ArtikelSolusi Atasi Meluapnya Air Danau Tigi

Solusi Atasi Meluapnya Air Danau Tigi

Oleh: Yan Ukago)*
)* Penulis adalah Intelektual Papua

Selama lima bulan terakhir air danau Tigi meluap hingga menenggelamkan kebun-kebun milik warga, juga jalan raya keliling danau Tigi. Kejadian ini bukan kali pertama. Pernah terjadi juga pada tahun-tahun sebelumnya. Mungkin kali ini yang lebih parah.

Meluapnya air danau Tigi sudah pernah ditangani pemerintah provinsi Papua tahun 2007. Sekarang pemerintah kabupaten Deiyai tinggal lanjutkan saja. Tidak cukup dibicarakan di media saja atau kaitkan dengan mitos-mitos tentang danau ini dan banjirnya.

Bencana meluapnya danau terjadi tiap 10 tahun. Banjir parah terakhir tahun 2006, saat itu Gubernur Papua Barnabas Suebu datang ke Wakeitei, kebetulan semua masyarakat yang sedang berkumpul di situ mendesak Gubernur Suebu, tolong turunkan air danau yang sedang meluap mengenangi kebun-kebun dan jalan di pinggiran danau Tigi.

Saat itu juga Gubernur Suebu anggarkan dana Rp5 Miliar dan memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum provinsi survei danau Tigi, apa yang bisa dilakukan. Hasilnya telah terjadi pendangkalan danau, banjir terjadi karena daya tampung atau kapasitas volume danau berkurang.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Fakta lain juga ditemukan bahwa air masuk ke danau (inlet) lebih besar dari pada outlet di Kali Oneibo. Sungai yang bawa masuk air jauh lebih banyak debitnya daripada sungai yg keluarkan air (Kali Oneibo). Air masuk ke danau yang paling banyak sumbangan dari kali Okomo, Ayaa, Diyai, Itookàa dan Wakei dengan sampahnya serta kali kecil lainnya sekeliling danau Tigi.

Saat itu tim ahli menyelidiki dan mencari cara agar muka air danau selalu konstan. Artinya, boleh turun hujan saat musim penghujan, tetapi tidak terjadi banjir. Secara teknis, intinya air yang masuk ke danau harus setimbang dengan air keluar (Qi=Qo).

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Yang jadi masalah saat itu dan juga sekarang adalah disfungsi kali Oneibo. Kali ini air mengalir melalui saluran alam bawah gunung, kali Oneibo tidak melaksanakan fungsi sebagaiman biasannya. Entah kali tersumbat atau sudah mengecil? Atau ada penyebab lain, agak misterius.

Tim ahli merekomendasikan tiga alternatif, jalan keluar air danau Tigi.

Pertama, Kali Oneibo ke kali Yawei, memperbaiki kondisi eksisting yang ada.

Kedua, Kali Wakei-Yaamo-Mugouda-Yawei

Ketiga, Kali Okomo-Egepa-Mugou-Yawei.

Dari tiga alternatif ini kemudian ditimbang plus minusnya, biaya dan dampak lingkungannya masing-masing. Dipilih alternatif kedua melalui kali Wakei ke Yamo, kemudian lewat cela alam Daiyaipugaa dan Mugouda. Untuk ini uang pemerintah provinsi dianggarkan Rp5 Miliar dipakai untuk pembukaan (sudetan) kali Wakei sampai ujung lapangan dengan alat Ekskavator dikerjakan PT Modern (mungkin ada yang masih ingat di tahun itu).

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Pembangunam pada tahun kedua tidak dilanjutkan karena soal pembebasan lahan mulai dr jembatan kali Wakei sampai di Mugouda dan masuk ke kali Yawei di ujung Gabokotadi.

Pemerintah provinsi sudah pernah awali, tetapi berhenti karena ribetnya soal ulayat. Kita perlu manusia yang rela korbankan lahan demi kepentingan umum. Kita perlu jiwa besar, agar air danau surut. Tugas Pemda Deiyai adalah koordinasi ke provinsi minta kajian itu sekaligus usulkan dan lanjutkan pekerjaan fisik. Biaya memang besar, Pemprov mungkin mau lanjutkan kalau ada kerelaan hati dari Pemkab dan pemilik lahan di Deiyai.

Debit air danau Tigi bisa diturunkan dengan kita buat peta kontur ulang dan hitung kedalaman galian serta biayanya. Mengapa tidak? Terusan Suez yang sulit saja bisa dilakukan manusia. Banjir ini sederhana saja. Yang penting semua bekerja sama. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.