Jokowi Diminta Bentuk Pengadilan HAM di Papua

0
601

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mendesak presiden Joko Widodo agar segera membentuk pengadilan HAM di Jayapura, Papua.

“Saya mendesak presiden RI Joko Widodo untuk segera membentuk Pengadilan HAM di Jayapura, Papua sesuai amanat undang-undang sebagai sebuah bentuk komitmen presiden selaku kepala negara, dalam menuntaskan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua pasca Hari HAM Internasional ke-73 pada 10 Desember 2021 ini,” kata Warinussy, Kamis (9/12/2021).

Jelang 73 Tahun hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, dia memonten pemerintah pusat, provinsi dan daerah belum menegakkan, memajukan, melindungi dan menghormati HAM di Tanah Papua, sesuai pasal 45 UU Otsus.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Negara diamanatkan juga untuk membentuk Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta Pengadilan HAM di Tanah Papua. Negara diamanatkan pula membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Tanah Papua. Dugaan pelanggaran HAM yang berat sesuai amanat pasal 7, 8 dan 9 dari UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM di Tanah Papua.

“Seperti kasus dugaan pelanggaran HAM berat Wasior tahun 2001 yang diduga keras melibatkan mantan Kapolda Irian Jaya, Made Mangku Pastika, mantan Kapolres Manokwari Letkol Pol. Bambang Budi Santoso dan mantan Wakapolres Manokwari waktu itu Mayor Pol.Tavip Yulianto,” tuturnya.

ads

“Kemudian kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Wamena 2003 yang diduga melibatkan anggota TNI AD. Serta kasus Paniai di Lapangan Karel Gobay, Enoratali yang diduga melibatkan anggota Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU. Sehingga kasus-kasus diatas sangat perlu segera diselesaikan oleh Negara dengan keterlibatan Komnas HAM RI secara langsung.”

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Dia menegaskan, sesuai fungsinya Komnas HAM mesti terlibat penuh dalam menyelidiki dan membawa kasus Wasior, Wamena dan Paniai ini hingga ke Pengadilan HAM yang akan segera dibentuk di Tanah Papua.

Seperti dilansir Kompas pada Minggu (5/12/2021) lalu, Mahfud MD menegaskan, kualifikasi pelanggaraan HAM adalah pelanggaraan HAM berat hanya ditetapkan dan diputuskan oleh Komnas HAM.

Proses penindaklanjutan kasus ini, kata Mahfud, akan berpegang pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

kasus pelanggaraan HAM berat yang terjadi sebelum dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, akan diserahkan ke DPR untuk dianalisis.

“Kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, tepatnya sebelum keluarnya UU No.26 Tahun 2000 itu diserahkan kepada DPR untuk dianalisis, apa cukup bukti, apa bisa dibuktikan untuk dibawa ke pengadilan,” kata Mahfud.

Untuk kasus pelanggaran HAM yang terjadi setelah keluarnya UU No.26 Tahun 2000 akan ditangani dan dianalisis oleh Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM.

Mahfud menjelaskan, saat ini, pemerintah tengah menyiapkan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaHaris Azhar: Negara Rawat Kekuasaan Atas Penderitaan Rakyat
Artikel berikutnyaWilly Aditya: RUU TPKS Payung Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual