In Memoriam Bruder Jan Sjerps OFM: Kapan Pulang ke Belanda?

0
1252

Ingatan Irianto Yobee dari Tetobutu Sampai di Pantai Selatan

Oleh: Willem Bobii)*
)* Anak didik alm. Bruder di SMP YPPK St. Fransiskus Asisi Moanemani

Banyak kenangan dalam ingatan sejak kecil hingga berkumis putih. Sedari kecil kami kenal setiap jam makan siang menuju pastoran atau pulang ke rumah diatas jam 1 hingga jam 2 siang. Kami tahu jalan yang dilalui, yakni jalan Tetobutu. Tetobutu adalah jalan setapak satu-satunya yang dilalui oleh Bruder Yan Sjerps, OFM di siang atau bahkan di tengah malam, terkadang di pagi hari.

Waktu terus berlalu. Tahun 1993 Kami pun berjumpa di kelas IB SMP YPPK St Fransiskus Epouto di Moanemani. Sejarah sekolah yang dikisahkan ikut berpindah saat Bruder juga berpindah tugas dari Akimuga.

Tahun 1993 saya kenal ciri khas mengajar Bruder Yan dengan mata pelajaran Agraria, tapi isinya berhitung dan pecahan serta besaran dan satuan ilmu pasti. Otak pusing sebagai anak kampung, minim pengetahuan dan tentunya bingung. Apalagi bicara soal nilai ulangan atau menjawab pertanyaan. Kami juga merasa aneh dengan pelajaran Agraria yang isinya berhitung angka-angka pecahan, tetapi juga soal cerita-cerita kisah harian yang dipersoalkan dalam bentuk pertanyaan angka dan satuannya. Kami juga kaget, pelajaran yang sama pula terkadang dibagikan sekop untuk mengcangkul tanah di kebun kopi, terkadang petik dan kupas kopi. Kami sempat pikir, apa jenis pelajaran Agraria yang sebenarnya? Berhitung atau bekerja di kebun kopi?

ads
Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Satu waktu di masa SMP, kami baca Tifa Irian bersampul kuning. Nama Yan Sjerps telah dinaturalisasikan menjadi Irianto Yobee.

Tahun 1996 ketika menjelang ujian nasional SMP, kepala saya bocor dengan gunting Taman milik Bruder, saya menduga gunting berat yang didatangkan dari Belanda. Memang, pagi itu gara-gara terlambat ke sekolah saya lupa menyisir rambut. Bruder sangat disiplin dalam menjaga kebersihan dan kerapian murid-murid. Tak peduli seberapa darah hitam yang tercucur saat itu. Tak peduli dengan segala situasi saat itu, Bruder tak peduli pula satu minggu saya tidak masuk sekolah karena masih dirawat waktu itu.

Tahun 1996, sesudah tamat SMP, Bruder kirim nama saya ke SMA Teruna Bhakti Waena di Jayapura. Saya bilang, Bruder, saya mau sekolah di Nabire saja supaya lebih dekat dengan kampung. Bruder bilang: Nei, you harus sekolah di Jayapura.
Bruder, malam ini semua ingatan bangkit kembali.

Tahun 2006 saya mengajar Fisika di SMA Adhi Luhur Nabire. Saya berjumpa Bruder ketika makan bersama di Susteran Meriam. Sesudah makan bersama, saya membuka kisah lama dengan akrab di teras Susteran. Saya katakan sambil memperlihatkan kepala saya: Bruder, lihat di kepala saya ini ada bekas, Bruder pernah lukai dan sekarang bekas luka tersebut tak pernah hilang. Akan tetapi Bruder membalas begini: Nei… you sudah jadi guru. You harus mengajar lebih baik, pesannya.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

Bruder,….malam ini adalah malam kedua. Ingatan kisah-kisah ini belum habis.

Sesudah tahun 2007, beberapa kali saya berjumpa dan satu sore pernah kita berdua keliling kota papan di Agats dalam ingatan dan memori dari Moanemani.

Januari 2010 ketika perayaan peringatan 50 tahun karya Ordo Salib Suci (OSC), Uskup Allo (Keuskupan Agats) mengatakan dalam peringatan tersebut akan ada kunjungan khusus dari keluarga almah. Pater Yan Smith, sebab perayaan tersebut juga merencanakan tentang pemindahan kuburan Alm. Pater Yan Smith dari belakang Gedung Gereja Katedral Salib Suci Agats ke kompleks Biara Salib Suci Agats. Namun sampai pada hari puncak, saya hampir tidak melihat sama sekali keluarganya.

Dan saya sempat menanyakan ulang ke Uskup Allo, menjawab bahwa Bruder Yan Sjerps hadir sebagai saudara terdekatnya. Bercerita tentang relasi dirinya dengan keluarga Almah Pater Yan Smith dari Belanda dan saudara-saudari lainnya tinggal berpisah di Amerika. Cerita baru, kisah baru dalam ingatanku. Kisah yang panjang hingga namanya sama-sama Yan, memiliki kedekatan keluarga dan sama-sama memiliki masuk biara saat itu. Kisah masa kecil yang unik dalam keluarga antara Yan Sjerps dan Yan Smith.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Tahun 2011, dalam kisah karya pastoral Keuskupan Timika di Akimuga, saya kaget dalam tangkapan layar video terlihat wajah Bruder Yan. Saya kaget, Bruder ikut hadir dalam peresmian Gereja Katolik Kampung Kiliarma Distrik Akimuga.
Kali ini juga tidak jauh beda dengan kisah-kisah sebelumnya, bahwa kita baku kaget dalam memori dan ingatan seputaran bukit Tetode. Dalam keseriusan ceremonial itu, Bruder serius mengatakan: Nei, You Willem sekarang sudah kerja di penerangan (artinya, mungkin bukan guru lagi).

Bruder…. kisah-kisah ini antara serius duka dan tawa. Bruder telah mengukir kisah yang unik dalam hidupku. Masih banyak kisah yang tak kutuliskan. Hanya ingatan dan kenangan.

Paskah 2019, semalam bercerita panjang hingga jam 2 malam. Saya ingat sepenggal percakapan kami malam itu.
Saya: Apakah bruder akan pulang ke negeri Belanda?
Bruder: Ya… kalau sudah tidak kuat, dan tidak ada yang rawat.. saya harus pulang ke Belanda. (Jawab bruder tanpa pikir panjang)
Saya: Bruder.. saya akan ikut Bruder ke Belanda.
Bruder: Nei.. you tidak punya keluarga di sana.
Saya: Bruder, Yobee dan Bobii itu keluarga adik-kaka… (jawab saya sambil tertawa)
Bruder: Nei you jangan cari alasan…!

Dan saat ini Bruder sudah berada di rumah abadi dengan tenang.

Bruder… Selamat jalan ke rumah abadi. Beristirahatlah dalam damai dan kasih. (*)

 

Artikel sebelumnyaSudah Saatnya Papua Menghitung Langkah
Artikel berikutnyaBruder Jan Sjerps OFM, Pionir Kopi Papua Meninggal Dunia