena belum ada tindak lanjut meski aspirasi masyarakat adat Moi sub suku Moi Salkma telah diserahkan secara langsung kepada Komnas HAM di tanah Salkma pada Agustus 2023, namun terkesan masih ada pembiaran.

“Aspirasi penolakan sudah kami sampaikan kepada Komnas HAM, penjabat gubernur Papua Barat Daya, Dinas KLHK, dan instansi terkait lainnya di daerah, namun sampai saat ini perusahaan terus berupaya untuk masuk dan beroperasi di tanah adat Moi Salkma,” kata Kilmi kecewa.

Baca Juga:  Pilot Selandia Baru Mengaku Terancam Dibom Militer Indonesia
Aksi penolakan seluruh investasi oleh masyarakat adat Moi sub suku Moi Salkma di kantor kampung Klamit, Minggu (12/11/2023) (Reiner Brabar – Suara Papua)

Kilmi tegaskan, jika pihak KLHK Papua Barat Daya terus memberikan izin kepada perusahaan untuk beroperasi di wilayah adat sub suku Salkma, masyarakat akan memalang kantor KLHK PBD.

“Ini tanah adat kami. Kami sudah berkomitmen untuk tidak menerima perusahaan apapun lagi. Kami akan palang kantor KLHK PBD kalau ada perusahaan yang beroperasi di tanah adat kami. Ini hutan kami sumber kehidupan kami masyarakat adat Moi sub suku Moi Salkma,” tegasnya.

Ham Kilmi mendesak pemerintah untuk segera sahkan Rancangan Undang Undang Masyarakat Adat (RUU MA). Katanya, hanya masyarakat adat yang dapat mengatasi krisis iklim goblal.

“Perusahaan tidak pernah sejahterakan masyarakat adat, apalagi ingin mengatasi krisis iklim. Itu cerita omong kosong. Pemerintah stop korbankan masyarakat adat dengan isu krisis iklim. RUU Masyarakat Adat harus segera disahkan supaya masyarakat adat bisa menjaga tanah, hutan agar krisis iklim yang terjadi saat ini dapat teratasi,” ujar Kilmi.

Luksen Blesia, sekretaris Himpunan Mahasiswa Sorong Selatan (Himasos) menambahkan, pemerintah Sorong Selatan telah mengundang untuk menyampaikan aspirasi.

“Usai aksi penolakan, kebetulan bapak wakil bupati Sorong Selatan lewat dan berhenti. Dia berpesan, kami masyarakat adat bawa aspirasi dan bertemu beliau. Dalam waktu dekat kami akan bertemu untuk sampaikan aspirasi penolakan secara langsung,” ujarnya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.