TPNPBTPNPB: Kasus Haris dan Fatia Telah Membuktikan Apa yang Dilakukan Indonesia di...

TPNPB: Kasus Haris dan Fatia Telah Membuktikan Apa yang Dilakukan Indonesia di Papua

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Sebby Sambom, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari Markas Komnas TPNPB menyampaikan terima kasih kepada Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang divonis bebas dalam kasus pencemaran nama baik Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada, Senin (8/1/2024).

Haris Azhar dan Fatia Maulidiayanti adalah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang divonis bebas atas kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Kasus tersebut bermula ketika Haris dan Fatia tampil dalam podcast pada YouTube dengan judul ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya [Papua]! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam”.

Baca Juga:  Pilot Selandia Baru Mengaku Terancam Dibom Militer Indonesia

“Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada saudara Haris Azhar dan saudari Fatia [Maulidiyanti], di mana sudah menjalani proses hukum demi membela kebenaran bagi bangsa Papua Barat,” kata Sebby Sambom dalam pernyataannya yang diterima suarapapua.com, Senin (8/1/2024).

Menurut Sebby pihaknya memberikan apresiasi luar biasa karena dalam kasus ini telah terbukti mengenai apa yang dilakukan Indonesia di tanah Papua.

“Hal ini kami apresiasi yang luar biasa, karena apa yang dilakukan Indonesia di Papua telah terbukti dari kasus saudara Haris dan Fatia. Ini adalah kejahatan negara di mana dengan rakusnya merampas dan merebut kekayaan alam Papua,” tukasnya.

Selain itu kata Sebby, pihaknya juga memberikan apresiasi kepada tim hakim [PN Jakarta Timur) yang bijaksana memberikan putusan.

Baca Juga:  TPNPB Intan Jaya Mengaku Mendapat Serangan Udara Aparat TNI dan Polri

“Kami juga beri apresiasi kepada hakim yang bijaksana memberikan putusan bebas kepada saudara Haris dan saudari Fatia. Ini luar biasa. Oleh sebab itu kami harap semua hakim di Indonesia bijaksana sebagaimana hakim yang menangani kasus Haris dan Fatia ini.”

“Kami juga menyampaikan terima kasih kepada 13 NGO nasional dan internasional yang memberikan dukungan atas kasus yang dihadapi oleh kedua saudara kami [Haris dan Fatia].”

Katanya, ini menjadi pelajaran bagi semua orang Indonesia yang intelektual, profesional dan masyarakat internasional di mana ketidakadilan yang dilakukan bangsa Indonesia terhadap orang Papua Barat sejak tahun 1963 yang dimulai dari invasi militer hingga hari ini di Tanah Papua terus terjadi.

“Terima kasih juga kami sampaikan kepada LSM, mahasiswa Papua dan Indonesia, rakyat Papua, dan juga individu yang turut memberikan dukungan dalam proses sidang saudara kami [Haris dan Fatia].”

Baca Juga:  Sebby Sambom: Serangan Aparat TNI-Polri Selama Tiga Hari di Nduga Membahayakan Nyawa Pilot Philips

“Kami merasa mereka berdua [Haris dan Fatia] telah mempertaruhkan harga diri dan nyawa mereka demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia di Papua Barat,” pungkasnya.

Sebelumnya, pernyataan serupa juga disampaikan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

“Tuan Haris dan puan Fatia merupakan simbol orang Indonesia terdidik, sadar yang telah menunjukkan sikap keberpihakan pada bangsa Papua dalam menghadapi proses Genosida, Etnosida dan Ekosida atas nama negara demi kepentingan Oligarki,” kata Markus Haluk, Sekretaris Eksekutif ULMWP dalam menyikapi vonis bebas Haris dan Fatia kepada suarapapua.com, Senin (8/1/2024)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Nasionalisme Papua Tumbuh Subur di Tengah Penjajahan

0
Ternyata pendidikan dan pengajaran Pancasila, P4 dan sejarah Indonesia yang diajari oleh para guru di bangku sekolah tidak menghapus nasionalisme Papua merdeka. Justru anak-anak muda Papua ini semakin memahami jati diri mereka, identitas mereka, juga memahami dengan baik penjajahan Indonesia yang sedang terjadi di atas Tanah Papua dari tahun 1960-an.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.