Inkonsistensi Para Pemimpin dalam Mengatasi Konflik Bersenjata di Pegunungan Bintang

0
1519

Oleh: Ap Octoviaen Garald B Kahipdana)*

Latar Belakang

Pandangan reflektif awal saya bahwa dalam kondisi apapun dan  dimanapun  organisasi pemerintah atau organisasi non pemerintah, pimpinan atau pemimpin menjadi kunci pengendali utama. Seorang pemimpin menjadi penentu kebijakan dan juga menjadi mediator dalam menyelesaikan suatu sengketa tertentu yang mengganggu kepentingan orang banyak. Seorang pemimpin juga dapat memastikan kehidupan, keamanan, kenyamanan orang-orang yang dipimpinnya.

Sebab itu para pemimpin di Kabupaten Pegunungan Bintang mesti memahami baik dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin yang diharapakan semua orang. Apakah kepempimpinan masing-masing selama ini sudah teraktualisasi secara baik, benar? Jawabannya tergantung siapa dan darimana menilainya.

Para pemimpin yang baik, sekarang kita dihadapkan dengan satu peristiwa dunia yaitu ribuan manusia meninggal akibat pandemi virus corona yang bermula dari Provinsi Wuhan Negara Cina.  Menanggapi ganasnya virus corona ini presiden Republik Indonesia dan para menteri sudah mengambil langkah-langkah antisipatif yang dilaksanakan oleh kaki tangannya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ada yang bergerak cepat tapi ada juga yang lambat bergerak dengan berbagai alasan. Gubernur Papua, Bapak Lukas Enembe menanggapi serius dengan cara mengambil kebijakan karantina wilayah Provinsi Papua. Bentuknya pesawat dan kapal penumbang distopkan selama 14 hari dan liburkan para pegawai negeri bekerja dari rumah.

ads

Walaupun begitu masih banyak bupati yang tidak berani mengikuti kebijakan Bapak Gubernur. Lalu bagaimana para pemimpin Kabupaten Pegunungan Bintang menanggapi, mensiasati gangasnya virus corona? Sepertinya masih sangat santai. Sementara menteri kesehatan dan juga ikatan dokter Indonesia sudah mewajibkan setiap orang agar tidak boleh keluar dari rumah, tidak boleh berkontak dengan orang lain. Hal ini berdasarkan keputuhan WHO tentang bahayanya virus corona yang mengancam kehidupa umat manusia di dunia. Terbukti ribuan manusia telah meninggal dunia dalam waktu yang sangat singkat.

Baca Juga: Sejumlah Agenda Pemerintah Indonesia yang Jadi PR di Papua

Selama adanya virus corona masyarakat di Oksibil tidak dibekali dengan pengetahuan yang memadai tentang bahayanya virus tersebut sehingga mau timbulkan rasa takut dalam dirinya pun tidak ada. Rakyat hidup seperti sebagaimana biasa. Mereka tidak merasa takut, memiliki sikap waspada terhadap ganasnya virus corona.

Pada waktu yang bersamaan masyarakat dikagetkan dengan pendropingan anggota TNI dengan jumlah yang cukup banyak. Setelah ada di Oksibil, mereka melakukan siap siaga dan berjaga-jaga di sudut-sudut jalan serta dilakukan sweeping bagi masayrakat yang melintas. Kondisi ini membuat rakyat sangat takut terhadap kehadiran TNI di Pegunungan Bintang. Rakyat merasakan seperti ada perang luar biasa. Mereka mengatakan kami lebih takut TNI daripada ganasnya virus corona.

Peristiwa awal penyebab Konflik

Penjelasan bagian ini akan dibatasi pada peristiwa kontak senjata di Okisbil, Pegunungan Bintang sekarang. Mengapa ada kontak senjata antara TNI dan TPNPB? Kita jangan seolah-olah tidak tahu menahu tentang semakin bertambahnya jumlah militer ke dan di Papua beberapa tahun terkhir ini. Papua ini sudah lama diciptakan daerah konflik bertahun-tahun tetapi belum ada titik penyelesaiannya. Beberapa tahun belakangan ini telah terjadi kontak senjata antara TNI POLRI dan TPNPB yang menuntut kemerdekaan politik Bangsa Papua Barat. Daerah-daerah yang berkonfilik seperti Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Timika, dan Kabupaten Paniai.

Karena ada konflik maka secara institusi mengirim anggota militer dalam jumlah yang cukup besar dari berbagai kesatuan yang ada di Indonesia ke dan di Papua. Mereka datang dan tersebar di seluruh wilayah Papua. Ada yang ke daerahdaerah perbatasan dan ada pula yang ke daerah-daerah rawan konflik.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Mereka juga menempatkan beberapa wilayah kabupaten  terdekat  sebagai tempat persinggahan anggota militer beserta perlengkapan perang lainnya. Di Oksibil dan Okbibab Kabupaten Pegunungan Bintang sebagai salah satu wilayah yang dipilih. Sebagaimana konflik berkepanjangan yang mengorbankan banyak pihak adalah di Kabupaten Nduga, yang sampai sekarang ribuan penduduk mengungsi ke Wamena, Lanny Jaya, Tolikara, Asmat, Merauke, Timika dan daerah lainnya. Kejadian luar biasa yang amat menyedihkan karena dimana-mana berjatuhan korban nyawa manusia tidak berdosa. Sampai dengan sekarang belum ada titik penyelesaian yang mendamaikan rakyat maupun kedua belah pihak yang bertikai. Para intelektual Papua dan semua pihak terus berbicara, meminta kepada pemerintah pusat untuk selesaiakn konflik berkepanjangan di Papua secara fair tetapi tidak pernah ada respons serius. Entahlah kapan akan berakhir!

Baca juga: Kadistrik Serambakon: Kami Tidak Takut Corona, Kami Takut Mati Karena Timah Panas

Salah satu strategi TNI POLRI untuk menghadapi TPNPB di Kabupaten Nduga dan daerah lain, mereka menempatakan anggota beserta peralatannya di Oksibil dan Distrik Okbibab, Pegunungan Bintang. Dimana pada hari Jumat Tanggal 29 Juni 2019 sebuah helikopter TNI terbang dari Oksibil menuju Kabupaten Nduga atau Wamena dengan membawa 12 anggota TNI beserta kelengkapannya. Namun helikopter tersebut menabrak salah satu gunung di dekat gunung Mandala dan menewaskan 12 anggota TNI termasuk capten pilot dan cock pilot. Setelah helikopter jatuh dan dilakukan pencarian berkali-kali lewat udara dan darat tetapi tidak ditemukan. Akhirnya kegiatan pencarian dihentikan.

Ada peristiwa lain di Distrik Okbibab setelah jatuhnya helikopter selang beberapa minggu kemudian adalah terjadi kebakaran satu barak militer. Semua peralatan militer yang akan dibawah ke Kabupaten Nduga dan daerah lain yang dirop disini tiba-tiba hangus terbakar tanpa sebab oleh si jago merah. Yang selamat hanya manusianya. Kejadian ini tidak pernah dimediakan ke publik sampai dengan sekarang. Karena komendan TNI minta kepada Kepala Distrik dan masyarakat setempat agar kejadiannya tidak boleh dipublikasikan ke media apapun. Cukup menjadi rahasia internal TNI POLRI dan pemimpin daerah saja.

Rupanya mereka sudah mulai pahami baik peringatan Tuhan Allah terhadap niat jahat itu atau mereka sudah mulai memahami betapa kuatnya penyatuan suku-suku asli Pegunungan Bintang dengan alam dan Sang Pencipta sehingga rencana jahat itu bisa dilenyapkan dengan kejadian aneh dan unik. Kejadian seperti ini sudah banyak kali terjadi di Pegunungan Bintang sejak tahun 1970-2020 tetapi belum pernah dipublikasikan.

Perkembangan baru yang disaksikan sekarang adalah helikopter yang jatuh pada 9 bulan yang lalu sudah ditemukan oleh anggota TPNPB Ngalum Kupel Pegunungan Bintang pada hari Jumat, 14 Februari 2020. Setelah ditemukan dan dibuat pernyataan lewat media TPNPBNews bahwa kami sudah mengambil senjata api 10 pucuk milik TNI dan tidak akan dikembalikan karena sudah menjadi milik TPNPB. Berita terkait ini segera beredar luas di berbagai media online. Berdasarkan pantauan itu, berbagai pihak mempertanyakan dan terus mencaritahu kebenaran informasi dan ternyata benar termasuk lokasi jatuhnya helikopter. Pemerintah daerah bersama TNI POLRI beserta tim Basarnas survey ke lokasi melalui udara dan selanjutnya dilakukan evakuasi para korban. Benar, dalam evekuasi tidak ditemukan 10 pucuk senjata api milik 12 personil tentara korban naas tersebut. Berdasarkan kenyataan itulah TNI POLRI minta lagi kepada pihak yang mengambil agar segera dikembalikan.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Yang jelas, permintaan pengembalian itu dibicarakan dengan Bupati dan Wakil Bupati setempat sebagai penanggung jawab utama keamanan Kabupaten Pegunungan Bintang sekarang. Diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah yaitu Bupati, Wakil Bupati, pimpinan DPRD beserta jajarannya untuk melakukan langkah-langkah, upaya-upaya prefentif dan persuasif secara serius untuk mendapatkan kembali senapan api yang hilang itu. Sudah dapat dipastikan permintaan itu dilakukan melalui pertemuan resmi tetapi sampai dengan sekarang belum nampak jelas kerja-kerja nyata yang dilakukan pemerintah daerah. Hal itu terbukti dari setelah terjadi peristiwa baku tembak antara TNI POLRI dan anggota TPNPB di Oksibil, wilayah Distrik  Serambakon dari tanggal 28-30 Maret 2020. Artinya para pihak yang bertanggung jawab tidak berkerja serius.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah sangat mungkin. Mengapa? Semua pejabat aktif pemerintahan sekarang dari Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD bahkan sebagian besar kepala OPD adalah orang asli Pegunungan Bintang. Mereka bisa duduk berpikir baik lalu melakukan mendekatan secara persuasif sebagai sesama anak-anak asli Pegunungan Bintang walaupun berbeda pandangan bisa diselesaikan demi kemanusiaan dan kenyamanan rakyat.

Sepertinya tidak sama sekali mengajak para tokoh intelektual mumpuni asli Pegunungan Bintang atau Papua lain untuk memberikan masukan demi penyelesaian masalah itu. Terlihat jelas menghabiskan banyak waktu di kota-kota di Papua dan di Indonesia bahkan luar negeri dibanding urus rakyat. Demi rakyat perlu bicara dari hati ke hati. Bila perlu komunikasikan dengan bahasa daerah setempat agar menemukan jalan terbaik bagi semua pihak, tetapi apa boleh buat?

Sekarang kita saksikan sedang terjadi baku tembak antara TNI dan TPNPB yang disinyalir bahwa di pihak TNI beberapa sudah korban sementara di pihak TPNPB belum ada yang korban. Informasi liar seperti ini juga penting ditelusuri dan dapat dipastikan agar semua orang tahu. Sekat-sekat yang menyembunyikan segala hal yang tidak betul perlu dibuka agar semua orang yang berbicara tentang nilainilai kemanusiaan dan pembangunan bagi rakyat di Papua wajib tahu.

Kalau begitu, sekarang perlu media independen hadir di OksbilPegunungan Bintang agar memastikan kondisi sesungguhnya yang terjadi. Apalagi kalau sampai ada korban nyawa manusia, rakyat tidak tahu apa-apa maka harus di proses secara hukum. Di pihak institusi TNI POLRI juga perlu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan manusia, seorang tentara itu. Sangat kasihan, dia punya orang tua, punya keluarga, punya istri dan anak-anaknya.

Jangan dikorbankan atas nama negera. Begitupula sebaliknya anggota TPNPB perlu mendapatkan masukan dari orang-orang hebat yang ada di pemerintahan Pegunungan Bintang. Maka yang harus dikedepankan dalam pembicaraan adalah perhatikan nilai-nilai kemanusiaan manusia bagi kelompok yang bertikai beserta keselamatan dan kenyamanan rakyat Pegunungan Bintang.

Solusi Penyelesaian Konflik di Pegunungan Bintang 

Dalam tulisan ini penulis sertakan beberapa solusi yang bisa  digunakan dalam mengelola konflik di Pegunungan Bintang.

Hal pertama dan yang utama yang diperhatikan semua pihak adalah memahami siapa sebenarnya manusia pemilik otoritas tanah Pegunungan Bintang yang dengan sungguh sadar berjuang dengan susah payah menghadirkan kabupaten yang namanya Pegunungan Bintang dan sedang dinikmati berbagai suku bangsa. Sebab itu, segala persoalan wajib hukumnya hadirkan mereka, berikan ruang dan waktu kepada mereka lalu mereka bicara dari hati ke hati dan mereka berikan jawaban yang tepat, benar dan pasti sesuai permintaan pihak tertentu yang membutuhkannya.

Orang asli Pegunungan Bintang itu tidak bisa digurui tetapi berikan dia waktu untuk dia merenungkan dan berikan kepastian. Karakteristik suku-suku daerah ini berbeda dengan suku bangsa lain, karena itu penting pahami mereka dengan baik. Karakteristik dasar suku bangsa di daerah ini cukup tenang dan tidak suku mengganggu orang lain tanpa sebab. Berkaitan dengan masalah yang ada sekarang, Bupati sebagai putra asli Pegunungan Bintang silahkan mengambil sikap sebagaimana sejatihnya manusia  Papua OK yang mengandung filosofi bagaikan air yang mengalir dengan tenang, memberikan kesejukan dan kesuburan bagi semua makhluk hidup yang tumbuh subur dan berkembang memenuhi dunianya masingmasing.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Poin berikut adalah Bupati, Wakil Bupati, dan Pimpinan DPRD mempersiapkan ruang dan waktu bagi putra putri terbaik Pegunungan Bintang beserta tokoh-tokoh Adat, Gereja, Perempuan untuk melihat masalah ini secara utuh dan tidak boleh dilihat secara parsial.

Hanya dengan cara duduk seperti ini dan dengan orang-orang itulah yang akan menemukan solusi yang tepat. Harus berani sampaikan kepada pihak TNI POLRI untuk sabar menunggu dan tidak melakukan tindakan apa-apa yang justru membuat masyarkaat takut dan sebagainya. Kalaupun ada agenda lain perlu ditunda dan fokus pada apa yang terjadi di depan mata supaya rakyat benar-benar tenang menjalankan aktivitasnya barulah bisa beranjak. Ingat bahwa sebagian besar rakyat Pegunungan Bintang masih memikul trauma panjang sampai sekarang karena daerah ini sudah pernah dijadikan Daerah operasi Militer Indonesia.

Langka berikutnya perlu minta para pihak yang berkepentingan dari Provinsi dan Jakarta, seperti Gubernur, anggota DPRP, anggota DPR RI utusan Papua dan bahkan para akademisi untuk melengkapi refrensi penyelesaian masalah yang dihadapi sekarang. Janganlah semuanya dijadikan agenda politik prkatis belaka yang kemudian menghancurkan tatanan hidup keutuhan manusia Pegunungan Bintang dan berdampak luas bagi orang-orang yang datang bekerja mengadu nasib di daerah ini. Rakyat adalah raja bagi seorang pemimpin dimana pun dan kapan pun itu. Karean itu managelah rakyat sebaikmungkin dengan jelih, cerdas dan bijaksana.

Solusi terakhir, dari proses yang dilakukan pemimpin daerah bersama unsur masyarakat itu dapat memastikan pihak TNI memperoleh hasil yang memuaskan. Sebab itu, mulai dari sekarang duduk evaluasi diri masing-masing dan bersama rakyat ambil satu sikap penyelesain yang menyelamatkan semua pihak. Berkaitan dengan ini saya secara tegas menyatakan bahwa semua agenda politik praktis siapa pun Anda harus buang jauh-jauh dan lihat kesatuan manusaia Apyim Apom.

Mengapa demikian? Kabupaten Pegunungan Bintang adalah bentuk pengakuan pemerintah Indonsia atas entitas manusia dan sumber daya alam yang ada. Lebih jauh, kabupaten ini diberikan karena adanya tuntutan pertumpahan darah orang asli Papua selama sepanjang tahun 1960 sampai tahun 1990an. Dalam sejarah panjang itu orang Papua berjuang. Dalam sejarah panjang itu pula beberapa orang Pegunungan Bintang yang dengan susah payah memperjuangkan hadirnya kabupaten ini. Mereka menghadirkan kabupaten ini dengan tujuan rakyat miskin melarat ini mengalami sentuhan pembangunan. Mereka mengalami sentuhan akan pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lain-lain yang layak sebagaimana yang dialami suku bangsa lain. Mereka bisa mengalami sentuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi mutakhir dunia. Sebab itu, siapapun kapasitas kita sekarang wajib dan harus memahami pengorbanan para pelaku sejarah hadirnya kabupaten ini. Tugas kita semua adalah memastikan manusia pemilik otoritas tanah Pegunungan Bintang bisa aman dan hidup di era yang amat sangat kompetitif ini. Semoga bermanfaat!!

)* Penulis adalah peneliti sosial budaya dan masalah Pendidikan di  tanah Papua

Artikel sebelumnyaIni Up Date Pandemi Covid-19 Papua Barat Per 5 April
Artikel berikutnyaPaskah dan HUT Gereja Kingmi ke-58 dalam Suasana Covid-19, Operasi Militer dan Rasisme