AMPTPI, KNPB dan FRI-WP Mendukung Rakyat Tolak Operasi Migas di Agimuga

0
933
Sejumlah aktivis dari Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) Wilayah Indonesia Tengah, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Wilayah Minahasa, dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan menolak beroperasinya tambang Migas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah, Selasa (14/11/2023) di asrama mahasiswa Papua Kamasan Tondano, Sulawesi Utara. (Supplied for SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Rencana masuknya perusahaan raksasa untuk mengelola sumber minyak dan gas bumi (Migas) di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah, telah ditentang keras masyarakat adat Amungme. Mahasiswa Papua bersama solidaritas mahasiswa Indonesia menyatakan sangat mendukung sikap tersebut.

Sikap dukungan dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Wilayah Minahasa bersama Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) Wilayah Indonesia Tengah dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) mengemuka dalam diskusi konsolidasi yang berlangsung di asrama mahasiswa Papua Kamasan Tondano, Sulawesi Utara, Selasa (14/11/2023).

“Orang Papua punya pengalaman sangat buruk dengan hadirnya PT Freeport Indonesia. Selama puluhan tahun sudah memakan banyak korban. Kehadiran perusahaan ini akar konflik dan meningkatnya eskalasi pelanggaran HAM di Tanah Papua. Rencana perusahaan Migas di Agimuga harus dihentikan. Kami sangat mendukung masyarakat adat Amungme yang telah menyatakan menolak operasi Migas itu,” ujar Elmau Mosip, ketua AMPTPI Wilayah Indonesia Tengah.

Rico dari FRI-WP juga menegaskan, konsep pembangunan yang digagas pemerintah tidak pernah berhasil membawa rakyat Papua sejahtera. Justru sebaliknya, rakyat semakin tertindas dengan banyaknya perusahaan kapitalis.

“Semua kekayaan dikuras selama puluhan tahun dan dalam kurun waktu yang singkat Tanah Papua berubah menjadi neraka. Rakyat terus bertumbangan di atas negerinya yang kaya raya,” ujarnya.

ads

Disayangkan melihat situasi terkini di Tanah Papua identik dengan surga kecil jatuh ke bumi dan memberikan harapan hidup bagi siapa saja yang hidup di Tanah Papua, namun pemilik negeri kian tak menentu hidupnya.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

“Dalam waktu yang singkat kini berubah bagaikan neraka yang jatuh ke bumi. Aroma kematian tercium setiap waktu dan terus menghantui rakyat kecil di Papua dan Papua Barat. Fakta tersebut dapat kami dengar, lihat, dan rasakan akhir-akhir ini di saat harapan hidup orang Papua dirampas habis-habisan oleh penguasa melalui sistem negara ini.”

Sejumlah aktivis dari AMPTPI Wilayah Indonesia Tengah, KNPB Konsulat Wilayah Minahasa, dan FRI-WP menyatakan menolak beroperasinya tambang Migas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah, Selasa (14/11/2023) di asrama Kamasan Tondano, Sulawesi Utara. (Supplied for SP)

Lanjut Rico, “Papua selalu penuh dengan kekerasan yang tidak pernah redah. Politik menjadi domain kaum elite yang mengakibatkan penyimpangan sosial-ekonomi. Nilai demokrasi di Tanah Papua terus dibungkam oleh alat negara, TNI dan Polri, maupun pejabat negara dari pusat sampai daerah dengan kekuasaannya. Aturan dan hukum di negara Indonesia dilacurkan oleh kapitalisme dan neo-liberalisme yang sedang mementaskan kemenangan kaum elite, penguasa dan pengusaha yang haus uang dan tahta hingga mendatangkan kemiskinan akut terhadap rakyat kecil. Dalil kesejahteraan melalui kue pembangunan justru menyebabkan dislokasi sosial.”

Enam puluh tahun sejak Papua dianeksasi, tegas aktivis FRI-WP, Indonesia tidak memberi manfaat positif bagi rakyat Papua khususnya Orang Asli Papua (OAP).

“Politik birokrasi telah memaksa semua identitas, semangat dan nilai budaya masyarakat Papua hidup dalam irama regulasi negara, sehingga rakyat Papua terus mengalami intimidasi, marginalisasi sampai pada slow motion genocide,” tuturnya.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

Dalam orasinya Rico menyatakan, “Papua dari dulu hingga sekarang isu kesejahteraan dan pembangunan hanya konsep mati, justru konsep dipakai Ali Murtopo, dimana dia pernah katakan bahwa kita merebut Papua bukan mas-mas Papua. Ya, karena emas-emas Papua, makanya pantaslah semua kebijakan pusat mengarah pada kepentingan penguasa.”

Hal tersebut menurutnya sangat terlihat dengan adanya beberapa paket Undang-undang direvisi lebih mementingkan para pemodal dan membuka ruang investor asing untuk menanam saham dalam negeri.

“Dampaknya sangat berbahaya karena akan terancam hutan yang dijadikan warga Papua sebagai sumber kehidupan,” ujar Rico.

Elmau juga menyatakan akan berbahaya lagi jika tambang migas di Agimuga dibuka.

“Walaupun Luhut Pandjaitan deklarasikan bahwa pemerintah Indonesia telah berhasil menemukan ‘harta karun’ berupa minyak bumi bisa mencapai 27 miliar barel itu akan sulit bagi rakyat West Papua,” tegasnya.

Menyikapi semua dinamika di Tanah Papua, KNPB Konsulat Minahasa Raya, FRI-WP dan AMPTPI menyatakan beberapa tuntutan.

  1. Menolak operasi tambang Migas di Agimuga, kabupaten Mimika.
  2. Hentikan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
  3. Menolak operasi Blok Wabu, kabupaten Intan Jaya.
  4. Menolak rencana bangun pabrik smelter di Fakfak.
  5. Bebaskan segera Hariz Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
  6. Berikan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua Barat.
  7. Hentikan pembahasan DOB di Tanah Papua.
  8. Hentikan Pemilu-Pilkada 2024 di Tanah Papua.
  9. Negara selesaikan pelanggaran HAM di Tanah Papua.
Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

Di Jakarta, sejumlah mahasiswa Papua saat aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Selasa (14/11/2023), menyatakan menolak hadirnya tambang Migas di distrik Agimuga.

Tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Mimika (IPMAMI) se-Jawa dan Bali, mahasiswa Papua dalam aksi demonstrasinya menyatakan, segenap masyarakat Papua tidak pernah merasakan kesejahteraan meski sudah hadir berbagai perusahaan di Tanah Papua, termasuk PT Freeport.

Semua perusahaan asing dan dalam negeri justru terus menerus menguras habis segala kekayaan Papua tanpa ada dampak positif bagi OAP.

Tertera di sejumlah pamflet yang diusungnya sikap tegas mahasiswa Papua. Salah satunya berbunyi, “SDA Papua bukan untuk bayar hutang negara”.

“Negara bukan pemilik tanah adat. Stop investasi Migas!” tulis di pamflet lainnya.

IPMAMI dalam pernyataan sikap menegaskan, “Segera mencabut segala perizinan pelelangan eksploitasi Migas kepada investor nasional maupun internasional dari Kementerian ESDM melalui SKK Migas untuk masuk eksploitasi di Blok Warim, Agimuga I dan Agimuga II di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah”.

Lokasi rencana eksplorasi Migas di Agimuga itu sendiri terletak di dalam kawasan Taman Nasional Lorentz yang dilindungi negara dan badan internasional, UNESCO.

“Distrik Agimuga harus tetap dipertahankan sebagai taman Lorentz yang menjamin masyarakat banyak. Stop eksploitasi Migas di Agimuga,” ujar salah satu orator. []

Artikel sebelumnyaKomitmen Selamatkan Kehidupan, Masyarakat Moi Salkma Tolak 5 Perusahaan
Artikel berikutnyaSAKTPP Desak TNI-Polri dan TPNPB Menerapkan Prinsip-Prinsip Konvensi Jenewa Dalam Berkonflik