12 Aktivis KNPB Merauke Dibebaskan Sebagai Hadiah Paskah dengan Status Wajib Lapor

0
1497

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sebanyak 13 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Meroke yang ditangkap polisi tanpa sebab dan alasan yang jelas pada 27 Desember 2020 lalu telah dibebaskan pada Jumat (2/4/2021) malam. Mereka dibebaskan sebagai hadiah paskah untuk keluarga dan aktivis, tetapi mereka statusnya tahanan kota dan wajib lapor sampai masa tahanan di kepolisian selesai.

Mereka adalah Zakarias Yakobus Sraun (40), Piter Wambon (32), Cristianus Yandum (39) [meninggal dunia], Robertus Landa (23), Michael Bunop (24), Elia Kmur (38), Marianus Anjom (24), Kristian Anggunop (24), Emanuel Omba (24), Petrus Kutey (27), Linus Pasim (25), Salerus Kamogou (23), dan Yohanis Yawon (32).

Sekjen KNPB Meroke, Yoris Wopay kepada media benarkan bahwa 13 aktivis KNPB sudah dibebaskan. Dia menjelaskan, 13 aktivis KNPB telah bebas pada Jumat (2/4/2021) malam dari rutan Polres Merauke.

Wopay menjelaskan, mereka ditangkap dan diintimidasi pada 29 November 2020 tanpa sebab saat duduk duduk santai di sekretariat KNPB. 1 anggota, Kristianus Yandum meninggal karena sakit akibat intimidasi polisi.

“Polisi bebaskan mereka karena tidak memiliki bukti untuk mengadili. KNPB mendesak Kapolres Merauke bertanggung jawab atas intimidasi, kerugian hingga nyawa orang tak bersalah yang meninggal akibat disiksa,” jelasnya.

ads

Labih lanjut, dia menjelaskan, awalnya ada 14 orang yg ditangkap, diantaranya ada 1 masyarakat dan ditahan pada tgl 13 Desember 2020 lalu. Kemudian 6 orang ditangkap kurang lebih pukul 14.00 WPB siang dan 8 orang ditangkap kurang lebih pukul 23.00 WPB malam di hari yang sama. Satu orang masyarakat dibebaskan pada tanggal 17 Desember 2020.

Baca Juga:  Wawancara Eksklusif Daily Post: Indonesia Tidak Pernah Menjajah Papua Barat!

Satu anggota KNPB yang ikut ditahan, Kristian Yandum telah meninggal pada 27 Februari 2021 lalu dengan status sebagai tahanan. pada tanggal 27 Februari 2021 yang statusnya masi tahanan.

“12 orang ditahan di rutan Polres Merauke. Tetapi KNPB dan keluarga masih anggap mereka ada 13 orang karena status almarhum Kristian Yandum dari pihak kepolisian belum mengeluarkan surat SP3 untuk diberikan kepada keluarga,” terangnya.

Pada tanggal 2 April 2021 malam polisi meminta untuk 12 tahanan pindah ke aula Polres dari sel tahanan untuk tanda tangan surat pengeluaran tahanan. Setelah itu mereka dinyatakan bebas oleh Kapolres Merauke sebagai hadiah paskah untuk keluarga dan aktivis.

“Mereka diantar keluar dari Polres sekitar jam 21 : 53 WPB dengan pengawalan ketat sampai ke basis keluarga di jalan kuda mati-pasar mangga, mereka semua dalam keadaan sehat,” ungkapnya menjelaskan.

Sebelumnya, lanjut Wopay, informasi dari pihak Pengacara Hukum dan Ham Papua yang menangani kasus ke-13 tapol KNPB memberitahukan bahwa batas waktu penahanan ke 13 kawan – kawan sampai dengan tanggal 12 April 2021 sebagaimana batas masa penahanan kasus terberat menurut aturan kepolisian dan hukum yang berlaku.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

“Mereka 12 Aktivis KNPB yang di keluarkan masih dengan status wajib lapor sampai batas masa penahanan kepolisian selesai. Dan tanpa surat pernyataan setia kepada NKRI yang terus ditawarkan oleh pihak Kepolisian tapi tidak pernah ditanggapi 12 aktivis KNPB sampai mereka dibebaskan. Selanjutnya proses hukum tetap berjalan dan akan didampingi LBH Papua dan timnya,” kata Wopay.

Seperti dilansir tirto.id, gugatan praperadilan terhadap penangkapan 13 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebuah organisasi politik yang berkampanye untuk kemerdekaan West Papua, ditolak pada 25 Januari 2021. Hakim Pengadilan Negeri Merauke Ganang Hariyudo Prakoso menyatakan penangkapan terhadap mereka sah.

“Menolak permohonan praperadilan para pemohon untuk seluruhnya; membebankan biaya perkara kepada para pemohon sejumlah nihil,” begitu putusan hakim.

Kapolres Merauke, melalui Kasat Reskrim Polres Merauke AKP Agus Pombos menyatakan penangkapan dilakukan lantaran anggota KNPB mengabaikan peringatan kepolisian dan terus mengulangi perbuatan mereka: membuat gambar Bintang Kejora dan mengajak orang lain untuk referendum.

“Di sekretariat itu polisi menemukan lambang organisasi terlarang, simbol bendera Bintang Kejora, termasuk dokumen atau selebaran dan buku-buku ideologi yang bertentangan Pancasila,” jelas Agus kepada reporter Tirto.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Kuasa hukum para pelapor, Emanuel Gobay, mengatakan tak ada pembahasan soal makar atau kegiatan lain yang mengandung unsur pidana saat penangkapan, juga tak ada pengibaran Bintang Kejora.

Mereka, kata Gobay, hanya berkumpul biasa saja. Ketika datang pukul 12 siang, tak ada polisi yang menunjukkan surat perintah penggeledahan apalagi penangkapan. Emanuel menegaskan mereka yang ditangkapi adalah korban kriminalisasi pasal makar. Mereka dijerat Pasal 106 KUHP, Pasal 107 KUHP, dan Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP.

“Polisi datang, langsung tangkap,” kata Emanuel.

Kapolres Merauke AKBP Untung Sangaji mengakui ada penganiayaan dan itu lumrah, katanya. “Itu karena [mereka] sudah tiga kali [diperingati]. Sudah lapor ke kapolda dan tak apa, sudah biasa itu. Kami punya negara dicaci maki, kok.” katanya.

Penyiksaan terhadap tahanan jelas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. Atas dasar itu Emanuel mengatakan tim kuasa hukum akan mengadukan dugaan penganiayaan ini kepada Divisi Profesi dan Pengamanan.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPdt. Benny Giay Ajak Orang Papua Doakan Gubernur Papua
Artikel berikutnyaDinkes Tolikara Rampungkan Vaksinasi Tahap II kepada ASN, TNI, Polri dan Staf Bank Papua