BeritaTak Pedulikan Darah yang Mengalir di Wajahnya, Degei Orasi Tolak Produk Jakarta

Tak Pedulikan Darah yang Mengalir di Wajahnya, Degei Orasi Tolak Produk Jakarta

DOGIYAI, SUARAPAPUA.com — Yabet Degei, Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura tak mempedulikan darah yang berlinang membasahi wajahnya lantaran diserang Polisi, tetapi terus menggelorakan orasi-orasi dalam menolak semua produk Jakarta.

Dalam video singkat berdurasi 00.25 detik yang beredar, Degei terus mengajak rakyat Papua untuk menolak dan mencabut segala tawaran Jakarta dalam aksi serentak 3 Juni 2020, karena dampak negatifnya akan memperparah kehidupan dan nasib anak cucu Papua.

“Otonomi khusus jilid I sudah tidak berhasil membangun Tanah Papua kawan-kawan, tetapi praktek-praktek kolonisasi masih terus dilakukan di atas Tanah Papua untuk menghabiskan sumber daya manusia,” katanya.

Baca Juga:  Pilot Selandia Baru Mengaku Terancam Dibom Militer Indonesia

Aksi protes pemekaran daerah otonomi baru (DOB) dan pencabutan otonomi khusus (Otsus) yang digelar serentak di seluruh Tanah Papua pada Jumat 3 Juni 2022 berujung tindakan represif dan brutal oleh aparat gabungan terhadap para pengunjuk rasa.

Dia menegaskan agar seluruh rakyat Papua sadar akan sistem yang sedang dijalankan koloniai Indonesia di atas Tanah Papua.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

“Otonomi khusus hanya membawa kepunahan bagi orang asli Papua. Otsus bagi orang asli Papua adalah genosida,” tegasnya.

Menurut keterangan dari pembela HAM setempat, setidaknya 11 pengunjuk rasa di Jayapura terluka setelah polisi membubarkan demonstrasi secara paksa di Kelurahan Waena, termasuk dua mahasiswa yang berdarah diduga akibat pukulan tongkat rotan oleh polisi.

Puluhan pengunjuk rasa di Jayapura dan setidaknya 22 pengunjuk rasa di Nabire ditahan oleh polisi. Aksi serentak ini terjadi di seluruh Tanah Papua seperti Sorong, Wamena, Yahukimo, Paniai, Dogiyai dan daerah-daerah lain di bumi Cendrawasih.

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

Terpisah, Direktur Eksekutif Amnesti International Indonesia, Usman Hamid menyatakan orang asli Papua (OAP) yang mengekspresikan pendapat mereka dalam protes damai mengalami represi, kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan atau eksesif dari polisi.

“Insiden yang berulang ini menunjukkan bahwa negara tidak menghormati suara orang asli Papua,” tegasnya.

 

Pewarta: Yance Agapa

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.