Sistem Pertanian Agroekologi Mendukung Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Tambrauw

0
1178
Perempuan Tambrauw dengan produk lokal mereka. (Dok. Kaoem Telapak)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com— Menurut Putra Santoso Kurniawan, salah satu anggota KAOEM Telapak (KT) bahwa Kabupaten Tambaruw mempunyi sistem pertanian berbasis agroekologi yang sangat baik untuk mendukung pengembangan ekenomi dan kesejahteraan masyarakat Tambaruw yang berkelanjutan dan mandiri tanpa merusak alam dan manusia.

KAOEM Telapak (KT) adalah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan. KT adalah organisasi berbasis anggota. Dalam perjalanannya, KT berfokus pada isu Kehutanan, Pertanian, Kemasyarakatan/Masyarakat Adat dan Perikanan, yang terutama ditargetkan pada 3  konstituen utama, yaitu: Petani, Nelayan, dan Penduduk asli.

Kurniawan menjelaskan bahwa agroekologi adalah sistem pertanian yang tidak merusak lingkungan, manusia, alam, dan hutan adat Tambaruw. Karena sistem pertanian tersebut mempunyai relasi yang sangat erat antara alam, kehidupan sosial masyarakat setempat, ekologi, ekonomi, masyarakat dan lingkungan.

“Masyarakat di Tambrauw sudah memiliki sistem pertanian argoekologi. Saya sudah berkunjung ke beberapa negara dan wilayah di luar Papua, namun belum menemukan sistem pertanian tersebut. Saya hanya menemukan sistem pertaninan agroekologi di Tambrauw. Ini sangat cocok dikembangkan oleh masyarakat di Tambrauw untuk memenuhi kesejahteraan dan ekonomi berkelanjutan, karena sistem pertanian tersebut tidak merusak alam, lingkungan, manusia, dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Agroekologi tidak menggunakan pupuk pestisida, lebih menyelamatkan hutan, air, dan budaya,” jelas Kurniawan dalam diskusi terbatas dengan suarapapua.com di Sorong, Papua Barat Maret 2022.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Ia berharap agar sistem pertanian argoekologi harus dipertahankan oleh masyarakat adat Tambrauw, agar tidak terkikis dengan pengembangan pertanian modern atau industri pertanian yang merusak eksistensi budaya, lingkungan, dan manusia.

ads

“Ilmunya dari alam itulah argoekology. Modernisasi datang bisa musnah seperti di Jawa. Musnah ilmunya, musnah budayanya, dan musnah hutannya,” tambahnya.

Ia mengakui bahwa budaya membabat hutan dan mencangkul tanah bukan budaya masyarakat Papua. Mekanisme tanah menjadi kurang baik dan mikroorganisme menjadi mati, karena terpapar matahari dan mengakibatkan tanah gersang dan tidak subur.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Ia pun menilai program industri pertanian berskala besar dapat membuat masyarakat Papua menanam apa yang laku bukan apa yang dimakan. Sistem argoekologi mendorong masyarakat makan apa yang di sekitarnya.

Ia mengatakan sistem pertanian yang sudah ada di masyarakat mampu memenuhi kebutuhan vitamin, protein, karbohidrat dan nutrisi lainnya. Sehingga masyarakat di wilayah Tambrauw disarankan untuk tetap menjaga pola pertaniannya.

“Di laut ada ikan, di hutan ada daging dan sayuran, serta pangan lainnya. Itu sangat cukup untuk memenuhi nutrisi masyarakat. Food Estate polanya seperti kita makan apa yang kita tidak tanam. Kita tanam apa yang kita tidak makan. Orang menjadi menanam apa yang laku. Padahal di sini, ia tidak makan, contoh di Merauke, industri menanam padi yang bukan khas pangan setempat akhirnya masyarakat tidak berdaulat. Argoekologi adalah kita makan yang apa yang di sekitar kita. Kalau mau berdaulat makanan harus disediakan oleh [pe]tani,” paparnya.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

Ia juga mengatakan, “secara struktur masyarakat [Tambrauw] dibikin tidak kritis. Masyarakt hanya jadi objek. Masyarakat selalu terima tidak mencipatkan. Bukan dari luar, dari  setiap program. Masyarakat belum diajak untuk membangun atau mencipatakan program itu,” katanya.

Wishnu Tirta Setiadi, Wakil Presiden Kaoem Telapak menambahkan bahwa sistem pertanian argoekologi sangat cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Tambarwu. Karena Kabupaten Tambarauw merupakan kabupaten konservasi. Sistem tersebut harus dijaga dan disosialisakan sehingga masyarakat mengetahui bahwa pola pertanian yang telah dikembangkan oleh masyarakat adat Tambaruw sangat baik karena menjaga eksistensi ekosistem antara alam, lingkungan, budaya, masayakat, dan kehidupan sosial masyarakat.

“Pengetahuan lokal ini harus disosialiaskan kepada masyarakat lainnya, sehingga masyarakat tetap menjaga. Kami akan mendorong secara kelembagaan. Masyarakat yang menyampaikan program apa yang dibutuhkan. Mereka sendiri  mengeluarkan gagasan ataupun idenya,” tukas Wishnu.

 

Pewarta: Maria Baru
Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaTemui Menkopolhukam, MRP Minta DOB Papua Ditunda
Artikel berikutnyaPemerintah Solomon Kutuk Misinformasi Terkait Hubungan China dan Honiara