SORONG, SUARAPAPUA.com — Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) provinsi Papua berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 11 ekor Cenderawasih kuning kecil (Paradisaea Minor), burung endemik Papua, di dua pelabuhan laut, yaitu Serui pada Rabu (27/9/2023) dan Jayapura pada Kamis (12/10/2023), dalam dua minggu terakhir.
Data yang dirilis BKSDA provinsi Papua melalui laman akun Facebook, tercatat sebanyak 11 burung Cenderawasih kuning kecil (Paradisaea Minor) telah berhasil diamankan oleh tim BKSDA Papua di dua pelabuhan tersebut.
Pertama, di pelabuhan laut Serui, petugas PT Pelni cabang Serui mendengar suara burung di dek dua KM Labobar yang sedang berlabuh dari Jayapura. Setelah melakukan pemeriksaan, mereka menemukan empat kotak berisi empat ekor burung Cenderawasih kuning kecil yang kemudian diamankan oleh petugas kapal.
Kedua, petugas dari Polsek Pelabuhan Laut Jayapura, Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Jayapura, Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3), dan BKSDA Papua berkolaborasi dalam mengamankan tujuh ekor Cenderawasih kuning kecil. Burung-burung itu ditemukan dalam sebuah koper yang diletakkan di ruang kelas ekonomi salah satu kapal di pelabuhan Jayapura. Namun, pemiliknya tidak diketahui, dan penumpang di kapal juga tidak mengaku sebagai pemilik atau mengetahui pemiliknya.
BKSDA Papua menyatakan, 11 ekor burung Cenderawasih kuning kecil itu merupakan jenis burung yang dilindungi oleh negara sesuai dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018.
Ditegaskan, burung tersebut adalah bagian dari keanekaragaman hayati Papua dan tidak boleh dipelihara, dijual, dibawa, atau dibunuh.
Oleh karenanya, BKSDA mengajak seluruh masyarakat Papua untuk menjaga satwa-satwa ini agar dapat hidup bebas di alam Papua.
BKSDA Papua juga melaporkan, tiga ekor Paradisaea Minor telah menjalani rehabilitasi dan habituasi di Unit Pelaksana Teknis Dinas Taman Burung dan Taman Anggrek (UPTD-TBTA) Biak, Papua, pada Sabtu (30/9/2023).
Rehabilitasi dan habituasi bertujuan untuk memberikan perawatan khusus kepada satwa, termasuk pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan membantu mereka beradaptasi dengan kondisi habitat asli agar dapat dikembalikan ke alam.
Satwa-satwa ini awalnya diamankan di pelabuhan Serui, yang tidak memiliki fasilitas rehabilitasi dan habituasi, sehingga dipilih UPTD-TBTA Biak sebagai lokasi rehabilitasi karena fasilitas yang memadai, seperti dokter hewan dan perawat satwa berpengalaman.
Selanjutnya satwa akan dikembalikan ke alam setelah dinyatakan sehat dan memenuhi syarat-syarat untuk hidup di habitat aslinya. []