ULMWP: Orang Papua Tidak Memiliki Masa Depan Bersama Indonesia

0
1955
Presiden Eksekutif ULMWP Manase Tabuni dan Sekretaris Eksekutif ULMWP, Markus Haluk ketika menyampaikan keterangan persnya. (Supplied for SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Periode Kepemimpinan baru ULMWP 2023-2028 yang ditetapkan pada 3 September 2023 di Vanuatu, berkomitmen untuk menyorot situasi nyata yang terjadi di Papua Barat sebagai akibat dari pendudukan Indonesia.

Berbagai laporan yang telah diterbitkan oleh kalangan NGO maupun CSO, menunjukkan indikasi kuat bahwa masalah yang berlangsung di Papua Barat sedang mengarah pada proses “Genosida, Ekosida dan Etnosida,” secara perlahan namun pasti.

Pernyataan tertulis itu disampaikan Presiden Eksekutif United Liberation Movement for West Papua, Manase Tabuni pada, Senin (9/10/2023) di Jayapura, Papua.

Selama bulan Juli hingga September 2023, katanya ULMWP mencatat telah terjadi kekerasan oleh aparat bersenjata Indonesia terhadap warga sipil Papua Barat di Kabupaten Dogiyal, Fakfak, Yahukimo, Nduga dan Pegunungan Bintang.

“Tindakan aparat keamanan ini telah menyebabkan 13 orang tewas, 7 orang mengalami luka-luka, 16 orang ditangkap, 1 orang dianiaya dan 674 warga sipil telah mengungsi,”  ungkap Manase.

ads

Menase sebagai Presiden Eksekutif ULMWP menyatakan bahwa “Kami Orang Papua tidak memiliki masa depan bersama dengan Indonesia. Banyak orang telah menjadi korban akibat konflik selama lebih dari enam dekade. Sumber daya alam kami telah dirampok oleh Indonesia. Tanah Adat kami dirampas dengan dalih pembangunan, sehingga orang Papua tidak memiliki ruang hidup. Arus migrasi dari luar Papua telah menyebabkan orang asli Papua termarginal dan menjadi minoritas di atas tanah leluhur kami. Saat ini kami sedang berjuang untuk memastikan eksistensi kami di masa depan,” tukas Manase.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Ia mengatakan, berdasarkan data yang telah dipublikasi menyajikan informasi tentang buruknya situasi yang dihadapi oleh orang Papua saat ini.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri pada 2020 menunjukkan bahwa OAP berjumlah 1.6 juta jiwa, dari total populasi penduduk Provinsi Papua berjumlah 4,30 juta jiwa dan Papua Barat yang berjumlah 1.13 juta jiwa, atau total sebesar 5,43 juta jiwa.

Dengan demikian maka katanya dapat disimpulkan bahwa prosentase OAP adalah sebesar 29 persen dari total populasi penduduk Papua dan Papua Barat, atau 0,58 persen dari total populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 275,36 juta jiwa.

“Orang Papua tersingkir dalam segala kehidupan ekonomi dan umumnya dikuasai oleh kaum pendatang dari luar tanah Papua. Salah satu faktor yang mempengaruhi dominasi ini selain nepotisme, kaum pendatang lebih dipermudah dalam memperoleh akses pinjaman modal.”

“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia, sampai dengan tahun 2015, terdapat 7.478 perusahaan industri dari berbagai sektor yang eksis di Provinsi Papua. Sementara diperkirakan terdapat lebih dari 2000 perusahaan yang beroperasi di provinsi Papua Barat, perusahaan baik dalam skala makro maupun mikro, umumnya dimiliki oleh warga migran.”

Sektor pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, menunjukkan bahwa penguasaan lahan oleh perusahaan konsesi semakin mengancam ruang hidup OAP. Sebanyak 23.830.632 hektar telah dijadikan sebagai area konsesi untuk 445 perusahaan yang mencakup mineral, minyak gas, hutan dan perkebunan yang beroperasi di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

Data Palm Oil Watch pada 2017 menyebutkan bahwa perusahaan Kelapa Sawit di provinsi Papua dan Papua Barat menerima pendapatan lebih dari 200 juta US Dolar pertahun. Sedangkan data dari Specialist Geology pada 2017 menyebutkan bahwa, PT Freeport Indonesia memiliki rata-rata pendapatan sebesar 116 juta US Dolar perhari.

“Nilai ini tentunya sangat jauh dibandingkan penerimaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua melalui skema bagi hasil. Nilai pendapatan tersebut di atas belum termasuk dengan sumber penerimaan keuangan dari sektor perikanan, hutan industri, hutan alam dan pajak.”

Sementara, konflik bersenjata masih terus berlangsung di beberapa wilayah seperti Mimika, Pegunungan Bintang, Nduga, Puncak Papua, Intan Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo, Tambrauw dan Maybrat.

Indonesia telah menempatkan 47.261 personil militer di Papua, di mana sekitar 24 ribu personil telah dimobilisasi ke titik konflik yang masih bergolak. Selama periode konflik, diperkirakan sebanyak 67 ribu warga telah mengungsi meninggalkan kampung halaman mereka.

Mengacu pada situasi nyata yang sedang berlangsung di Papua Barat, ULMWP menyerukan kepada berbagai pihak, baik di Papua Barat, Indonesia, Melanesia, dan komunitas internasional sebagai berikut:

  1. Pemerintah Indonesia sesuai janji Presiden Indonesia Joko Windodo kepada Pelapor Khusus Dewan HAM PBB pada Februari 2018, untuk mengundang Dewan HAM PBB melakukan kunjungan ke West Papua sebelum memasuki tahun 2024.
  2. Tuntutan ULMWP kepada Presiden Indonesia Joko Widodo yang sejalan tuntutan dari berbagai negara dan pemimpin dunia. Secara kontinyu sejak 2015, 16 Negara anggota PIF, 79 Negara anggota ACP di Naerobi, Kenya pada Desember 2019 dan debat dalam Sidang Umum PBB pada 8 tahun terakhir ini supaya Pemerintah Indonesia memberikan akses kunjungan dewan HAM PBB ke West Papua.
  3. Mengutuk keras semua tindakan kebiadaban Pemerintah Indonesia dalam melakukan kejahatan kemanusiaan, kejahatan Ekologi dan Etnologi yang berdampak pada genosida, ekosida dan etnosida pada bangsa Papua dalam kurun waktu 60 tahun pendudukan Indonesia di West Papua.
  4. Pemerintah Indonesia, Tuan Presiden Indonesia Joko Widodo, para menteri dan para pihak lainnya di Indonesia untuk menghentikan sikap serakah, rakus, tamak pada kekayaan alam Papua. Berhenti menggadaikan kekayaan alam Papua kepada pihak lain. Tanah, Hutan, Air milik rakyat Bangsa Papua, Tanah merupakan aset berharga ciptaan Tuhan warisan leluhur. Maka menyerukan kepada rakyat Bangsa Papua untuk senantiasa menjaga tanah, dusun, kebun masing-masing dan tidak diperjualbelikannya kepada pihak luar Papua.
  1. Rakyat Bangsa Papua untuk tetap senantiasa menjaga satu dengan yang lain diantara orang Papua. Kita menjunjung tinggi sikap saling percaya, mengakui satu dengan yang lain dalam memperjuangkan kehidupan di manapun orang Papua berada.
Baca Juga:  Sidang Dugaan Korupsi Gereja Kingmi Mile 32 Timika Berlanjut, Nasib EO?
Artikel sebelumnyaKNPB Bantah Tudingan Aparat Tentang Keterlibatan Pembunuhan Michele Kurisi
Artikel berikutnyaRatusan ASN Lanny Jaya Mengikuti Uji Kompetensi Tiga Hari