Tanah PapuaDomberaiMahasiswa Tambrauw Warning Pemerintah Stop Izinkan Investor

Mahasiswa Tambrauw Warning Pemerintah Stop Izinkan Investor

TAMBRAUW, SUARAPAPUA.com — Ikatan Pelajar dan Mahasiswa-mahasiswi Tambrauw (IPMT) di kota studi Jayapura, Papua, menyampaikan warning kepada pemerintah kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, terkait dengan masuknya banyak investor yang jelas-jelas mengancam keberadaan masyarakat adat.

Peringatan itu mengemuka dalam seminar sehari yang diadakan IPMT di kota Jayapura dalam rangka memperingati HUT ke-15 kabupaten Tambrauw.

Theo Esya, ketua IPMT Jayapura, mengatakan, belakangan ini situasi kabupaten Tambrauw mengalamai kemunduran dalam berbagai sektoral. Hal itu juga lantaran adanya kebijakan pemerintah daerah.

“Masalah lingkungan saat ini menjadi isu hangat sekaligus ancaman serius bagi keberadaan masyarakat adat. Kegelisahan itu menimbulkan inisiatif IPMT mendorong untuk diadakan seminar sehari ini,” kata Theo Esya dalam keterangan tertulis yang diterima suarapapua.com, Senin (30/10/2023) malam.

Seminar sehari bertema “Kabupaten Tambrauw dalam kepungan investasi” menghadirkan sejumlah pembicara.

Para pelajar dan mahasiswa Tambrauw di kota studi Jayapura menyampaikan tuntutannya usai seminar sehari, Senin (30/10/2023) siang. (Theo Esya for Suara Papua)

Dikemukakan, bicara soal investasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam di Tanah Papua telah terdokumentasi dengan baik oleh beberapa LSM yang konsen di bidang ini.

“LSM Forest Watch mencatat bahwa laju deforestasi (penggundulan) hutan Papua setiap tahunnya sebesar 189.300 hektare. Per Januari hingga Maret 2020 saja tercacat terjadi laju deforestasi hutan di Papua sebesar 1.488 hektare. Demikian juga Yayasan Pusaka mencatat ada sekitar 9.110.793 hektare hutan yang dieksploitasi oleh perusahaan pertambangan,” urai Theo.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

Natalia Yewen, salah satu pemateri dalam seminar sehari, mengatakan, kekuatan pemodal atau kaum kapitalis sangat mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi dari pemerintah pusat bahkan sampari daerah kabupaten Tambrauw.

“Terbukti pemerintah kabupaten Tambrauw bersekongkol dengan pemodal menyetujui sejumlah perusahaan beroperasi di beberapa daerah yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA),” kata aktivis dari Yayasan Pusaka.

Sementara itu, Pastor Bernard Baru, OSA memaparkan, belakangan ini kabupaten Tambrauw menjadi sasaran incaran investor yang begitu masif.

“Kabupaten Tambrauw dijuluki kabupaten konservasi sesuai Undang-undang nomor 6 tahun 2018, tetapi faktanya berbanding terbalik. Aturan itu diperkosa, dikondisikan sedemikian rupa untuk meloloskan investor masuk mengeruk tanah dan semua kekayaan milik masyarakat adat,” ujar Pastor Bernard.

Sebagai contoh, sebut Pastor Bernard, masyarakat adat di Lembah Kebar telah kehilangan hutan adat seluas 12.019.368.8 hektare. Hutan tersebut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat adat setempat.

“Faktanya masyarakat adat dari marga Ariks, Arumi, Mnimbu dan lainnya di Lembah Kebar telah kehilangan hutan adat seluas 19.368.77 hektare oleh perusahaan jagung dari PT Bintuni Agro Prima Perkasa, serta marga Auri dan Amnam hutannya dibabat habis oleh perusahaan jagung dan proyek sapi potong dari PT Nuansa Lestari Sejahtera seluas 120.000 hektare, merusak tatatan ekosistem dan kekayaan yang ada di hutan, turut menghancurkan identitas budaya orang asli di Lembah Kebar,” bebernya.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Bukan hanya itu, Pastor Bernard juga mencatat fakta masyarakat adat di distrik Kwor digusur dari pemukiman perkampungan karena adanya tambang ilegal.

“Dan masih banyak kejahatan lingkungan disembunyikan oleh pemerintah dengan kelompok-kelompok korporasi yang rakus dan monopoli di wilayah adat Tambrauw,” kata Pastor Bernard Baru.

Lanjut ditekankan, hutan sebagai tempat yang menyediakan berbagai kebutuhan untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia, baik kekayaan alamnya, udaranya, keindahannya, maupun sebagai representasi misteri ilahi bagi manusia.

Banyak aspek kehidupan tradisional yang telah, sedang dan akan lenyap dari kabupaten Tambrauw. Karena itulah IPMT di kota studi Jayapura dengan tegas menuntut:

  1. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera mencabut semua izin aktivitas investasi di wilayah Tambrauw.
  2. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera mencabut izin investor dari PT Bintuni Agro Prima Perkasa dan PT Nuansa Lestari Sejahtera dari wilayah Lembah Kebar.
  3. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera mengakui hak masyarakat adat dari marga Ariks, Anari, Arumi, Wasabiti, Kebar dan Manumeri dari perusahaan jagung PT Bintuni Agro Prima Perkasa.
  4. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera mengakui hak masyarakat adat dari marga Auri dan Amnam dari perusahaan jagung dan sapi oleh PT Nuansa Lestari Sejahtera.
  5. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera mencabut perusahaan ilegal dan segera mengakui hak masyarakat adat di distrik Kwoor.
  6. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera mendesak PT Volica yang beroperasi bongkar ruas jalan trans Papua Barat untuk menghargai dan menghormati hak masyarakat adat dari marga Sewia.
  7. Pemerintah kabupaten Tambrauw stop munafik dengan menjadi tuli, buta, malas tahu, dan mati rasa terhadap seluruh penderitaan masyarakat adat yang terdampak investasi di seluruh kabupaten Tambrauw.
  8. Kabupaten Tambrauw bukan tanah kosong, melainkan tanah air milik masyarakat adat.
  9. Hutan adat bukan hutan negara.
Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Sejumlah tuntutan tersebut disampaikan dengan harapan dibijaki pemerintah daerah demi keselamatan masyarakat dan kelestarian alam, lingkungan dan hutan adat. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.