Pemkab Jayapura dan PT. RML Diminta Perhatikan Lingkungan Hidup Suku Kaptiau

0
1166
Konfrensi pers antara Walhi Papua dan Ondo Kampung Kaptiau, distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua di Abepura, Kota Jayapura, Jumat (18/12/2020). Yanuarius Weya - SP.
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— PT. Rimba Matoa Lestari (RML), perusahaan kelapa Sawit di Bonggo, Kabupaten Sarmi telah merusak, mencemar dan mengancam ekosistem lingkungan sungai bagi keberlangsungan hidup suku Kaptiau.

Hal itu disampaikan Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (ED-WALHI) Papua bersama tokoh adat (Ondo) Kaptiau, distrik Bonggo Kabupaten Sarmi dalam konferensi persnya di Abepura, Jayapura, Jumat (18/12/2020).

Yunus Martiseray, Ketua Eksekutif Daerah WALHI Papua kepada wartawan menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan advokasi kebijakan publik dengan riset lapangan bersama pihak Lab Uncen sejak pertengahan 2019 di lokasi perusahaan yang berinvestasi di daerah tersebut.

“Bulan Mei – Oktober 2019 di kampung Garusa dan Kaptiau, di mana PT. RML berinvestasi kebun kelapa Sawit. Walhi bekerjasama dengan Lab Kimia-Biologi Uncen lalu melakukan uji sampel air pada sungai Manguwaho dan Porowai. Hasilnya Lab Mipa Uncen adalah sungai Manguwaho dan Porowai masing-masing diperoleh nilai Pollution Indeks (PI). Untuk air sungai Maguwaho adalah 12,63 kategori tercemar, sedangkan yang masuk pada kualitas air tercemar skala 3. Sungai Porowai nilai PI nya adalah sebesar 3,12. Artinya kualitas air tercemar ringan (skala 4),” jelas Martiseray.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Dengan keadaan itu ia minta perhatian serius dari pihak perusahaan agar segera perbaiki keadaan itu.

ads

Katanya, perusahaan harus berikan perhatian serius karena akan memepengaruhi keberdaan biota perairan, BOD, COD, senyawa fenol, dan klorin bebas di sungai manguwaho. Karena sungai tersebut merupakan bagian kehidupan masyarakat di sana, yang tidak terpisahkan. Mereka mencari ikan, kepiting, dan Bia untuk dikonsumsi dan dipasarkan. Aktivitas itu sudah dilakukan sejak turun temurun.

Ia juga mengatakan bahwa dari informasi yang dihimpun Walhi Papua dari masyarakat terdampak langsung bahwa mereka tidak terlibat dalam proses penyususun Amdal dan perusahaan hanya memberikan janji.

“Mereka (hak ulayat) tidak dilibatkan dalam penyususn Amdal, juga pihaknya tidak mensosiliasikan Amdal kepada masyarakat setempat untuk dilakukan pengawasan. Perusahaan janjikan 4 hektar lahan plasma suntuk warga Garusa, namun belum ada kejelasan sampai saat ini,” tukasnya.

Baca Juga:  Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

Oleh sebab itu, Walhi Papua merekomendasikan tiga poin; Pertama, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura agar melakukan monitoring dan uji mutu baku kualitas air di kedua sungai dimaksud.

Kedua, mendesak pemerintah Kabupaten Jayapura untuk memfasilitasi penyelesaian plasma 20% dan segera mengaktifkan kembali koperasi plasma bagi warga masyarakat Garusa.

Ketiga, mendesak pemerintah Kabupaten Jayapura untuk menyelesaikan konflik tenurial antara masyarakat adat kampung Kaptiau dan PT. RML.

Sementara itu, Aser Yambai, Ondo Kaptiau mengapresiasi kenerja Walhi Papua yang telah mengadvokasi kasus kerusakan lingkungan.

“Ketika banyak terjadi masalah, kami kebingungan mau ke pemerintah atau perusahaan, tapi dengan adanya Walhi, aspirasi kami sudah tersalur dan kami mulai temukan solusi. Karena sungai itu sumber kehidupan kami sejak turun temurun. Kami punya pendapatan ekonomi hampir 75 % tergantung ke sungai ini. Sehingga dari hasil sungai inilah kami biayai anak-anak kami sekolah dan untuk kami konsumsi setiap hari.”

Baca Juga:  Satgas ODC Tembak Dua Pasukan Elit TPNPB di Yahukimo

“Sungai dulu merah tapi sekarang kalau hujan dilokasi perkebunan mulai beruba warna kayak sungai besar banjir. Akibatnya banyak jenis  ikan yang hilang, kepiting dan bia mati. Termasuk banyak buaya yang punah,” ujar bapak Yambi.

Oleh sebab itu, bapak Yambi meminta perhatian serius dari pihak perusahaan dan pemerintah, agar potensi sungai yang ada dijaga sebagai warisan nenek moyang kampung Kaptiau.

“Kehidupan masyarakat ada pada sungai dan itu tentu akan diwariskan pada anak cucu, maka perusahaan dan pemerintah atau dinas-dinas terkait harus serius selesaikan kasus ini. Sungai ini juga merupakan salah satu dari tiga sungai di Papua yang dikenal sebagai pemancingan black bast dari tim pemancingan Indonesia, termasuk dari Korea dan Singapura. Sehingga saya harap potensi ini harus dijaga agar nantinya kami wariskan kepada generasi kami,” pungkasnya.

 

Pewarta: Yanuarius Weya

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaPengungsi Nduga Mau Pulang Kampung, Kelnea: Pak Presiden Dengarlah Keluhan Kami
Artikel berikutnyaPeresmian Gedung Gereja Efesus Tomisa, Ketua Sinode: BPK Tingkatkan Pelayanan Kepada Umat