PasifikHeboh Beritakan Perang Rusia Ukraina, Tetapi Abaikan Konflik Berkepanjangan di Papua

Heboh Beritakan Perang Rusia Ukraina, Tetapi Abaikan Konflik Berkepanjangan di Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Media-media di dunia telah disoroti oleh para politikus di wilayah Pasifik, karena cara mereka meliput perang antara Rusia dan Ukraina.

Terutama pemberitaan mengenai penderitaan yang dialami oleh warga negara Ukraina. Bahkan dalam pemberitaanya media-media dinilai melebih-lebihkan, sementara mengabaikan konflik terlama yang terjadi di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia.

Sebagaimana disampaikan Ralph Regenvanu, Pemimpin Oposisi Vanuatu dan mantan menteri luar negeri. Di mana Regenvanu mengatakan bahwa pembatasan media di tanah Papua telah mempersulit untuk melaporkan situasi di sana.

“Pembatasan media adalah faktor yang berkontribusi besar. Di Ukraina, setidaknya kami memiliki jurnalis dari seluruh dunia, sedangkan di Papua Barat, mereka dilarang sepenuhnya,” tukas Regenvanu sebagaimana dikutib dari ABC Australia.

Baca Juga:  Ancaman Bougainville Untuk Melewati Parlemen PNG Dalam Kebuntuan Kemerdekaan

Baru-baru ini, PBB mengeluarkan pernyataan yang membunyikan alarm tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua, dan menyerukan bantuan mendesak. Termasuk mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan penuh dan independen atas tuduhan penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum dan pemindahan ribuan orang Papua Barat.

Namun Regenvanu mengatakan Indonesia telah menolak untuk mengizinkan pengamat independen masuk ke wilayah tersebut.

“Indonesia baru saja menolak mentah-mentah untuk melakukannya, dan justru telah meningkatkan eskalasi pendudukan militer, penindasan terhadap orang-orang [Papua] di sana,” katanya.

Baca Juga:  Wawancara Eksklusif Daily Post: Indonesia Tidak Pernah Menjajah Papua Barat!

Veronica Koman dari Amnesty International mengatakan komentar semacam itu tentang situasi di Ukraina mengabaikan banyak contoh perlawanan pribumi terhadap penjajahan.

“Orang Papua Barat telah berperang sejak 1950-an. Bangsa Pertama di Australia telah berperang sejak lebih dari 240 tahun yang lalu. Begitulah tangguhnya pertarungan … itu hanya menunjukkan standar ganda,” tukas Koman.

Pernyataan serupa disampaikan Gubernur Provinsi Oro Papua New Guinea dan Anggota Parlemen nasional PNG, Garry Victor Juffa. Menurutnya setiap invasi suatu bangsa akan memiliki keprihatinan dan pendapat yang kuat dari berbagai perspektif, dan semua orang setuju hal itu.

Baca Juga:  FIFA Akan Mempromosikan Hubungan 'non-partisan, non-politik' Antara Fiji dan Indonesia

‘Yang membuat saya penasaran adalah keheningan yang memekakkan telinga dari negara-negara yang sama yang mengungkapkan keprihatinan serius tentang invasi ke Ukraina yang tidak mengatakan apa-apa tentang invasi ke Papua Barat,” tukas Garry Juffa.

“Apa perbedaan antara sesama orang Melanesia di Papua Barat dan warga Ukraina yang baik. Bolehkah saya bertanya?”

“Mengapa tidak ada kecaman global dan tidak ada doa dan tidak ada kekhawatiran yang dialamatkan untuk West Papua? Apa yang terjadi di Papua Barat telah berkembang melampaui invasi yang menjadi genosida skala penuh terhadap suatu masyarakat.”

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.