Tolak TGPF, PAHAM Papua Desak Komnas HAM Bentuk KPP HAM

0
1144

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perkumpulan Advokat/Pengacara HAM (PAHAM) Papua menyatakan menolak Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) karena pembentukannya dinilai tidak sesuai prosedur hukum dan mendesak Komnas HAM RI membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran [KPP] HAM untuk mengungkap dan memproses hukum pelaku serangkaian pembunuhan di Nduga, Timika, dan Intan Jaya.

Gustaf Kawer, Direktur PAHAM Papua, menilai pembentukan TGPF merupakan tindakan non prosedural (tidak prosedural). TGPF bukan merupakan tim penyelidikan yang mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 dan 19 UU Pengadilan HAM, Nomor 26 Tahun 2000.

“Pembentukan TGPF hanya upaya pemerintah dalam mengakomodir tuntutan publik atas pembunuhan pendeta Yeremia, namun sejatinya pemerintah tidak memiliki etikad baik dalam mengungkap kasus tersebut, ini dapat dilihat dari sejak pembentukan tim investigasi yang tidak transparan dan tidak melibatkan keluarga, pekerja HAM dan pihak-pihak yang independent dari unsur masyarakat,” kata Gustaf melalui pers releasenya yang diterima suarapapua.com pada Selasa (6/10/2020).

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Kawer mengatakan Tim ini beranggotakan 30 orang yang terdiri dari sejumlah orang pemerintah yang banyak berlatar belakang POLRI dan TNI maupun perwakilan akademisi, gereja  dan beberapa tokoh masyarakat pilihan pemerintah.

Tim Ini ditugaskan untuk bekerja selama dua bulan. Pembentukan TGPF ini dilatarbelakangi oleh desakan masyarakat sipil agar pemerintah mengungkap pelaku pembunuhan pendeta Yeremia Zanambani, yang oleh keluarga menyebutkan bahwa pembunuhnya adalah Anggota TNI.

ads

“Pembentukan TGPF ini merupakan sinyal kuat ketidak seriuasan pemerintah dalam menyelesaiakan kasus  ini secara trasparan, benar dan adil. Karena pembentukan TGPF ini dilakukan diluar dari mekanisme resmi yang dimandatkan oleh UU, serta pembentukan TGPF yang dilakukan tidak trasparan dan tidak melibatkan perwakilan keluarga korban, dan para pekerja HAM yang independen.”

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

“Sebaliknya anggota TGPF bentukan Mahfud tidak memiliki track record kerja dalam mengungkap kasus2  HAM selama ini,” tuturnya.

Sehingga kata Gustaf, PAHAM Papua mendesak Komnas HAM RI agar membentuk KPP HAM untuk mengungkap dan memproses hukum pelaku Pembunuhan Pendeta Yeremia  Zanambani (Intan Jaya, 18 September 2020), Pembunuhan Elias Kurunggu (40) dan Seru Kurunggu (2) (Nduga, 18 Juli 2020), Pembunuhan Melki Marek Maisini (16), Armando Bebari (20) dan Roni Wandik (23) (Timika, 10 dan 13 April 2020), Pembunuhan Hendrik Lokbere (Nduga,  20 Desember 2019, Gimin Narigi (Nduga, 19 Desember 2018);

“Kami juga mendesak  Palang Merah Internasional, dan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Pengungsi (UNHCR) agar melakukan penanganan serius bagi warga Nduga, Intan Jaya dan Banti, Timika, korban Konflik aparat POLRI-TNI dan TPN/OPM,” tegasnya.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Yohanis Mambrasar, anggota PAHAM Papua menambahkan kekerasan terhadap rakyat Papua terus terjadi, namun penanganannya biasa-biasa saja bahkan pemerintah pun menanganinya dengan mengunakan metode usang yang tak pernah berhasil dalam mengungkap  kebenaran dan menyelesaikannya  hingga tuntas dan adil.

“Cara menyelesaikan berbagai kasus ini menunjukan sikap pemerintah dalam memandang bobot kasus kekerasan HAM terhadap rakyat sipil di Papua ini, apakah merupakan kasus serius atau tidak serius? Dari bentuk pendekatan pemerintah tergambar secara jelas bahwa pemerintah tidak memandang kasus-kasus kekerasan (pembunuhan) warga Papua ini secara serius. Padahal kekerasan dalam konflik bersenjata bermotif politik yang membunuh banyak nyawa di Papua ini merupakan kejahatan serius yang ditentang oleh hukum internasional maupun nasional, serta ditentang juga semua bangsa dan negara di dunia saat ini,” ujarnya.

 

Pewarta : Agus Pabika

Editor : Arnold Belau

Artikel sebelumnyaGKII Papua: TNI Tidak Perlu Takut untuk Mengakui Penembakan Terhadap Pdt. Zanambani
Artikel berikutnyaRUU Ciptaker Sah, Indonesia Berpotensi Alami Krisis HAM