I Have A Dream di Indonesia dan Papua

0
1511

I have a dream, untuk melihat orang Indonesia yang (tidak) mengkhianati Gus Dur dan legasinya tentang Papua di Indonesia.

Oleh: Nopi Bunai Jr)*

Pidato Martin Luther King Jr, I Have A Dream, adalah pidato terkenal. Tidak seorang pun di dunia ini dapat melupakannya. Pidato itu adalah penyemangat bagi orang yang kehilangan akan masa depan mereka.

Saya sendiri sudah mendengarkan pidato I Have A Dream sejak saya SD. Ibu guru saya asal Jawa tulen mengajar background pidato MLK Jr. “Saya merasa bangga seperti orang-orang yang berjuang untuk martabat manusia,” kata ibu saya di kelas selagi mengajar.

Lanjut ibu guru, “Tuan Martin sendiri sebenarnya adalah pengikut setia kepada sang pembebas negari India; Mahatma Gandhi dan filsafat Gandhi, ahimsa (non-kekerasan).”

ads

“Tahun pidatonya adalah pada 28 Agustus 1963, di mana di negara (kita) Indonesia terjadi peristiwa rasialisme: T’hoa vs Pribumi. Seperti peristiwa 10 Mei 1963. Tahun yang sama di Papua, orang Papua bilang 1 Mei 1963 adalah tahun mulainya aneksasi. Kalau pemerintah dan orang Indonesia yang buta sejarah Papua disebutnya integrasi,” jelas ibu guru yang juga istrinya orang Papua itu.

Saya tidak salah juga tentang pertanyaan saya ke ibu guruku, “Pantasan, lengsernya Presiden Sukarno dari sisi lain pada era 60-an adalah beliau telah mempunyai mimpi. He has a dream bahwa Tuan Sukarno seakan telah menerjemahkan pidato MLK Jr: suatu hari nanti anak-anak dia akan duduk di bangku kekuasaan pengganti bapaknya.”

Sehingga, Sukarno tidak perlu lagi mempertahankan kekuasaan mati-matian. Karena bagi dia, mimpi selain di atas, dia juga bermimpi Papua harus di tangan RI. Maka, ia mulai mendengarkan suara dosa Amerika atas pencaplokan Emas Papua dan memasukkan Papua ke RI melalui Presiden JFK. Kemudian, ia digulingkan oleh duel anti-komunis: Suharto dan intervensi CIA – Allen Dulles. Akhirnya, itu melahirkan pembantaian, G30S.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Dalam keadaan itulah mimpi Sukarno mengajarkan bangsa ini bahwasanya kedua mimpi tersebut tidak seorang pun membantah karena; pertama, anaknya sudah jadi presiden Perempuan Pertama di Indonesia dan cucunya, Puan, sudah jadi Ketua DPR RI perempuan pertama.

Di Papua, tindakan dan mimpi kontribusinya terhadap negara ini bagus, namun pengambilan Papua secara paksa adalah chip kecil yang tertempel di otak anak-anak muda Papua. Mereka tidak akan lupa kapan pun. Justru itu membuat mereka melahirkan mimpi baru untuk tanah mereka karena mimpi Sukarno tentang keaneksasian Papua adalah cacat di hadapan Tuhan, hukum, dan manusia.

Tapi, magic ala Amerika dan Suharto tuk menggulingkan Bapak Indonesia, tidak menutup kemungkinan untuk melahirkan mimpinya atas masa depan anak-anaknya dan Indonesia secara keseluruhan.

Seandainya ada orang mengatakan cerita keluarga Sukarno mempraktikkan istilah family tree, saya tidak meragukan hal tersebut. Karena memang semua orang punya mimpi dikreasikan di negeri ini. Baik atau buruk.

Jadi, saya membenarkan mimpinya Sukarno dan sebagian pejabat-pejabat Indonesia dewasa ini atas penafsiran mereka dari pidato MLK Jr: I have a dream that my children will one day live in a nation where they will not be judged by the value of SILA KE-5, but by the content of their power of money and ancestry.

Di sini terlihat kedinastian? Barangkali Gibran dan Putri Tanjung yang tahu jawabannya!

Baca Juga:  Mahasiswa Yahukimo di Yogyakarta Desak Aparat Hentikan Penangkapan Warga Sipil

Martin, namun demikian, upayanya bagi umat manusia mengubah arah dunia. Tuan MLK Jr mengubah sejarah baru melalui pidatonya itu tidak hanya di negaranya Amerika dari diskriminasi rasial, tapi dia juga menyirami air segar di seluruh dunia. Terutama negara-negara yang subur dengan konflik dan diskriminasi rasial berkepanjangan. Salah satu negaranya ialah bermakmur karena kekayaan Papua ini; Indonesia.

Martin Luther mengingatkan kita bahwa meskipun kehidupan ini menyelimuti samudra ketidakpastian dan ketidakadilan melanda di muka umat manusia. Mimpi seseorang tidak akan lari dari keinginan mereka itu sendiri. Seperti Bapak Indonesia, Sukarno atas pencaplokan tanah Papua di pangkuan NKRI.

Bayangkan orang T’hoa saja tidak kehilangan mimpi mereka saat mereka lagi dibantai oleh nasionalis pribumi gadungan dan tentara buatan Amerika. Mimpi kecil mereka saat dibantai, mereka seakan menghafal kemiripan pada pidato MLK; one day, we have a dream that Indonesia’s businesses sector we will handle all over the Ibu Pertiwi. 

Semua punya mimpi. Soekarno sudah punya mimpi. T’hoa dan pejabat-pejabat Jakarta mencetuskan mimpi mereka. Saya juga punya mimpi untuk Indonesia dari, di, dan/atau tentang Papua. Berikut pidato I Have A Dream dan mimpi versi saya.

I have a dream, untuk melihat muka orang Papua berbahagia kemudian hari.

I have a dream, suatu hari saya mau melihat paitua dan maitua Jakarta yang baru, tidak berkaliber dengan pembohongan publik; domestik maupun internasional tentang Papua.

I have a dream, untuk tidak baca dan dengar berita orang Papua tentang kematian misterius dan pembunuhan orang Papua hampir setiap hari di Papua oleh Aparat Indonesia.

Baca Juga:  61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

I have a dream, bahwa aparat punya hak untuk membawa senjata, tapi tidak menembak anak-anak sekolah – tunas harapan Papua, yang tidak bersalah.

I have a dream, suatu hari nanti, pemerintah mendengarkan suara orang Papua.

I have a dream, pendatang-pendatang di Papua akan bersuara untuk Papua yang damai dan bukan hanya merawat kebisuan mereka atas luka Papua seperti sebelum-belumnnya.

I have a dream, orang Indonesia mencintai Papua tidak hanya pada pemandangan dan kekayaannya, tapi juga manusianya – dengan hati surga.

I have a dream, pejabat-pejabat Papua dan orang Papua terpelajar atau intelektual yang lembek ditipu Jakarta ini bisa bangun kesadarannya dan membela kemanusiaan di Papua daripada master membelokkan realitas Papua ke arah yang tidak diinginkan orang Papua .

I have a dream, bahwa mencintai Papua dan mempertahankan Papua di Indonesia, tidak melalui memberikan uang badget banyak kepada Papua dan membiayai BuzzerRp buatan pemerintah, yang adalah memata-matai dan membengkokkan atmosfer Papua ke arah ke-hoax-an, tapi bagaimana negara mengobati nama dan nana Papua tentang perdebatan integrasi vs aneksasi.

I have a dream, untuk melihat orang Indonesia yang (tidak) mengkhianati Gus Dur dan legasinya tentang Papua di Indonesia.

Saya punya mimpi untuk melihat, mendengar, dan merasakan mimpi-mimpi di atas ini di Indonesia.

NB: artikel ini sebelumnya penulis tulis untuk Qureta. Setelah mendapat izin dari Qureta, penulis menerbitkan artikelnya di Suara Papua. 

)* Penulis adalah alumnus SMA Negeri 2 Wanggar, Nabire, Papua

SUMBERqureta.com
Artikel sebelumnyaBupati Tolikara: Aspirasi Masyarakat Ada di Pundak 30 Anggota DPRD
Artikel berikutnyaKampung Kombif Prioritaskan Mama-mama Papua Berkebun