PolhukamHukumKetua Poksus DPRP Terima Aspirasi Rakyat Deiyai Berantas Penyakit Sosial

Ketua Poksus DPRP Terima Aspirasi Rakyat Deiyai Berantas Penyakit Sosial

WAKEITEI, SUARAPAPUA.com — Komitmen kuat semua pihak di kabupaten Deiyai untuk memberantas berbagai penyakit sosial yang telah dideklarasikan di lapangan sepakbola Thomas Adii, Wakeitei, distrik Tigi, kabupaten Deiyai, Senin (28/3/2022) lalu, akhirnya disampaikan ke John NR Gobai, ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPRP.

Saat reses di kabupaten Deiyai, legislator Papua utusan wilayah adat Meepago ini berkesempatan menerima langsung aspirasi rakyat tentang pemberantasan penyakit sosial untuk diperjuangkan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan.

“Saya terima aspirasi rakyat mengenai pemberantasan penyakit sosial, termasuk larangan Miras, perjudian, pinang, dan lain-lain yang pada bulan lalu sudah dicanangkan di sini,” kata John saat dialog dalam rangka reses, Jumat (22/4/2022) di aula kantor distrik Tigi.

Setiap aspirasi rakyat menurutnya perlu diserap untuk ditindaklanjuti. Apalagi hal baik untuk kepentingan umum, tentu dibutuhkan kebijakan melalui regulasi yang tepat.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

“Hari ini, dalam reses, saya terima aspirasi itu. Noken masalah diberikan. Tugas kami, aspirasi diolah jadi kebijakan daerah. Sesuai kewenangan, kami pasti mendorong DPRD Deiyai,” ujarnya.

John juga mengapresiasi pimpinan bersama anggota DPRD Deiyai yang telah menerima aspirasi tersebut.

“Kami sudah saling koordinasi. Kita saling dukung untuk menjawab aspirasi masyarakat Deiyai, tentunya dengan adanya regulasi daerah,” lanjut Gobai.

Menyerahkan surat petisi berisi sejumlah poin pernyataan sikap yang ditandatangani semua pihak termasuk pemerintah daerah, TNI, Polri pada saat kegiatan deklarasi pembasmian Miras dan perjudian (penyakit sosial), inisiator bersama tim berharap agar dapat ditindaklanjuti ke para pihak terkait di tingkat provinsi.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

“Pencanangan pembasmian penyakit sosial itu murni dari rakyat akar rumput yang disuarakan pihak adat dan gereja. Semua kalangan sudah terima keputusan dan sikap tegas itu. Kami mau ibukota dan seluruh wilayah ini bersih dari hal-hal tidak baik. Kami mau kembalikan ke situasi semula sebagai daerah kudus,” tutur Tino Mote, tokoh intelektual Deiyai yang juga putra asli Wakeitei, ibukota kabupaten Deiyai.

Bruno Mote, tim penggagas pemberantasan penyakit sosial di kabupaten Deiyai, menyatakan, tidak ada ruang bagi siapapun untuk melanggar keputusan tegas yang telah ditandatangani dan dideklarasikan dari lapangan terbuka pada 28 Maret lalu.

Semenjak larangan tersebut diberlakukan, diakui situasinya mulai membaik, tidak sesemrawut sebelumnya.

Jikapun ada kedapatan orang mabuk, tim sigap menuntut kepada konsumen dan memastikan penjual sembari menyampaikan nilai denda sesuai keputusan deklarasi pembasmian penyakit sosial, miras dan perjudian.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

Isi surat petisi terkait pernyataan sikap dan keputusan penegak hukum adat dan hukum agama di wilayah distrik Tigi, kabupaten Deiyai, selengkapnya dapat dibaca di sini.

Dari informasi yang dihimpun Suara Papua, sejauh ini tercatat tujuh kasus yang rata-rata tersandung kasus miras.

Setelah distrik Tigi, deklarasi serupa dilanjutkan di distrik lain.

Di distrik Tigi Timur, semua pihak mendeklarasikan penyakit sosial, miras, pinang, perjudian, pencurian, dan lain-lain sebagai musuh bersama pada Kamis (21/4/2022) kemarin.

Pencanangan dan penandatanganan dilakukan dari halaman kantor distrik Tigi Timur di  Damaabagata.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.