JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Natalius Pigai, Mantan Komisioner Komnas HAM Republik Indonesia mengakui tidak terima dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur terhadap tujuh terdakwa Papua yang divonis 10 dan 11 bulan penjara.
“Saya tidak terima dengan pengadilan sesat dan rasis. Mereka (7 terdakwa) mereka korban rasisme harus bebaskan. Ini sudah kecenderungan trial by the politics,” tegas Pigai, Rabu (17/6/2020) kepada suarapapua.com.
Pigai tegaskan agar tindakan-tindakan dan putusan-putusan seperti ini harus dilawan, karena mereka adalah korban.
“Lawan rasialisme dan Papua phobia,” kata Pigai dilanjutkan dengan menulis tagar #Blacklivesmatter dan #Papualivesmatter.
Sementara, Veronika Koman, pengacara HAM yang bermukim di Australia mengakui bahwa apa yang selama ini telah dikerjakan semua pihak terhadap 7 Tapol Papua belum selesai.
“Pekerjaan kita belum selesai. Selain Tujuh [Tapol di] Balikpapan, ada 36 tahanan politik Papua Barat lainnya yang ditahan atas tuduhan pengkhianatan setelah pemberontakan tahun lalu (2019),” kata Vero sebagaimana ditulisnya di akun twitternya, Rabu (17/6/2020).
Ia juga mengaku, solidaritas yang terjadi saat ini merupakan solidaritas yang sebelumnya belum pernah terjadi dari orang Indonesia soal papua, terutama karena #PapuanLivesMatter.
Maka katanya, momentum ini hendaknya diapresiasi, terutama kepada mahasiswa seluruh Indonesia yang menyatakan dukungan publik mereka untuk tujuh (Tapol) Papua di Balikpapan.
“Solidaritas internasional juga memainkan peran besar. Terima kasih semuanya!” ucapnya.
Sementara itu, 7 terdakwa Papua di Balikpapan divonis Majelis Hakim mulai dari 10 bulan hingga 11 bulan penjara.
Mereka adalah Irwanus Uropmabin, Ferry Kombo, Alexander Gobay dan Hengky Hilapok masing-masing divonis 10 bulan penjara. Buchtar Tabuni, Agus Kossay serta Steven Itlay divobis 11 bulan penjara.
Pewarta: Elisa Sekenyap