BeritaLingkunganKilas Balik Setahun Perjalanan Greenpeace Indonesia

Kilas Balik Setahun Perjalanan Greenpeace Indonesia

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Tahun 2022 terasa menjadi tahun yang panjang dan intens dalam perjalanan kampanye Greenpeace Indonesia. Selama setahun terdapat sejumlah catatan tersendiri terhadap apa saja yang terjadi, termasuk sorotan dalam kampanye-kampanyenya.

Tahun 2022 mungkin menjadi tahun yang mengejutkan dan menantang bagi kerja kampanye Greenpeace Indonesia. Sebab, dari Januari hingga Desember, tidak ada satu bulan pun yang dilewati oleh Greenpeace Indonesia memperjuangkan lingkungan hidup Indonesia. Selama setahun ini sudah menorehkan sejarahnya sendiri melalui kerja kampanye Greenpeace Indonesia dan perjuangan kita bersama.

Leonard Simanjuntak, kepala Greenpeace Indonesia, mengungkapkan sedikit kilas balik terkait apa saja yang terjadi selama setahun, dan sorotan pada kampanye-kampanye yang dilakukan sepanjang tahun 2022.

“Greenpeace Indonesia menjadikan akhir tahun sebagai momen terbaik untuk refleksi, melihat ke belakang agar lebih siap dalam menjawab tantangan besar di masa mendatang,” katanya sebagaimana dilansir dari laman Green Peace.

Dalam catatan kilas balik potret perjalanan Greenpeace Indonesia tahun 2022, dia paparkan sejumlah kerja kampanye yang dilakukan selama setahun lalu.

Kata Leonard, sebetulnya banyak sekali kerja kampanye yang dilakukan pada tahun 2022.

“Kerja-kerja kampanye ini ini juga berkolaborasi dengan banyak lembaga atau organisasi lain. Pada sektor hutan, tahun ini Greenpeace Indonesia melakukan penguatan terhadap masyarakat adat dengan melakukan beberapa kerja kolaborasi bersama LSM lain dan organisasi masyarakat adat, terutama di Tanah Papua.”

Baca Juga:  Pemilik Hak Ulayat di Tambrauw Menolak Skema Hutan Desa

Lanjut Leonard, “Kami juga melakukan kerja-kerja litigasi pada beberapa wilayah hutan di Papua dan Sumatera Selatan. Keduanya masih dalam proses persiapan saat ini.”

Pada sektor energi, kata dia, pihaknya terus konsisten melakukan kampanye untuk mengakhiri peran batubara.

“Kita punya masalah, RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang seharusnya menjadi solusi untuk transisi energi ternyata membawa masalah baru. Terdapat banyak titipan solusi palsu dalam naskahnya. Termasuk solusi transisi energi dengan memanfaatkan nuklir. Seperti yang kita tahu, alih-alih menjadi solusi, nuklir justru bisa menghadirkan bencana lingkungan yang lebih besar bagi bumi dan masyarakat. Kami juga mengkritisi G20 terkait transisi energi yang harus bersifat cepat dan adil. Hal ini patut menjadi sorotan, jangan sampai yang terjadi adalah transisi bisnis batu bara ke energi terbarukan yang dikuasai oleh oligarki yang sama,” ungkapnya.

Mengakhiri persoalan tentu butuh kebijakan jelas negara. Pemerintah harus pro terhadap isu lingkungan dan iklim.

“Ini adalah dekade yang sangat menentukan bagi kita. Isu lingkungan dan iklim harus menjadi electoral issues pada Pemilu 2024 nanti. Mengingat isu lingkungan dan iklim akan menentukan hajat hidup setiap makhluk hidup di masa depan,” ujar Leonard.

Selain kampanye isu hutan dan energi, kata dia, kampanye yang telah dilakukan cukup beragam.

Pada sektor perkotaan, Greenpeace Indonesia berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait permasalahan mobilitas di Jakarta.

Baca Juga:  Sorong Banjir Lagi, Warga: Calon Kepala Daerah Jangan Hanya Obral Janji

“Baru-baru ini, kami menerbitkan laporan tentang masa depan urban mobility di Jakarta yang menurut saya cukup substantif. Laporan ini bisa menjadi salah satu acuan untuk mengatasi permasalahan mobilitas di Jakarta. Selain itu, masyarakat sipil juga memenangkan gugatan polusi udara pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Tetapi sampai saat ini tidak ada respons yang positif dari pemerintah pusat,” ujarnya.

Selain itu, di sektor kelautan, pihaknya terus konsisten berkampanye untuk terwujudnya keadilan bagi Anak Buah Kapal (ABK) migran Indonesia. Hal ini akhirnya membuahkan hasil yaitu terbitnya Peraturan Pemerintah terkait perlindungan hukum bagi ABK migran Indonesia.

“Kemudian, kami juga terus konsisten menyadarkan publik tentang pelanggaran HAM kepada ABK migran Indonesia melalui kampanye Beyond Seafood, termasuk dengan pemutaran film dokumenter Before You Eat di banyak wilayah Indonesia,” kata Leonard.

Dia juga menyebutkan kemenangan kampanye yang berhasil dicapai tahun ini.

“Tentu kemenangan ini bukan hanya milik kita, tetapi milik semua kelompok atau komunitas masyarakat yang terdampak. Kemudian, kerja-kerja yang menghasilkan kemenangan ini juga bukan hanya dilakukan oleh kita, tetapi ada banyak pihak lain yang membantu dalam prosesnya. Pada tahun ini, bersama koalisi besar, khususnya Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), kita berhasil mendorong pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk perlindungan terhadap ABK migran Indonesia,” bebernya.

Kemudian, keluarnya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 di mana untuk pertama kalinya energi terbarukan punya share lebih besar, juga bisa dikatakan sebagai kemenangan gerakan lingkungan walau masih banyak catatan di dalamnya, khususnya terkait masih adanya penambahan PLTU batu bara.

Baca Juga:  Punya Pengalaman Buruk, Masyarakat Turiram dan Webu Tolak Masuknya Investasi

“Keluarnya Peraturan Daeran di Papua yang mengakui hutan adat dan pro masyarakat adat, khususnya di Sorong Selatan, juga menjadi kemenangan kita bersama masyarakat adat dan teman-teman koalisi di sana. Dengan capaian ini, masyarakat adat di Sorong Selatan bisa lebih kuat menahan ekspansi perkebunan sawit,” kata dia.

Lantas, tantangan apa saja yang perlu diantisipasi di tahun 2023?

Simanjuntak akui masih banyak yang harus diantisipasi pada tahun mendatang. Sepertinya akan ada kemungkinan bahwa pengembangan energi terbarukan didominasi oleh oligarki yang sama.

“Maka dari itu, kita tak boleh lekang dalam pengawasan hal ini. Kemudian, COP Biodiversity di Montreal telah menyepakati bahwa kita harus melindungi 30% daratan dan 30% lautan secara global. Sepertinya pemerintah Indonesia menerima kesepakatan ini dengan setengah hati, sebab itu kita harus tetap kawal dalam implementasinya. Mendorong pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada 2050, lebih cepat dari target saat ini di 2060, juga harus tetap dilakukan,” ujarnya.

Salah satu cara yang bisa ditempuh, kata dia, adalah dengan menjadikan isu lingkungan dan iklim menjadi electoral issues pada masa Pemilu 2024.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.