Selain Sambut Baik, ULMWP Juga Ajukan Keberatan Hasil KTT MSG

0
988

WAMENA, SUARAPAPUA.com — United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) secara resmi menyambut baik, tetapi juga keberatan atas keputusan para pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) MSG ke-22 yang telah berlangsung pekan ini (23-24/8/2023) di Port Vila, Vanuatu.

Pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Beny Wenda, saat konferensi pers resmi pada Minggu (27/8/2023) di Port Vila, Vanuatu, menjelaskan, selain menyambut baik, ULMWP sebagai representase rakyat dan bangsa Papua menyampaikan keberatan kepada para pemimpin MSG atas hasil KTT MSG ke-22.

Dalam KTT para pemimpin Melanesia itu telah membahas sejumlah agenda, diantaranya mengenai perubahan iklim, masalah limbah nuklir, keamanan dan strategi MSG di kawasan Pasifik, serta beberapa agenda lain termasuk masalah West Papua terkait buruknya situasi hak asasi manusia (HAM), juga mengenai permohonan keanggotaan penuh MSG oleh ULMWP.

Para pemimpin MSG saat berkumpul di Port Vila, Vanuatu, terkait agenda konferensi tingkat tinggi (KTT) ke-22 tahun 2023. (Sekretariat MSG)

“Bangsa dan rakyat West Papua bersama pemimpin ULMWP telah bekerja secara maksimal mulai dari konsolidasi dan mobilisasi dukungan secara moril dan material dalam rangka mencapai status keanggotaan ULMWP dari pengamat (observer) ditingkatkan menjadi anggota penuh di dalam MSG, namun hal itu tidak tercapai berdasarkan pertimbangan kriteria pada pedoman keanggotaan di sekretariat MSG,” kata Wenda.

Hal ini menurutnya terjadi sesuai prosedur yang berlaku di MSG, dimana pada KTT Pemimpin MSG ke-21 tahun 2018 di Port Moresby, Papua Nugini, ULMWP dinyatakan memenuhi syarat keanggotaan dan para pemimpin merekomendasikan dirujuk ke sekretariat MSG untuk memberikan penilaian berdasarkan pedoman keanggotaan.

ads
Baca Juga:  Negara Mengajukan Banding Atas Vonis Frank Bainimarama dan Sitiveni Qiliho

Menindaklanjuti hal tersebut, kata Wenda, dalam pembahasan agenda keanggotaan ULMWP di level Pejabat Senior (Senior Official) dan level Menteri Luar Negeri (FMM) KTT MSG ke-22 tahun 2023, telah memberikan sejumlah catatan sebagai bahan pertimbangan keputusan kepada para pemimpin, diantaranya adalah terkait prinsip-prinsip kedaulatan, integritas teritorial, dan non-intervensi dalam urusan dalam negeri suatu negara dalam Perjanjian Pembentukan MSG. Hal ini terkait karena para Pemimpin MSG telah mengakui kedaulatan Indonesia atas West Papua.

Selain itu, mengenai kesiapan partisipasi dalam perdagangan barang dan jasa serta pembangunan ekonomi, juga mengenai kapasitas kontribusi keuangan pada MSG dan beberapa hal lainnya, sehinggga dalam konsensus mengenai keputusan atas permohonan keanggotaan ULMWP pada KTT MSG tidak menemukan satu titik kesepakatan oleh seluruh anggota (para pemimpin).

Oleh karenanya, Benny Wenda mengatakan, “Para pemimpin MSG merekomendasikan masalah West Papua ke Pacific Islands Forum (PIF) dengan merujuk pada Komunike PIF 2019 terkait kunjungan Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB ke West Papua untuk segera diimplementasikan sebelum KTT MSG berikut tahun 2024 di Fiji yang dijadwalkan April 2024. MSG juga akan menyurati pemerintah Indonesia sebagai anggota asosiasi MSG untuk membuka akses kunjungan PBB agar Komisi Tinggi HAM PBB dapat membuat laporan sebelum KTT MSG 2024.”

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

Wenda menyatakan, ULMWP sebagai anggota observer atau pengamat MSG sangat mendukung keputusan itu.

“Hal itu sangat didukung oleh ULMWP, bahwa kunjungan harus terjadi sesegera mungkin mengingat telah mengalami penundaan dalam waktu yang lama,” ujarnya.

Benny Wenda dan Edison Waromi, pimpinan ULMWP di Vanuatu. (RNZ Pasifik/Kelvin Anthony)

Selain mendukung, kata Wenda, dalam komunike MSG 2023 juga ada beberapa bagian yang menjadi keberatan bagi ULMWP yakni hasil SOM formal mengenai kemungkinan dialog dengan pemerintah Indonesia serta kolaborasi MSG dengan Indonesia mengenai pemanfaatan Otonomi Khusus (Otsus).

“Sementara rakyat West Papua menolaknya dan meminta untuk keanggotaan penuh MSG. Hal-hal ini menjadi keberatan bagi ULMWP,” demikian dalam konferensi pers ULMWP pasca komunike MSG dikeluarkan.

ULMWP juga berkeberatan sesuai prinsip tujuan pendirian MSG bahwa “Keanggotaan harus dibatasi hanya pada negara-negara yang berdaulat dan merdeka, dengan pengaturan khusus untuk FLNKS”, sebagaimana tertera di nomor 13 point VII komunike KTT MSG ke-22.

Sehubungan dengan pertimbangan para pemimpin, ULMWP berkeberatan karena nampaknya terjadi kesalahan penafsiran atas prinsip-pendirian MSG bahwa dengan bersatu, Melanesian Spearhead Group berkomitmen pada prinsip-prinsip, penghormatan, dan promosi, kemerdekaan sebagai hak yang tidak dapat dicabut dari negara kolonial dan rakyat,” ujarnya.

Berikut poin-poin ULMWP menyambut baik pernyataan para Pemimpin MSG:

  1. Butir ke 8 dari nomor 13: Menyetujui untuk meminta Ketua MSG menulis surat kepada Ketua PIF untuk memastikan bahwa kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Indonesia dilakukan.
  2. Butir 9 dari nomor 13: Menyetujui untuk meminta Anggota Asosiasi mengizinkan kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Papua Barat dan agar laporan Komisioner disampaikan untuk pertimbangan KTT MSG berikutnya pada tahun 2024.
  3. Kami berharap Ketua MSG menghormati komitmen ini sebagai hal yang mendesak, mengingat pelanggaran hak asasi manusia yang serius di Papua Barat, termasuk peringatan baru-baru ini mengenai masalah hak asasi manusia dari Penasihat Khusus PBB untuk Genosida.
Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

Adapun pernyataan keberatan ULMWP:

  1. Skeptisisme mengenai dampak dari seruan baru untuk kunjungan PBB, mengingat bahwa kunjungan tersebut terus-menerus ditolak oleh Indonesia meskipun ada seruan pada tahun 2019 dari Forum Kepulauan Pasifik (PIF) dan Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia dan Pasifik (OACPS atau ACP). Kami menyambut lebih banyak informasi dari para pemimpin MSG mengenai langkah-langkah lanjutan yang akan mereka ambil untuk memastikan kunjungan PBB dilakukan sebelum KTT MSG tahun 2024.
  2. Keberatan terhadap kemungkinan dialog di masa depan dengan pemerintah Indonesia. Keanggotaan penuh adalah prasyarat untuk keterlibatan yang benar-benar produktif secara setara.
  3. Keberatan terhadap pembahasan ‘kolaborasi yang lebih erat’ dengan pemerintah Indonesia ketika rakyat West Papua telah meminta keanggotaan penuh MSG.
  4. Keberatan atas pernyataan: “Keanggotaan harus dibatasi hanya pada negara-negara yang berdaulat dan merdeka dengan pengaturan khusus untuk FLNKS”. []
Artikel sebelumnyaSalju Abadi di Papua Diperkirakan akan Habis dalam Tiga Tahun
Artikel berikutnyaSatu Alasan Papua Tidak Diterima Menjadi Anggota Penuh MSG