PolhukamKorupsiTuntut Plt Bupati Mimika Segera Ditahan, Inilah Alasannya

Tuntut Plt Bupati Mimika Segera Ditahan, Inilah Alasannya

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kasus dugaan korupsi senilai Rp43 Miliar pada proyek pengadaan helikopter dan pesawat yang ikut menyeret Johannes Rettob, pelaksana tugas (Plt) bupati Mimika, memancing polemik berkepanjangan setelah belum juga dieksekusi untuk ditahan.

Penegakan hukum yang dianggap tebang pilih justru lebih mengemuka saat Aliansi Masyarakat Papua Anti Korupsi menggelar aksi damai di halaman kantor Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Jumat (31/3/2023) siang.

Hal itu lantaran hingga kini Plt bupati Mimika bersama rekanannya, Selvi Herawaty, direktur PT Asian One Air yang diduga kuat ada hubungan kekerabatan, mengerjakan proyek tersebut tidak melalui prosedur lazim, tanpa lelang.

“Sudah jelas-jelas merugikan negara dengan jumlah dana sangat besar, tetapi koruptornya belum ditahan itu yang publik sedang pertanyakan. Majelis hakim, ada apa dengan jabatan Plt bupati Mimika? Hukum harus ditegakan. Jangan main pilih muka. Siapapun harus ditahan,” ujar Salmon Wantik, ketua badan eksekutif mahasiswa Universitas Cenderawasih (BEM Uncen) Jayapura.

Perkara korupsi ini menurutnya akan menjadi ujian bagi lembaga penegak hukum.

“Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jayapura dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua harus segera menahan tersangka Johannes Rettob dan Selvi Herawaty,” tegasnya.

Baca Juga:  Koalisi: Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

Kata Salmon, kedua tersangka itu seharusnya sudah ditahan awal pekan ini, tepatnya 27 Maret 2023.

Saat bacakan pernyataan sikap dari depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Papua, Jumat (31/3/2023) siang. (Liwan Wenda – SP)

Wantik mengaku heran karena bukannya ditahan, yang bersangkutan malah diberi keleluasaan untuk tetap berkuasa sebagai kepala daerah.

“Publik sedang bertanya-tanya, mengapa masih diberikan kewenangan untuk menjalankan roda pemerintahan kabupaten Mimika? Kalau sudah dieksekusi, kita semua tidak mungkin bertanya-tanya kapan mau ditangkap,” ujarnya.

Desakan untuk menahan Johannes Rettob dan Selvi Herawaty, tegas Salmon, demi menghindari berbagai kemungkinan yang bisa saja dilakukan. Antara lain berusaha hilangkan barang-barang bukti, dan lain-lain.

“Kalau karena memperhatikan kekosongan jabatan bupati di kabupaten Mimika, hakim kemudian kasih bebas dia berkuasa menjalankan tugas pun diragukan karena bisa saja orangnya melakukan korupsi lagi, juga menghilangkan jejak dan barang bukti. Hal-hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP,” tuturnya.

Tiada solusi lain menurut Wantik, keduanya segera ditahan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya merugikan uang negara senilai puluhan miliar rupiah.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

Lantaran agak aneh di mata Salmon Wantik bahkan tegaskan, perlakuan berbeda kepala Plt bupati Mimika memperlihatkan adanya penerapan hukum yang diskriminatif.

“Jelas sekali diperlakukan berbeda dengan pejabat lain seperti Lukas Enembe, Barnabas Suebu, Eltinus Omaleng, dan lain-lain yang langsung ditangkap dan ditahan. Tetapi Plt bupati Mimika ini masih bebas. Itu sudah terbukti tebang pilih dalam perkara ini,” beber Salmon.

Penegasan Salmon Wantik diperkuat Yopinus Lungky, perwakilan BEM Uncen, yang dengan nada keras mendesak kedua terdakwa harus segera ditahan untuk menjalani proses hukum selanjutnya.

“Jangan biarkan koruptor bebas berkeliaran. Segera tangkap dan adili. Berikan mereka hukuman setimpal perbuatannya,” ujar Yopinus.

Selain mempertanyakan alasan tidak segera menahan terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herawati, massa juga mendesak Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi terdakwa.

Sementara itu, Soni Kobak, ketua BEM Fisip Uncen, menegaskan, pendukung koruptor stop intimidasi terhadap mahasiswa dan masyarakat yang sedang kawal jalannya sidang kasus korupsi ini.

“Kalau pendukung koruptor melakukan hal serupa lagi, kami akan laporkan ke pihak berwajib. Sidangnya terbuka untuk umum, kenapa harus larang? Stop dukung tukang korupsi uang rakyat,” ujar Soni.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Ditegaskan, korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Siapapun tak berhak mendukung pelaku tindak pidana korupsi, apalagi ruang bicara dibungkam oleh karena kepentingan sesaat.

Pembacaan pernyataan sikap dan yel-yel mengakhiri aksi damai ini. Aksi diwarnai pembentangan sejumlah spanduk dan pamflet yang pada intinya menegaskan perkara korupsi ini harus ditegakan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Diberitakan sebelumnya, Hakim tunggal PN Jayapura menyatakan gugatan praperadilan yang diajukan Plt Bupati Mimika gugur. Hakim mengabulkan eksepsi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua selaku termohon.

“Mengadili, dalam eksepsi mengabulkan eksepsi termohon dalam pokok perkara, menyatakan permohonan praperadilan para pemohon gugur,” ujar hakim Zaka Talapatty di PN Jayapura, Kamis (16/3/2023).

Dalam pertimbangannya, hakim merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU-XII/2015. Putusan itu menyebutkan, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan pada permintaan praperadilan belum selesai, maka permohonan tersebut gugur.

Pewarta: CR-01
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.