JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kebijakan presiden Joko Widodo mengizinkan investasi bagi industri minuman keras (Miras) di Tanah Papua sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021 menuai penolakan dari berbagai pihak, antara lain Majelis Rakyat Papua (MRP) bersama delapan Sinode di Tanah Papua, termasuk Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) provinsi Papua.
Hal ini ditegaskan Yoel Luiz Mulait, ketua Pokja Agama MRP, kepada wartawan di Jayapura, Minggu (28/2/2021).
Luiz mengaku penolakan tersebut mengemuka dalam rapat konsultasi yang diadakan MRP melalui Pokja Agama pada pekan lalu, Rabu (24/2/2021).
“Dalam rapat konsultasi bersama Uskup dan para Sinode di Tanah Papua serta PWNU Papua itu telah menolak keberadaan peredaran miras dan narkoba di Tanah Papua,” ujarnya.
Sikap penolakan sebagai rekomendasi dari rapat konsultasi itu termasuk adanya izin investasi miras skala besar hingga eceran yang diberikan oleh presiden Jokowi. Perpres tentang bidang usaha penanaman modal itu diteken kepala negara pada 2 Februari 2021 di Jakarta.
“Hadir dalam rapat konsultasi itu ketua BP AM Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Tanah Papua, ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) di Tanah Papua, ketua Sinode Gereja Baptis di Tanah Papua, ketua Sinode Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) di Tanah Papua, ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, BPH lengkap Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua, Uskup Keuskupan Jayapura, Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di Tanah Papua, serta ketua PWNU provinsi Papua,” jelasnya.
Setelah rapat konsultasi bersama pimpinan agama, kata Luiz, MRP mengadakan rapat koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan di provinsi Papua. Rakor dibuka Timotius Murib, ketua MRP. Hadir dalam rakor yang diadakan di hotel Hom, Abepura, Jumat (26/2/2021), kepala BNN Provinsi Papua, Brigjen Pol Robinson D. P. Siregar, direktur Reserse Narkoba Polda Papua, Kombes Pol Alfian, dan kepala Satuan Polisi Pamong Praja provinsi Papua, William R Manderi. Sedangkan Walikota Jayapura yang juga diundang ke rakor ini tidak berkesempatan hadir.
“Hasil rapat konsultasi kemudian dibangun kesepakatan bersama bahwa atas dukungan rakyat Papua melalui para tokoh agama sebagai pimpinan umat yang ada di Tanah Papua mengutuk dan menolak miras dan narkoba di Tanah Papua. Dengan itu para pemangku kebijakan baik BNN Papua, Polda Papua dan Satpol PP juga mempunyai komitmen yang sama untuk memberantas miras dan narkoba di Tanah Papua,” tuturnya.
Dengan sikap tegas tersebut, MRP menyatakan menolak Perpres nomor 10 tahun 2021 yang menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah peredaran miras yang diproduksi secara terbuka. Tiga provinsi lainnya yang diberikan izin industri miras yakni Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Bali.
“MRP sebagai lembaga kultural orang asli Papua dengan tegas menyatakan menolak Perpres itu. Kematian orang Papua akan semakin cepat akibat aturan ini. Sebab, selama ini kematian akibat miras sudah cukup besar,” ujarnya.
Perpres tersebut ditolak oleh rakyat Papua, karena menurutnya, sangat besar dampaknya jika diberlakukan. Akan lebih cepat dan semakin banyak kematian orang Papua.
“Papua sampai hari ini tingkat kriminalitasnya tertinggi, termasuk angka kematian akibat miras dan narkoba sesuai data Polda Papua. Seharusnya pemerintah pusat sebelum mengambil kebijakan, perlu melibat data kriminalitas, tidak boleh serta merta keluarkan aturan yang tidak melindungi rakyat. Ini dampaknya besar sekali, jadi kita tegas tolak pemberlakuan Perpres nomor 10 tahun 2021 di Tanah Papua,” ujar Mulait.
Timotius Murib, ketua MRP, menegaskan, miras dan narkoba adalah musuh bersama untuk diperangi bersama, sehingga MRP merasa penting demi menyelamatkan manusia terutama orang asli Papua.
“Keberadaan miras dan narkoba membawa dampak buruk. Dengan melihat realita seperti itu, semua pihak harus bergandengan tangan termasuk MRP, meminta pemerintah provinsi Papua untuk segera bangun balai rehabilitasi,” kata Murib.
Selain itu, kata ketua MRP, upaya bersamaan dengan itu adalah pembuatan regulasi dan fasilitas untuk pencegahannya.
Perpres nomor 10 tahun 2021 merupakan turunan dari Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pengesahan Undang-Undang ini sempat disambut gelombang aksi protes dari berbagai pihak di Indonesia.
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You