Kumandangkan Trikora, Harusnya Dulu Soekarno Kena Pasal Makar dan Penghasutan

0
3444

JAKARTA, SUARAPAPUA.com— Atas dikumandankannya Tiga Komando Rakyat (TRIKORA), di Alun-Alun Utara Yogyakarta pada 19 Desember 1961 untuk membubarkan Negara West Papua yang baru berumur 19 hari Soekarno telah melanggar hukum yakni pasal makar dan penghasutan pada saat itu.

Demikian dikatakan, Sekertaris umum KNPB Pusat, Ones Suhuniap dalam surat elektroniknya kepada suarapapua.com, selasa (12/12/2016) siang melalui pesan elektronik dari Jayapura, Papua.

Ones mengatakan, seharusnya Sukarno dikenakan pasal makar dan penghasutan. Karena, menurutnya Sukarno dengan sengaja telah mengajak dan meminta warganya untuk melakukan kejahatan luar biasa terhadap rakyat papua. Dan faktanya masih dirasakan hingga kini.

“Kita Setelah deklarasikan manivesto Politik Papua Barat pada 1 desember 1961 sebagai bangsa yang sedang dipersiapkan untuk menuju berdirinya sebuah negara melalui proses dekolonisasi. Tetapi baru umur 19 hari Soekarno dengan nafsu kolonialismenya, dan rakus juga ambisiusnya, presiden pertama di negara kolonial itu, mengeluarkan Tri Komando rakyat di alun-alun Utara Yogjakarta,” ungkap Ones.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Dari setiap isi Trikomando itu, kata Ones, jika disimak baik ada unsur ancaman, pengakuan, penghianatan, pembohongan dan juga rancangan kejahatan.

ads

“Isi pertama, ada kata Pengakuan oleh kepala negara yaitu bubarkan pembentukan Negara boneka buatan Belanda. Kata bubarkan adalah ancaman dan merupakan kejahatan berencana, juga penghasutan,” jelasnya.

“Isi kedua,  ada kata pembohongan yaitu kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia, padahal dalam teks proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak pernah disebutkan wilayah tritorial Indonesia dari Sabang sampai Merauke Papua namun dari Sabang sampai Amboina. Papua tidak termasauk,” ungkapnya.

Lagi lanjut dia, “lalu di poin ketiga Trikora, ada kata moblisasi Merebut Irian barat. Kata rebut dan moblisasi ada rancangan kejahatan dan mengandung ancaman pembunuhan. Maka kata moblisasi kalau kita kaitkan dengan kitab KUHP berarti kena pasal penghasutan dan pasal makar,” terang Ones.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

Maka, Soekarno, menurut Ones, seharusnya diadili. Karena selain melanggar pasal makar, juga telah berencana melakukan kudeta terhadap negara Papua Barat yang disiapkan oleh pemerintah belanda.

“Jadi jangan heran kalau suatu saat nanti orang papua akan punah secara sistematis, masif dan terustruktur kemudian mereka memiliki pulau papua karena Isi dari Tri komando masih berlaku dan belum dicabut
Jangan heran apabila pelanggaran HAM di papua subur seperti jamur di musim hujan,” imbuhnya.

Selain Sukarno, lanjut Ones, kata penghinaan terhadap bangsa papua pernah juga diucapkan Ali Murtopo.

“Ali Murtopo juga pernah menghina bangsa papua. Dia bilang kami merebut irian barat bukan karena mencintai masa-mas irian tetapi, kami mencintai Emas-emas Papua. Jika orang irian ingin mau mendirikan negara berati pergi ke pulau pasifik mencari pulau kosong atau minta pada Allah mereka supaya Tuhan kasih pulau kosong supaya mendirikan negara disana,” kata Ones.

Baca Juga:  ULMWP Mengutuk Tindakan TNI Tak Berperikemanusiaan di Puncak Papua

Melihat watak kolonialisme dari kedua tokoh itu, Ones meminta orang papua harus bangkit untuk merebut kembali kedaulatan hak politiknya.

“Maka menurut saya isu yang pas dalam aksi demo 19 desember 2016 adalaah : Segera kembalikan hak politik bangsa Papua. Dan rakyat papua harus gugat negara atas isi komando trikora, yang merupakAn kejahatan yang dirancang itu,” pinta dia.

Isi Trikomando Rakyat tersebut adalah
1. Bubarkan pembentukan Negara Boneka buatan Belanda,
2. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia,
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna merebut Irian Barat dan mempertahankan kemerdekan dan kesatuan tanah air dan bangsa Indonesia.

Pewarta: Setevanus Yogi

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPolisi dan Ketidakadilan di Jalanan Kota Jayapura
Artikel berikutnyaTahun 2017, Kasus Paniai Harus Dikawal Lebih Ketat