ULMWP Ajak Rakyat Papua Tidak Perjualbelikan Tanah dan Kekayaan Alam

Menyerukan dan mendesak pemimpin dunia dan Presiden Indonesia supaya mendorong genjatan senjata TNI/Polri dengan TPNPB.

0
835
Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) ketika menyampaikan keterangan persnya November 2023. (Dok. SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Presiden Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Manase Tabuni dalam pidato Hut Kemerdekaan Papua Barat pada 1 Desember 2023 bersyukur  kepada Tuhan mengenang dan merayakan kemerdekaan 1 Desember 1961.

“Itulah hari di mana generasi pertama pejuang Papua Merdeka, anggota Komite Nasional Papua memperkenalkan simbol-simbol kenegaraan yakni nama Bangsa, Papua Barat, lagu kebangsaan Hai tanahku Papua, bendera kebangsaan Bintang Fajar, Mata Uang Golden, semboyan: One People One Soul dan lambang Burung Mambruk. Ketika setiap kali kita menaikkan Bintang Fajar, kita mengenang ratusan ribu manusia Papua yang terus berguguran hingga detik ini di Tanah Papua,” kata Manase dalam pidato tertulisnya yang diterima suarapapua.com, Jumat (1/12/2023).

Menurutnya, ketika itu, 62 tahun lalu sesuai dengan proses dekolonisasi Belanda menyiapkan bangsa Papua menuju negara Merdeka dengan mengizinkan pembentukan partai politik, pemilihan umum dan terpilihnya anggota Niew Guinea Raad (NGR) selain mempersiapkan sumber daya manusia dalam program Papuanisasi melalui berbagai program pendidikan di Papua maupun dengan mengirim mahasiswa Papua ke luar negeri.

Dikatakan, Papua memang ditargetkan menjadi bangsa pertama yang akan merdeka diantara seluruh wilayah Pasifik Selatan yang dikuasai bangsa Inggris, Jerman, Perancis, Selandia Baru yang juga ikut hadir dalam upacara tersebut.

Itulah sebabnya pada 1 Desember 1961, saat Bintang Fajar dikibarkan pertama secara resmi dihadiri utusan dari berbagai daerah pasifik Selatan, termasuk dari Samoa yang Merdeka dari Selandia Baru setahun kemudian 1 Januari 1962.

ads

Menyadari posisi Belanda yang setengah hati dalam memberikan kemerdekaan, anggota Dewan Niew Guinea Raad mengambil inisiatif membentuk Komite Nasional Papua untuk mempercepat proses tersebut. Benih itu dibunuh 2 tahun kemudian demi kepentingan dunia, atas tekanan Amerika Serikat, Belanda menyerahkan Papua kepada Indonesia tanpa melibatkan Wakil Bangsa Papua dalam perjanjian yang disaksikan PBB di New York pada 15 Agustus 1962.

Namun demikian, menyaksikan semua ini kata Tabuni, Bangsa Papua tidak tinggal diam melainkan bangkit melawan kolonialisme Indonesia yang didukung dunia barat itu. Sesudah menyaksikan drama penipuan dunia di mana tim PBB yang disebut United Nations Temporary Executive Autority) dibawah pengawalan ketat menyaksikan peserta Penentuan Pendapat Rakyat, di bahwa intimidasi militer Indonesia dan peserta PEPERA membacakan naskah yang dipersiapkan Indonesia, orang Papua bangkit melakukan perlawanan.

Dua tahun setelah PEPERA, pada 1 Juli 1971 Zet Rumkore dan Jacob Pray mengumumkan proklamasi Kemerdekaan West Papua di Markas Victoria, Waris Keerom West Papua.

Sebagai lanjutan perlawanan bersenjata, pada 28 Juli 1965 di Manokwari West Papua Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka melakukan perlawanan terhadap pendudukan Indonesia di West Papua.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Sulut Desak Komnas HAM RI Investigasi Kasus Penganiayaan di Puncak

Pasukan TPN dengan gagah perkasa tidak pernah berhenti berperang dengan militer Indonesia yang masuk menjajah Tanah Papua. Para diplomat Papua pun dari generasi ke generasi, timbul tenggelam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri sejak awal tahun 1960an hingga hari ini.

“Perlawanan itu meningkat secara drastis di perkotaan, baik di Tanah Papua maupun berbagai kota di Indonesia, sejalan dengan era keterbukaan yang dimulai 1998. Perjuangan damai itu diorganisir melalui berbagai organisasi perjuangan dari Dewan Presidium Papua hasil Kongres Papua ke 2 di Jayapura West Papua, pada tahun 2000 hingga terbentuknya United Liberation Movement for West Papua di Port Villa Vanuatu pada 2014.”

Tidak kalah pentingnya perjuangan generasi muda Papua yang tergabung dalam aneka organ gerakan seperti, WPNA, Front PEPERA, PARJAL, KNPB, AMP, AMPTPI, FNMPP, GEMPAR, GARDA-Papua serta banyak organisasi perjuangan lainnya. Juga terus meningkatnya orang -orang Indonesia, entah yang bergabung dalam FRI-WP (Front Rakyat Indonesia untuk West Papua) maupun Jaringan Tanah Damai Papua yang di awali almarhum Pater Dr. Neles Tebay dan Dr. Muridan Widjojo sejak 2010.

Selain itu kata Tabuni  tidak kalah pentingnya, di tingkat internasional terjadi kebangkitan secara signifikan sejak ULMWP terbentuk.

Dalam kepengurusan pertama, pengurus ULMWP menghidupkan dukungan dari Civil Society, pemuda, musisi dan gereja di seluruh Pasifik. Dengan bantuan negara-negara Melanesia terutama Vanuatu dan Solomon Islands sebagai ketua membantu ULMWP dalam mengembangkan dukungan Internasional, diawali dari seluruh Pasifik Selatan, kecuali Australia yang tergabung dalam PICWP (Pacific Island Cualition on West Papua). Dari Pasifik, ULMWP menggalang dukungan ke negara negara Karibia dan Africa serta Latin Amerika.

Pada kepemimpinan periode kedua melanjutkan keberhasilan pada periode pertama. Namun pada periode kedua sebagian dukungan mulai tidak berjalan maksimal. Akibatnya jumlah negara yang mengangkat masalah Papua dalam pidato di sidang umum PBB terus menurun tetapi juga perpecahan terjadi dalam organ perjuangan Papua Merdeka.

Dalam sidang umum 2023, tidak ada satu pun negara yang mengangkat masalah Papua dan juga ULMWP gagal dalam diplomasi meyakinkan negara -negara MSG untuk meningkatkan status keanggotaan dari posisi pengamat menjadi anggota penuh.

“Semua kenyataan tadi kami bahas dalam KTT II ULMWP pada 22, 26 Agustus hingga 3 September 2023 di Port Villa, Vanuatu.”

Menurutnya, ULMWP dengan bangga hendak menyampaikan akan kemenangan diplomasi atas memilih Manase Tabuni sebagai Presiden Executive ULMWP dan Markus Haluk sebagai Sekretaris ULMWP yang berdomisili di Jayapura West Papua telah mematahkan lobi Indonesia yang selama ini senantiasa klaim bahwa ULMWP hanya mewakili aspirasi orang -orang Papua di luar negeri.

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

“Keputusan penting kedua yang kami putuskan adalah mengembalikan ULMWP sebagai organisasi dari yang berbentuk pemerintahan kepada organisasi payung dari berbagai organ perjuangan, hal mana sejalan dengan kesepakatan awal yang di tanda tangani pada 6 Desember 2014 di Saralana, Vanuatu.”

“Catatan menarik lainnya adalah kepengurusan ULMWP periode 2023-2028 memilih kepemimpinan demokratis dan dengan menghidupkan kembali seluruh jaringan solidaritas yang tersebar di seluruh dunia dan membuka keanggotaan baru bagi komponen perjuangan baru.”

Di tengah kemajuan dan kabar gembira katanya, ULMWP menghadapi tantangan dari dalam dan luar. Di mana Parlemen Nasional Papua Barat sebagai salah satu pilar dalam ULMWP menarik diri dan menggelar kongres I serta menentang keputusan bersama yang ditetapkan di Port Villa Vanuatu.

“Menyikapi dinamika ini kami perlu tegaskan bahwa ini bukan Kongres ULMWP, melainkan Kongres Parlemen Nasional West Papua, salah satu pendiri ULMWP. Karena itu kami telah membekukan para pihak yang terlibat dalam Kongres ini untuk berpartisipasi dalam kepengurusan ULMWP dalam batas waktu yang belum ditentukan.”

“Sebab kami baru selesai diangkat melalui KTT II di Vanuatu dan saat ini sedang mempersiapkan semua perangkat kerja ULMWP. Sesuai UUD 2023 ULMWP, kami akan menyelenggarakan Kongres I ULMWP pada September 2028.”

“Namun demikian, dengan perpegang teguh pada hasil KTT II ULMWP dan UUD 2023 ULMWP, kami tetap membuka ruang untuk partisipasi organisasi perjuangan yang hendak bergabung dalam ULMWP dan menyumbangkan tenaga terbaik untuk mengisi struktur kepemimpinan di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.”

Namun demikian, pernyataan tersebut telah ditepis oleh Buchtar Tabuni, Ketua Dewan Legislatif United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP. Di mana Buchtar menyatakan pembekuan keanggotaan dalam ULMWP hanya bisa diputuskan dalam kongres ULMWP. Hal itu dinyatakan Buchtar Tabuni di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (28/11/2023).

Pernyataan itu disampaikan Buchtar Tabuni menanggapi keterangan pers dan Pernyataan Terbuka ULMWP pada Senin (27/11/2023) yang membekukan keanggotaan Buchtar Tabuni dan Benny Wenda dari kepengurusan ULMWP.

“Pembekuan keanggotaan itu tidak bisa dengan surat rilis begitu. Yang bisa membekukan Benny Wenda, Buchtar Tabuni, Edison Waromi, dan kawan-kawan adalah forum kongres, dan bukan konferensi pers,” ujar Buchtar sebagaimana dikutib dari jubi.id.

Selain itu Tabuni menyinggung soal kasus kekerasan yang terjadi pada periode Juli hingga November 2023.

“Selama bulan Juli -November 2023, telah terjadi kekerasan yang dilakukan aparat bersenjata Indonesia terhadap warga sipil Papua Barat di Kabupaten Dogiyai, Fakfak, Yahukimo, Nduga dan Pegunungan Bintang, hingga menyebabkan 13 orang tewas, 7 orang mengalami luka-luka, 16 orang ditangkap, 1 orang disiksa,” ujar Tabuni berdasarkan catatan ULMWP.

Baca Juga:  Stop Kriminalisasi dan Pengalihan Isu Pemerkosaan dan Pembakaran Rumah Warga!

Katanya, Indonesia telah menempatkan 47.261 personel militer di Papua, di mana sekitar 24 ribu personel telah dimobilisasi hingga saat ini konflik bersenjata masih terus berlangsung di beberapa wilayah seperti Mimika, Pegunungan Bintang, Nduga, Puncak Papua, Intan Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo, Tambrauw dan Maybrat, hingga 67 ribu warga sipil telah mengungsi meninggalkan kampung halaman mereka.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2020 menunjukkan bahwa OAP (Orang Asli Papua) berjumlah 1.6 juta jiwa, dari total populasi penduduk Provinsi Papua berjumlah 4,30 juta jiwa dan Papua Barat yang berjumlah 1.13 juta jiwa, atau total sebesar 5,43 juta jiwa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa presentase OAP adalah sebesar 29 persen dari total populasi Papua dan Papua Barat, atau 0,58 persen dari total populasi Indonesia yang berjumlah 275,36 juta jiwa.

“Dalam menghadapi ancaman serius ini dan tetap memandang masa depan bagi bangsa Papua, maka kami mengajak sekaligus menyerukan kepada semua pihak di West Papua, kelompok pemimpin organisasi perlawanan sipil kota, pertahanan dan orang Papua di diaspora untuk mengambil bagian penuh dengan memberikan dukungan tenaga, materi dan moril kepada ULMWP.“

“Menyerukan kepada rakyat Papua, para pemimpin adat supaya tidak menjualbelikan tanah dan kekayaan alam. Kita jaga dengan baik kekayaan alam semesta ini sebagai warisan Tuhan kepada anak cucu kita.”

“Menyambut baik komunike para pemimpin MSG di Port Vila Vanuatu dan para pemimpin Pasifik yang menunjuk PM Fiji dan PM PNG untuk membicarakan masalah Papua Barat dengan pemerintah Indonesia. Kami harapkan supaya pemerintah Indonesia maupun para pemimpin Melanesia dan Pasifik dalam membicarakan masalah West Papua perlunya melibatkan ULMWP sebagai subjek mewakili bangsa Papua.”

“Momentum bersejarah ini saya mengajak kita untuk membantu dengan semua daya upaya menyelamatkan para pengungsi West Papua yang berada di berbagai wilayah di West Papua dan di luar negeri. Mengajak untuk mendukung upaya perdamaian dunia khususnya keselamatan warga sipil atas konflik antara Rusia dengan Ukraina, dan Israel dengan Hamas.”

Menyerukan dan mendesak para pemimpin dunia termasuk Presiden Indonesia supaya mendorong genjatan senjata TNI/Polri dengan TPNPB dan mendukung Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi kemerdekaan dan kedaulatan politik Bangsa Papua.

Artikel sebelumnyaBentuk Persatuan Menuju Kemerdekaan, TPNPB Kodap Kegepa Nipo, Noukai dan Bintang Timur Gelar Upacara Bendera
Artikel berikutnyaAda Pawai Santa Claus, Massa Aksi 1 Desember Dibubarkan Paksa