JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat menilai pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menolak dilakukannya negosiasi dengan TPNPB dan aktor di tanah Papua dalam rangka pembebasan sandera pilot warga negara Selandia Baru merupakan pernyataan yang terlalu dini.
Pernyataan seperti itu menurut KNPB Pusat akan menimbulkan pertanyaan bagi rakyat bangsa Papua Barat.
“Kenapa pemerintah Indonesia selalu takut dan menolak yang ditawarkan oleh orang Papua. Ada apa dibalik penolakan yang disampaikan Pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam,” tukas Jubir KNPB Pusat, Ones Suhuniap kepada suarapapua.com, Jumat (17/2/2023).
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, berdasarkan konstitusi dan hukum internasional dan kenyataan faktual bahwa Papua bagian sah dari NKRI.
“Oleh sebab itu, tidak ada negosiasi soal itu dan kami akan mempertahankan serta memberantas setiap yang ingin mengambil bagian secuil apapun dari NKRI,” ungkap Mahfud di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Dengan pernyataan tersebut kata Suhuniap, rakyat Papua menganggap pemerintah Indonesia ingin memelihara konflik yang dampaknya mengorbankan banyak rakyat Papua, terutama di Kabupaten Nduga.
“Penolakan Menkopolhukam untuk tidak melakukan negosiasi menunjukkan bahwa negara ingin memelihara kekerasan dan konflik di tanah Papua,” tukas Suhuniap.
Mestinya katanya, dalam rangka pembebasan pilot Selandia Baru itu, pemerintah mendorong negosiasi damai. Karena menurutnya, perang bukan solusi alternatif, perang dan operasi militer hanya menambah luka dan darah rakyat sipil di Papua, terutama rakyat Nduga.
Penolakan negosiasi pemerintah Indonesia terhadap kasus penyanderaan di Nduga menunjukkan bahwa negara memiliki niat jahat terhadap Papua.
“Menkopolhukam harus mempertimbangkan keselamatan sandera, keselamatan rakyat sipil tetapi juga TNI dan Polri. Jika tidak ingin ada korban rakyat sipil maupun militer perlu mengadakan negosiasi damai.”
Selain itu, katanya, penolakan negosiasi oleh negara menunjukkan negara hanya mementingkan kepentingan investasi ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam di tanah Papua.
Hal ini menurut Suhuniap akan menambah sederet daftar kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM di tanah Papua. Mestinya pemerintah mempertimbangkan usulan negosiasi yang ditawarkan sebagai cara mencari solusi mengakhiri konflik dan demi pembebasan sandera.
“Karena tuntutan TPNPB jelas bahwa menuntut hak politik dan pelurusan sejarah bergabungnya Papua ke dalam Indonesia yang cacat hukum dan moral.”
Ia juga mengatakan, tindakan pengabaian negara melalui jalur negosiasi akan menunjukkan negara tidak mampu menjamin keselamatan dan keberlangsungan hidup manusia Papua di tanah Papua.
Negara hanya mengutamakan kepentingan ekonomi oligarki kolonial dan kepentingan imperialisme global.
“Oleh karena itu demi keselamatan manusia kami meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tidak menolak dengan dini negosiasi tersebut, tetapi perlu mempertimbangkan negosiasi politik secara damai dan bermartabat karena tuntutan politik tidak akan pernah berhenti.”
Pewarta: Elisa Sekenyap