PolhukamHAMPembangunan RS UPT Vertikal Papua Korbankan Hak Warga Konya Selamat dari Bahaya...

Pembangunan RS UPT Vertikal Papua Korbankan Hak Warga Konya Selamat dari Bahaya Banjir, Sampah dan Penggusuran Paksa

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kondisi memprihatinkan selalu dialami warga RT 01 dan RT 02 kampung Konya Lembah Emereuw, kelurahan Kota Baru, distrik Abepura, kota Jayapura, Papua. Selain bahaya banjir dan sampah setiap kali turun hujan, mereka juga terancam digusur paksa akibat adanya pembangunan Rumah Sakit Unit Pelayanan Terpadu ( RS UPT) Vertikal Papua di Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura.

Emanuel Gobay, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menyatakan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan dalam rangka mewujudkannya, pemerintah membentuk Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Kata Emanuel, dua regulasi itu bertujuan untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, serta menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia.

Selain menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, juga menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan pembangunan berkelanjutan, serta mengantisipasi isu lingkungan global.

“Tentu juga menjamin menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, serta menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia,” ujarnya melalui siaran pers, Kamis (22/2/2024).

Dikatakan, untuk memenuhi ketentuan tersebut telah dibentuk mekanismenya yakni perumusan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), penilaian AMDAL, menerbitkan rekomendasi dan menerbitkan izin lingkungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009.

“Dalam kasus pembangunan RS UPT Vertikal Papua di Uncen, hal-hal itu menjadi pertanyaan tersendiri bagaimana prosesnya karena berdasarkan Bagian V tentang Pengaturan Zonasi, Peraturan Daerah Kota Jayapura nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2013 – 2033 menyebutkan bahwa wilayah tersebut adalah kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang merupakan kawasan lindung sebagaimana diatur pada Pasal 33 huruf b,” bebernya.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Lokasi pembangunan RS UPT Vertikal Papua adalah kawasan resapan air. Pembangunannya kembali dilanjutkan pemerintah pusat sejak 2023 lalu.

“Berdasarkan pengakuan warga yang tinggal di RT 01 dan RT 02 kampung Konya Lembah Emereuw, kelurahan Kota Baru, distrik Abepura, kota Jayapura, bahwa setiap turun hujan kawasan tersebut akan tergenang dengan air hujan dan juga ditutupi oleh sampah warga sekitar. Penyebab banjir tersebut disebabkan akibat tertutupnya saluran pembuangan air dari Lembah Emereuw menuju sungai Acay hingga terus menuju Teluk Youtefa yang tersumbat dengan sampah di sekitar mulut Lubang Batu dan juga tersumbat dengan pembangunan perumahan warga yang dibangun di atas Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Konya atau sungai Emereuw atau sungai Moses.”

Kawasan kampung Konya terendam banjir setelah diguyur hujan selama dua jam, Sabtu (20/1/2024) lalu. (Dok. LBH Papua)

Lantaran RS UPT Vertikal Papua dibangun di kawasan resapan air, Emanuel menyebutkan tentunya seluruh air kiriman dari wilayah sekitar selanjutnya meresap dalam Lembah Emereuw yang membentuk kawasan resapan air itu akan dikemanakan karena saluran pembuangannya baik melalui Lubang Batu dan sungai Emereuw kondisinya sudah seperti itu.

Tanggal 21 Februari 2024, warga RT 01 dan RT 02 kampung Konya mendapat surat undangan nomor 660/03/II/SET-KOMDA-2024 perihal rapat Komisi Penilai AMDAL yang dikeluarkan Komisi Penilai AMDAL Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup provinsi Papua tertanggal 19 Februari 2024 yang intinya akan diadakan presentasi atau pembahasan dan pemeriksaan dokumen AMDAL yang akan dilaksanakan Kamis (22/2/2024).

“Surat undangan itu menunjukan bahwa dalam rangka pembangunan RS UPT Vertikal Papua masih berada pada tahapan pembahasan penilaian AMDAL,” kata Emanuel.

Dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 disebutkan keanggotaan Komisi Penilai AMDAL terdiri atas wakil dari unsur instansi lingkungan hidup, instansi teknis terkait, pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan atau kegiatan yang sedang dikaji, pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan atau kegiatan yang sedang dikaji, wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak, dan organisasi lingkungan hidup.

Baca Juga:  Teror Aktivis Papua Terkait Video Penyiksaan, Kawer: Pengekangan Berekspresi Bentuk Pelanggaran HAM

“Diharapkan agar dapat melihat, mempertimbangkan dan mengarisbawahi fakta bahwa setiap turun hujan, kawasan resapan itu akan tergenang dengan air hujan dan juga ditutupi oleh sampah warga sekitar. Penyebab tergenang air disebabkan tertutupnya saluran pembuangan air dari kampung Konya menuju sungai Acay hingga terus menuju Teluk Youtefa yang tersumbat dengan sampah di sekitar mulut Lubang Batu dan tersumbat dengan pembangunan perumahan warga yang di atas sekitar DAS sungai Emereuw,” urainya.

Ditegaskan LBH Papua, pihak pengemban pembangunan RS UPT Vertikal Papua harus mendahulukan penanganan saluran pembuangan air dari kawasan resapan dan pembangunan sarana pengolahan sampah di kawasan resapan untuk menghindari dampak kenaikan air dan sampah yang akan dialami warga RT 01 dan RT 02 kampung Konya.

“Penegasan ini disampaikan berdasarkan ketentuan bahwa kawasan resapan air dilarang adanya kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan fisik alami ruang untuk kawasan resapan air dan penggunaan lahan untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi mata air sebagaimana diatur pada Bagian V tentang pengaturan zonasi angka 2 Peraturan Daerah Kota Jayapura nomor 1 tahun 2014.”

Diketahui, warga RT 01 dan RT 02 kampung Konya menempati kawasan itu sejak 1970-an dan telah beranak pinak di sana. Terdapat kurang lebih 80-an kepala keluarga (KK). Oleh karenanya, diharapkan Komisi Penilai AMDAL tidak berkesimpulan untuk memindahkan atau merelokasikan warga hanya demi pembangunan RS UPT Vertikal Papua.

“Jangan sampai Komisi Penilai AMDAL memberikan rekomendasi yang akan berujung terjadinya penggusuran paksa yang adalah pelanggaran HAM yang berat,” ujar Gobay.

Kondisi jembatan kali Emereuw-Konya dengan tumpukan sampah berbagai jenis saat dipantau tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua pada hari Sabtu, 17 Februari 2024. (Dok. LBH Papua)

Perlu diketahui, penggusuran paksa atau pengusiran paksa adalah tindakan pemindahan sementara atau permanen yang bertentangan dengan keinginan sejumlah individu, keluarga, dan atau komunitas atas tanah-tanah yang mereka kuasai tanpa adanya ketetapan-ketetapan dan akses hukum yang layak atau perlindungan lainnya sesuai Pasal 11 ayat (1) General Comment/Komentar Umum nomor 7 Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Baca Juga:  Pemprov PB Diminta Tinjau Izin Operasi PT SKR di Kabupaten Teluk Bintuni

Menyikapi persoalan tersebut, LBH Papua sebagai kuasa hukum warga RT 01 dan RT 02 kampung Konya Lembah Emereuw, kelurahan Kota Baru, distrik Abepura, kota Jayapura menegaskan beberapa poin dalam siaran pers nomor 003/SP-LBH-Papua/II/2024 berikut.

Pertama, Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Kesehatan Republik Indonesia segera mendahulukan penanganan saluran pembuangan air dan pembangunan sarana pengolahan sampah di kawasan resapan sebelum membangun RS UPT Vertikal Papua.

Kedua, Penjabat gubernur provinsi Papua wajib memastikan penanganan saluran pembuangan air dan pembangunan sarana pengolahan sampah di kawasan resapan sebelum memberikan izin lingkungan kepada RS UPT Vertikal Papua.

Ketiga, Penjabat walikota Jayapura segera membangun saluran pembuangan air dan pembangunan sarana pengolahan sampah di kawasan resapan sebelum membangun RS UPT Vertikal Papua.

Keempat, Komisi Penilai AMADAL wajib memastikan penanganan saluran pembuangan air dan pembangunan sarana pengolahan sampah di kawasan resapan sebelum menerbitkan surat keputusan kelayakan lingkungan kepada RS UPT Vertikal Papua.

Kelima, Pejabat gubernur provinsi Papua dan penjabat walikota Jayapura wajib melindungi warga RT 01 dan RT 02 kampung Konya Lembah Emereuw dari ancaman pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

“Warga kampung Konya berhak terhindar dari bahaya banjir dan sampah serta ancaman penggusuran paksa akibat adanya pembangunan RS UP Vertikal Papua,” tegasnya mengakhiri.

Kali Emereuw di kampung Konya banjir setelah diguyur hujan selama dua jam, Sabtu (20/1/2024) lalu. (Dok. LBH Papua)

Kampung Konya terletak tak jauh dari kampus Uncen Abepura, selalu langganan banjir tatkala diguyur hujan lebat. Jangankan berjam-jam, hujan dua jam saja, satu kawasan itu selalu terendam banjir. Kampung ini berada di daerah rawa dengan aliran air kali Konya yang kerap tak lancar ditambah dengan banyaknya sampah dari berbagai arah berpotensi menyumbat lubang batu, tempat keluarnya air menuju kali Acai hingga ke Teluk Youtefa.

Fakta miris kali terakhir terjadi pada Sabtu (20/1/2024) ketika hujan dua jam nyaris menenggelamkan kampung Konya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

HRM Melaporkan Terjadi Pengungsian Internal di Paniai

0
Pengungsian internal baru-baru ini dilaporkan dari desa Komopai, Iyobada, Tegougi, Pasir Putih, Keneugi, dan Iteuwo. Para pengungsi mencari perlindungan di kota Madi dan Enarotali. Beberapa pengungsi dilaporkan pergi ke kabupaten tetangga yakni, Dogiyai, Deiyai, dan Nabire.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.