Ribuan Kisah Dua Anak Penginjil Dr. Myron Bromley Saat Berkunjung ke Minimo

0
1046

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Indahnya masa kecil dengan beragam kisah, juga lika-liku perjalanan keluarga misionaris masih terekam dalam ingatan. Meski puluhan tahun berlalu, rindu yang dinanti pun tiba. Hari penantian panjang benar-benar dinikmati setelah sampai di tempat bersejarah itu.

Rasa kangennya terobati setelah tiba di tempat bersejarah. Lois Bromley, anak bungsu dari misionaris Dr. Myron Bromley, menyaksikan dari dekat tempat dulu orang tuanya atas tuntunan Roh Allah, membawa misi penginjilan di Lembah Agung Jayawijaya.

Myron Bromley dan Elisa Gobay bersama yang lainnya adalah perintis pembawa Injil di Lembah Balim, kabupaten Jayawijaya.

Kunjungan Lois Bromley merupakan satu tanda penghormatan kepada orang tuanya yang dulu bersama rombongan mendarat dengan pesawat Amfibi di muara kali Mini di Minimo pada tanggal 20 April 1954.

Lois Bromley berkunjung ke Minimo, distrik Maima, kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Kamis (13/4/2023). Kunjungan ke Minimo melihat kembali jejak orang tuanya. Minimo adalah tempat pertama kali Injil didaratkan untuk wilayah ini.

ads

Anak perempuan dari Dr. Myron Bromley itu melakukan perjalanan dari Amerika ke Papua guna melihat tempat orang tuanya merintis. Lois Bromley berkunjung saat menjelang hari ulang tahun (HUT) Pekabaran Injil (PI) di Lembah Balim, kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.

Selain Lois, Elisabeth Bromley, kakak perempuan tertua juga ikut dalam kunjungan ke Papua, tempat dulu kedua orang tuanya melayani umat Tuhan.

Dr. Myron Bromley merupakan seorang misionaris perintis di wilayah Pegunungan (Laapago). Wilayah ini kini berada di provinsi Papua Pegunungan.

Misi penginjilan Myron Bromley pertama kalinya menggunakan pesawat Amfibi mendarat di muara kali Mini pada tanggal 20 April 1954.

Kini, sudah 69 tahun sejak misionaris perintis masuk membawa kabar keselamatan.

Setelah tiba di halaman Gereja Oikumene, Lois Bromley dan Yerry Hisage saat berbincang-bincang. (Ist)

Theo Hesegem, pembela HAM Papua yang turut mendampingi perjalanan Lois Bromley dalam kunjungannya ke kampung Minimo, membenarkan, Lois melakukan perjalanan dari Tangma, kabupaten Yahukimo, menuju Wamena, kabupaten Jayawijaya, yang kemudian berlanjut ke Minimo, Kamis (13/4/2023).

“Berkunjung ke sini [kampung Minimo] setelah dia dari Tangma. Dalam perjalanan selama dua jam, dia tidak merasa kelelahan. Masih ingin berkunjung ke Minimo sebagai tempat dulu ayahnya [tuan Myron Bromley] injak pertama kali dalam misi pekabaran Injil di wilayah Laapago ini,” kata Theo.

Baca Juga:  PGGY Kebumikan Dua Jasad Pasca Ditembak Satgas ODC di Dekai

Ketika mengunjungi Minimo, menurut Theo Hesegem, Lois terlihat sangat senang.

Lois kepada Theo mengaku sangat rindu untuk melihat tempat bersejarah, Minimo, distrik Maima, sebagai titik awal orang tuanya dulu pertama kali mendarat menggunakan pesawat Amfibi.

Selain Theo Hesegem, dalam kunjungan ke Minimo, Lois Bromley didampingi Pdt. Yosep Yelemaken, Yerry Hisage, dan Yulianus Aspalek. Yerry Hisage adalah anak dari Lopipi Hisage, yang pertama ketemu sekaligus terima Myron Bromley, 20 April 1954.

Sekira Pukul 15.00 WP, Lois Bromley memulai perjalanan ke Minimo, melewati dua distrik dari distrik Wamena Kota, yaitu distrik Wouma dan distrik Assolokobal.

Kerinduan besar Lois Bromley, anak ketiga dari tuan Myron Bromley, melihat tempat bersejarah itu berhasil. Setibanya di kampung Minimo tepatnya di muara kali Mini, Lois bertemu dengan sebagian warga setempat. Kunjungannya tidak diketahui semua penduduk distrik Maima khususnya kampung Minimo. Anak misionaris perintis itu hanya bisa menjumpai sebagian orang yang sempat ada saat itu.

Sekalipun begitu, Lois Bromley terlihat sangat senang dan gembira ketika ia bertemu dan bersalaman (jabat tangan) sembari melepas senyuman sebagai ungkapan rasa bahagianya bisa bersama-sama sejumlah orang di Minimo sebagai penjaga dusun tempat sejarah PI berawal.

“Ketika saya sampaikan untuk berkunjung ke Minimo, dia sangat terharu dan senang karena ingin melihat jejak bapaknya [Myron Bromley],” kata Hesegem.

Usai berjabat tangan bersama warga Minimo, Lois langsung mengambil posisi untuk foto bersama warga Minimo. Lokasi yang dipilih adalah tempat pesawat diikat setelah mendarat di muara kali Mini.

Setibanya, Yerry Hisage anak dari Lopipi Hisage, pelaku sejarah atau yang pertama kali menemui dan menerima Myron Bromley begitu tiba di muara kali Mini, menceritakan titik-titik tuan Bromley dan rombongannya beraktivitas di sekitar muara kali Mini.

Kepada Lois Bromley, Yerry sambil menunjuk kayu Kasuari yang sempat dipakai ikat tali pesawat agar tidak hanyut terbawa arus sungai. Kayu itu roboh dan jatuh ketika Dr. Myron Bromley meninggal dunia.

Baca Juga:  Pj Bupati Lanny Jaya Dituntut Kembalikan Tendien Wenda ke Jabatan Definitif

Mendengar cerita itu, Lois terlihat sedih. Ia secara spontan ucapkan, “Tuhan Yesus sungguh baik dan luar biasa untuk kita.”

Lois merasa senang sekali bertemu kembali dengan umat Tuhan. Karya ayahnya melanjutkan pewartaan Injil telah berhasil. Dipertahankan hingga hari ini.

“Saya senang karena kamu semua jadi anak-anak Tuhan,” ucap Lois Bromley begitu mendengar cerita jejak-jejak perjalanan orang tuannya dari Yerry Hisage.

Yerry juga menyampaikan kepada Lois Bromley, umat Tuhan yang ada di Minimo, distrik Maima, kabupaten Jayawijaya, secara khusus dan wilayah Papua Pegunungan secara umum menyampaikan terima kasih atas perjuangan luar biasa dari tuan Myron Bromley.

“Kami telah dijadikan sebagai anak-anak terang. Dulu kalau tuan Myron Bromley tidak datang ke tempat ini [Minimo], kami pasti ada dalam kegelapan. Tetapi sungguh luar biasa, karena perjuangan tuan Bromley, sehingga kami menjadi anak-anak terang. Kami berharap Lois tidak melupakan kami di Papua,” tutur Hisage.

Ucapan terimakasih Yerry Hisage sebagai tanda penghormatan kepada Myron Bromley atas jasanya bagi orang Papua Pegunungan, ditanggapi langsung Lois Bromley.

“Saya akan terus mendoakan untuk kalian. Orang tua saya hanya sebagai alat yang dipakai oleh Tuhan Allah untuk melayani lembah dan pegunungan ini supaya menjadi anak-anak Tuhan. Saya akan terus berdoa untuk kalian semuanya, sekalipun saya berada di Amerika. Firman Tuhan itu penting dan untuk kita semua,” kata Lois.

Dalam percakapan itu, Lois Bromley terlihat lebih lancar bicara dan memahami bahasa daerah Wamena ketimbang bahasa Indonesia.

Ala Ane ati Esin motok iluk nala akigi lagi hit Allah nen at hanorogo hakhisek motok loguwak (Saya berpikir Firman Tuhan itu kuat. Saya berharap, Tuhan Allah jaga kalian di sini),” tutur Lois.

Setelah melihat dan foto bersama di pinggir muara kali Mini, Lois didampingi Theo Hesegem, Pdt. Yosep Yelemaken, Yulianus Aspalek, Yerry Hisage dan masyarakat Minimo yang ikut saat itu, langsung menuju arah lokasi pembangunan untuk melihat gedung Gereja Oikumene yang telah dibangun oleh tim delapan anak.

Baca Juga:  PT Eya Aviation Indonesia Layani Penerbangan Subsidi Wamena-Tolikara

Lokasi Gereja Oikumene dibangun merupakan tempat dimana dulu tahun 1954 tuan Myron Bromley bersama rombongan bangun tenda darurat. Tenda pertama.

Ketika berdiri di halaman gereja, Lois menceritakan singkat tentang lamanya Myron Bromley dan rombongan tinggal di Minimo setelah mendarat 20 April 1954 sesuai apa yang dikisahkan orang tuanya.

Kata Lois, selama 10 bulan tinggal di Minimo, Myron bersama rombongan kemudian mulai melakukan survei ke beberapa tempat di Lembah Balim.

Banyak kisah sempat dikenang kembali. Baik cerita masa lalu bersama kedua kakaknya. Juga, kisah lika-liku kedua orang tuanya dalam tugas pelayanan di wilayah Laapago.

Lois Bromley bersama rombongan dan keluarga di Minimo sedang menuju ke arah Gereja Oikumene dari muara kali Mini. (Ist)

Sayang, waktu sangat terbatas buat Lois Bromley berlama-lama. Tidak lebih dari dua jam di sana, mereka tinggalkan tempat bersejarah itu untuk kembali ke Wamena. Keesokan harinya, Jumat (14/4/2023), Lois “terbang” ke Jayapura. Selanjutnya ia melanjutkan perjalanan ke Amerika Serikat melalui Jakarta.

Tuan Myron dan nyonya Bromley dikaruniai tiga anak. Satu laki-laki dan dua perempuan. Max, Elisabeth, dan Lois. Mereka lahir dan besar di Laapago, tempat pelayanan Firman Tuhan.

Tangma, Bokondini dan Wamena adalah tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan sebelum akhirnya ikut orang tua kembali ke Amerika.

Marthin Yogobi, wakil bupati kabupaten Jayawijaya, menyebut sejarah pendaratan Injil pertama di kabupaten Jayawijaya dan sejarah penyebaran Injil adalah dua momentum berbeda. Artinya, Injil pertama kali masuk di Minimo (kampung Minimo, distrik Maima), sedangkan Hitigima (distrik Asotipo) adalah tempat pertama Injil mulai disebarkan ke seluruh Jayawijaya.

“Ini dua momentum, dua pengertian, dua kejadian yang beda. Jadi, saya selalu bilang itu karena apa? Karena hari ini di beberapa tempat kita rayakan satu peristiwa yang sesungguhnya itu harus dirayakan secara bersama oleh seluruh Gereja,” kata Marthin.

Yogobi akui Minimo adalah tempat Injil pertama kali didaratkan oleh misionaris. Setelah dari Minimo, kemudian penyebarannya dimulai dari Hitigima hingga menyebar ke seluruh Lembah Balim bahkan seluruh Laapago.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

 

Artikel sebelumnyaPAHAM Papua Minta Pangdam Kasuari Mendengar Aspirasi Masyarakat Maybrat
Artikel berikutnyaPBHKP dan Lapas Kelas II B Sorong Teken MoU Bantuan Hukum