Mahasiswa Papua di Makassar Serukan Segera Akui Kemerdekaan West Papua

0
999

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Bertepatan dengan 1 Desember 1961 memperingati HUT deklarasi kemerdekaan West Papua atau Papua Barat yang ke 60 tahun, lima organisasi pergerakan mahasiswa di Makassar secara bersama melakukan aksi damai berupa mimbar bebas di asrama mahasiswa Papua Makassar, di Makassar, Rabu (1/12/2021).

Kelima organisasi pergerakan mahasiswa itu, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) sebagai penanggung jawab kegiatan serta Forum Solidaritas Mahasiswa/i Papua Barat (FSM-PB) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP).

Dalam release kepada suarapapua.com, Kamis (2/12/2021), mereka menyerukan dan pertegas bertepatan dengan momen 1 Desember yang merupakan tanggal sakral bagi rakyat bangsa Papua Barat, negara Indonesia harus segera lakukan demiliterisasi, cabut perpanjangan Otonomi Khusus atau Otsus dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua Barat.

Hal tersebut sebagai bentuk pengakuan kemerdekaan negara Papua Barat secara penuh. Dimana, tepat pada 1 Desember 1961, rakyat Papua sudah mendeklarasikan kemerdekaannya.

“Bendera Bintang Kejora berkibar untuk pertama kalinya di Kota Hollandia—kini Jayapura—sembari diiringi lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”. Akan tetapi, deklarasi tersebut tak diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia yang menganggapnya sebagai negara boneka buatan Belanda,” tulis mereka.

ads
Baca Juga:  IPMMO Jawa-Bali Desak Penembak Dua Siswa SD di Sugapa Diadili

Lanjut mereka, presiden Indonesia, Soekarno, saat itu lantas melakukan aneksasi terhadap West Papua melalui seruan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta pada 19 Desember 1961, yang kemudian diejawantahkan dalam serangkaian operasi militer yang menumpahkan banyak korban rakyat sipil West Papua.

“Inilah awal mula pendekatan militeristik dilakukan oleh pe merintah Indonesia terhadap West Papua. Kondisi ini kemudian diperparah di masa kepemimpinan Orde Baru Soeharto. Orde Baru melakukan segala cara untuk memenangkan PEPERA dan menjadikan West Papua sebagai bagian dari Indonesia. Meskipun Soeharto telah tumbang, tidak ada perubahan berarti dalam cara pendekatan pemerintah Indonesia terhadap rakyat West Papua,” terang mereka.

Bahkan, lanjut dikatakan, hingga kini operasi militer dengan dalih menumpas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) terus digencarkan. Bukan saja tidak efektif, pendekatan militer malah semakin banyak menimbulkan banyak korban warga sipil. Bahkan jika ditelisik lebih dalam, penggunaan militer di Papua tak ubahnya bisnis keamanan bagi industri tambang di berbagai wilayah West Papua.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

“Situasi terbaru, operasi militer di Kabupaten Puncak dan Maybrat menimbulkan gelombang pengungsian,” ujar mereka.

Terkait Otsus, dinyatakan, tahun 202 merupakan tahun berakhirnya pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua. Tidak semanis janjinya dahulu, alih-alih mengembalikan martabat rakyat West Papua.

“20 tahun pemberlakuan Otsus hanyalah alat bagi pemerintah Indonesia untuk memperkuat cengkeraman kolonialismenya terhadap bangsa West Papua. Pelanggaran HAM (pembunuhan di luar hukum, pembubaran aksi damai, penangkapan demonstran dan penyingkiran) terus berlanjut hingga detik ini,” tekan mereka.

Berangkat dari hal-hal tersebut diatas dan lainnya, mereka menyerukan 16 poin yang disebut sebagai tuntutan aksi:

  1. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua
  2. Cabut UU Otonomi Khusus jilid II
  3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua
  4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua
  5. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia
  6. Bebaskan tapol West Papua tanpa syarat
  7. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh dan tolak pengembangan Blok Wabu dan eksploitasi PT. Antam di Pegunungan Bintang
  8. Usut tuntas pelaku penembakan dua anak di Intan Jaya
  9. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal pelanggar HAM
  10. Hentikan rasialisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri
  11. Hentikan Operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat dan seluruh wilayah West Papua lainnya 12 Cabut Omnibus Law!
  12. Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses Dekolonisasi West Papua seperti yang telah dijanjikan
  13. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua
  14. Mendesak Pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau ke Tanah Papua. Kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi Bangsa West Papua harus dibuka lebar dan dijamin
  15. Hentikan Penggusuran Warga Bara-Baraya.
  16. Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat pro-demokrasi untuk turut bersolidaritas terhadap perjuangan rakyat West Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri dan mengakhiri alir tangis dan darah di tanah West Papua.
Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Pewarta: Stevanus Yogi

Artikel sebelumnyaPelabelan Teroris ke Gerilyawan Papua Merdeka Persempit Ruang Dialog
Artikel berikutnyaPimpinan Gereja Desak MRP Ajukan Hukum Internasional Soal Otsus Papua