Koalisi HAM Papua Tuntut Adili Pelaku Kekerasan terhadap Pembela HAM di DIY

0
2207

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kekerasan yang menimpa Emanuel Gobai dan rekan-rekannya Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pada 1 Mei 2018, patut disesalkan karena tindakan tersebut mencerminkan buruknya penegakan hukum di Indonesia.

Koalisi HAM Papua menyatakan, sikap buruk kepolisian Polda DIY itu bukti warisan Orde Baru yang masih dipelihara oleh Kepolisian Indonesia.

“Kasus ini menandakan bahwa institusi kepolisian belum menerapkan prinsip-prinsi fair trial sebagai prinsip utama dari prinsip negara hukum (rule of law),” tulisnya dalam siaran pers tertanggal 10 Mei 2018.

Diungkapkan, kekerasan dan pembatasan terhadap semua pekerja Hak Asasi Manusia adalah bentuk kemunduran nyata demokrasi Indonesia. Apalagi, jika kekerasan itu dilakukan oleh Polisi sebagai penegak hukum terhadap Advokat yang sedang melaksanakan tugas pembelaan hukum yang nota bene merupakan bagian juga dari penegak hukum adalah wujud ancaman serius matinya kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia.

“Tindakan Kepolisian semacam ini merupakan watak otoriter yang sudah dihapuskan oleh rakyat Indonesia melalui perjuangan panjang reformasi 1998. Advokat sebagai salah satu alat negara dalam penegakan hukum, semenjak era reformasi adalah satu pion terdepan penegakan HAM dan demokrasi. Oleh sebab itu, kekerasan terhadap Advokat adalah ancaman bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia.”

ads
Baca Juga:  Yakobus Dumupa Nyatakan Siap Maju di Pemilihan Gubernur Papua Tengah

Logikanya, jika Advokat yang merupakan penegak hukum yang telah dilindungi oleh konstitusi melalui UU Advokat saja sudah mengalami kekerasan, maka secara otomatis ancaman dan kekerasan yang sama akan sangat mudah dialami oleh seluruh rakyat Indonesia. Seperti yang dialami Emanual Gobai dan lima orang rekan-rekannya PBH LBH Yogyakarta pada 1 Mei 2018.

Dikutip dari rilis yang diterbitkan oleh LBH Yogyakarta, Emanuel Gobai dan rekan- rekannya dikeroyok oleh anggota Kepolisian Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di kantor Polda DIY saat melakukan pendampingan hukum terhadap kliennya, 5  orang mahasiswa yang ditangkap di sekitar Kampus Universitas Islam Yogyakata (UIY) saat melakukan demonstrasi hari buruh 1 Mei 2018, yang terlibat dalam massa aksi Gerakan Satu Mei (Geram). Akibat dari penganiayaan itu, Emanuel mengalami memar dan lecet gores di bagian atas telinga kiri.

Baca Juga:  MRP dan DPRP Fraksi Otsus se-Tanah Papua Minta Jokowi Terbitkan Perppu Hak Politik OAP

Koalisi HAM Papua menegaskan, kekerasan dan pembatasan terhadap advokat dan pekerja HAM adalah bentuk pelanggaran hukum terhadap konstitusi, yang mestinya tak boleh dilakukan oleh kepolisian DIY. Alasan apapun yang membatasi pemberi bantuan hukum oleh Advokat kepada korban adalah merupakan pembatasan terhadap HAM korban atau tersangka yang dilindungi dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) dan UU HAM No 39/1999 Pasal 3 ayat (2) dan 18 ayat (4).

Menanggapi peristiwa tersebut, Koalisi HAM Papua mengutuk keras tindakan Kepolisian, juga menolak penggunaaan kekerasan secara sewenang-wenang oleh Kepolisian dalam penegakan hukum dan Kepolisan wajib taat terhadap hukum dan prinsip-prinsip HAM.

“Kekerasan terhadap Emanuel Gobai ini merupakan sikap Kepolisian yang selalu menggunakan kekerasan secara sewenang-wenang dalam pendekatan terhadap hak kebebasan menyampaikan pendapat oleh aktivis dan mahasiswa Papua di daerah hukum kepolisian Yogyakarta, yang selalu dihadapi dengan kekerasan, seperti kasus Oby Kogoya. Ini menunjukan Kepolisian DIY tidak fair dan adil terhadap aktivis dan mahasiwa Papua di DIY. Tindakan Kepolisian ini merupakan cermin watak rasisme rezim Indonesia terhadap rakyat Papua.”

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

Untuk itu, menuntut Kapolri segera mengevaluasi Kepolisian DIY dan mencopot Kapolda DIY. Selain menuntut Kepolisian segera memecat anggota Kepolisian pelaku pengeroyokan dan memproses hukum pelaku secara adil.

Siaran pers ini dikeluarkan di Jayapura, 10 Mei 2018
Simon Pattiradjawane (LBH Papua)
Yohanis Mambrasar (SKP HAM Papua)
Gustaf Kawer (PAHAM Papua)
Tineke Rumbiak (Bersatu Untuk Kebenaran/BUK Papua)
Pdt. Dora Balubun (KPKC Sinode GKI Papua)
Wirya Supriyadi (SOS Papua)
Yuliana Langowuyo (SKPKC Fransiskan Jayapura)
Max Binur (BELANTARA Papua)
Frengky (SOLPAP)
Benediktus Bame (PMKRI Jayapura)
Yohanes Akwan (DPD GSBI Papua)
Riko Kobugau (Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Uncen)

Artikel sebelumnyaGereja Katolik PNG Bantu Petani Hadapi Raksasa Sawit Malaysia
Artikel berikutnyaPolda Papua Harus Pecat Pelaku Kekerasan Terhadap Wartawan Jubi Abeth You dan Mando Mote di Nabire